Malam yang gelap terlihat indah dengan betaburnya bintang. Bulan purnama telihat sempurna dengan bentuk dan cahayanya. Pekatnya malam tak terasa, tersapu oleh cahaya bulan yang terang benderang.
Aku berdiri di balkon kamar tidurku. Kulihat langit begitu cerah, secerah hatiku malam ini. Tanpa terasa pernikahanku dengan mas Agam, memasuki tahun ke dua. Pertengkaran yang pernah terjadi, mengajarkan kami arti sebuah kesetian dan keteguhan. Kami belajar saling menghargai satu sama lain.
Tanpa sepengetahuan mas Agam, tadi pagi aku pergi ke dokter kandungan. Aku memeriksakan kondisi rahimku. Sengaja aku pergi diam-diam tanpa memberitahunya. Sebab semenjak kejadian itu, mas Agam sedikit sensitif bila berhubungan dengan masalah anak.
Segala sesuatu sudah diatur, semua tertulis tanpa mampu kita hindari. Hanya DIA sang pemilik hidup yang mengetahui. Apa yang terbaik untuk setiap hamba-NYA yang beriman?
Terkadang apa yang kita harapkan? , bukan yang terbaik untuk kita. Apa yang kita butuhkan? , bukan yang kita harapkan. Semua menjadi rahasia ILLAHI. Seperti pagi tadi, aku datang ke rumah sakit. Hanya ingin mengetahui kondisiku. Namun tanpa aku duga, aku mendengar sesuatu yang sudah lama ingin kudengar.
FLASH BACK
"Selamat pagi, nyonya Tika!" sapa dokter Fia, aku mengangguk seraya tersenyum. Fia dokter spesialis kandungan yang selama ini melakukan perawatan padaku. Dia sahabat dari dokter Rizal. Aku mengenalnya berkat bantuan dokter Rizal.
"Pagi dokter Fia, maaf mengganggu waktu anda! Kedatanganku ingin menanyakan kondisi kesehatan kandungan. Apa ada masalah dengan rahimku?"
"Nyonya Tika, ada kabar baik sekaligus kabar buruk untuk anda. Seharusnya anda datang bersama suami. Sehingga saya bisa menjelaskan pada anda berdua!" tutur dokter Fia ramah.
"Silahkan jelaskan pada saya saja. Biar nanti saya sendiri yang akan menjelaskan pada suami saya!" tutur Tika datar. Kedatangan Tika kemari tanpa sepengetahuan Agam. Jadi tidak mungkin Tika meminta Agam menemaninya.
"Baiklah jika itu yang anda katakan! Saya akan menjelaskan berita baik dan berita buruknya!" ujar dokter Fia.
"Silahkan dokter, saya akan ikhlas mendengarkan berita baik atau buruknya!"
" Berita baiknya, anda saat ini sedang mengandung dua janin kembar. Sedangkan berita buruknya, kondisi janin anda saat ini sangat lemah. Apalagi kandungan anda yang sedikit bermasalah!"
"Maksud dokter Fia apa? Katakan dengan jelas, supaya saya bisa memahami!"
"Janin anda lemah, tapi masih bisa bertahan selama anda tidak stres. Namun kondisi kandungan anda yang sedikit bermasalah. Membuat anda harus menggugurkan kehamilan ini. Jika anda memaksa mempertahankannya. Mungkin saat mereka akan terlahir, kami.harus memilih anda atau kedua bayi anda!" tutur dokter Fia lirih. Aku tertunduk lesu mendengar penuturan dokter Fia. Kehamilan yang aku tunggu, sebagai hadiah terindah satu tahun pernikahanku. Malah akan menjadi jalan berpisahnya aku dengan mas Agam.
"Dokter Fia, seandainya aku tetap mempertahankan janin ini. Apakah mereka akan baik-baik saja? . Setidaknya sampai mereka benar-benar siap dilahirkan. Adakah mereka akan terlahir tidak sempurna!" tanyaku lirih, dokter Fia menggeleng seraya tersenyum.
"Nyonya Tika, jika janin anda bertahan sampai kelahiran. Mereka akan sehat-sehat saja dan sempurna. Namun itu artinya, anda harus siap memilih mereka atau anda. Untuk itu saya menyarankan, gugurkan kehamilan anda sekarang. Sebelum janin anda semakin besar, yang pada akhirnya akan beresiko pada kesehatan anda!" ujarnya lagi, aku menggeleng lemah. Kutatap dua bola mata indah dokter Fia. Tatapan seorang dokter yang tidak ingin kehilangan pasiennya.
"Maafkan saya dokter, jika harus mengecewakan anda. Saya tidak akan pernah menggugurkan kandungan saya. Mereka berdua berhak melihat indahnya dunia. Sebagai seorang ibu, tidak akan pernah ada ketidakrelaan untuk buah hati. Meski harus bekorban nyawa. Sampai kapanpun aku akan mempertahankan mereka? Amanah yang dititipkan dalam rahim yang lemah ini. Akan aku jaga dengan segala cara. Meski kelak aku tidak akan pernah melihat mereka terlahir. Namun aku yakin, mereka akan mengingatku sebagai ibu yang melahirkan mereka." tuturku lirih, dokter Fia mengangguk pelan. Dia tersenyum sembari menatap nanar diriku. Dokter Fia menghargai keteguhan keputusanku.
"Baiklah nyonya Tika, kita akan berjuang bersama demi mereka. Aku akan ada disetiap rasa sakitmu. Aku akan mencari jalan, agar mereka terlahir tanpa harus kehilanganmu. Ibu yang mengandung mereka, yang kelak akan membesarkan mereka juga. Sebagai seorang dokter, aku berkata dan berpikir secara ilmiah. Namun sebagai seorang yang beriman. Aku yakin jalan itu masih ada. Kita akan berusaha bersama-sama." tuturnya, aku mengangguk.
"Dokter Fia, demi persahabatan kita. Jangan katakan apapun pada suamiku tentang kondisi kandunganku! Biarkan kelak, aku yang akan mengatakannya sendiri!" ujarku, dokter Fia mengangguk.
"Terima kasih, kalau begitu aku akan pulang!" pamitku.
"Tunggu, nyonya Tika!" panggilnya.
"Jangan panggil aku nyonya, panggil aku Tika. Terdengar lebih akrab!"
"Tika, ada obat yang harus kamu tebus. Ini untuk penguat janinmu!" ujarnya, aku mengangguk. Dokter Fia memberikan kertas resep padaku.
"Terima kasih!" ujarku, sembari menerima resep dari dokter Fia.
"Jika ada keluhan, langsung hubungi aku. Jangan kamu abaikan, meski terasa sedikit! Kehamilanmu beresiko tinggi. Jadi jangan pernah menganggap remeh rasa sakit yang kamu rasakan. Ingatlah selalu ada aku yang akan mendukungmu!" ujarnya, aku mengangguk. Aku berdiri meninggalkan ruangan dokter Fia. Kubawa selembar surat yang menyatakan aku hamil. Kehamilan yang sangat ditunggu oleh orang tua mas Agam.
FLASH BACK OFF
Kutatap langit yang begitu cerah, waktu yang tepat mengatakan kabar baik. Malam ini akan kukatakan pada mas Agam, kabar tentang kehamilanku. Hadiah terindah untuk suamiku.
"Sayang, sedang apa kamu di luar malam-malam begini? Udara malam tidak baik untuk kesehatanmu!" sapanya, tangannya memelukku erat. Kusandarkan kepalaku pada dada bidangnya. Seolah ingin kuserahkan semua benan pikiranku hari ini.
"Mas Agam, sendainya aku tidak pernah bisa hamil! Akankah mas Agam menyesal menikah denganku!"
"Tidak ada kata menyesal dalam keputusanku. Aku menikaimu bukan untuk memiliki keturunan semata. Kesempurnaan agama yang ingin kuraih bersamamu. Kamu makmum yang kupilih, istri yang mampu menjaga kehormatan suami. Bukan hanya istri yang harus melahirkan seorang keturunan. Ada tidaknya keturunan sebuah ujian kita sebagai hamba yang beriman. Akankah kita menjauh atau lebih mendekat pada-NYA. Berserah dan tawakal akan kehendak-NYA." tutur mas Agam.
"Apa yang membuatmu begitu menyayangiku dan percaya padaku? Aku hanya wanita biasa dengan segudang kelemahan. Pantaskah aku menerima ketulusanmu!"
"Sayang, hatiku yang memilihmu sejak pertama kita bertemu. Keyakinanmu yang memilih untuk hidup bersama laki-laki tua ini. Bukti dirimu menghargaiku, bukan karena wajah, usia, ataupun, harta yang aku punya. Kamu memilihku dengan iman, aku memilihmu karena iman. Tidak ada landasan yang paling sempurna dari sebuah hubungan selain iman!"
"Terima kasih telah memilihku sebagai makmumu!"
"Sayang, tidak ada kata terima kasih dalam hubungan kita. Aku ada untuk dirmu, aku tiada juga karena dirimu!"
"Mas Agam, ada yang ingin aku perlihatkan padamu!" ujarku, seraya kuserahkan selembar kertas pada mas Agam. Aku melihat dia tersenyum dan kaget.
"Sayang, kamu hamil!" ujarnya bahagia, aku mengangguk pelan.
"Terima kasih" ujarnya, lalu memelukku erat. Hanya ini yang bisa aku berikan pada mas Agam.
"Semoga kelak kamu tidak menyalahkanku. Seandainya kamu mengetahui yang sebenarnya! Aku akan melahirkan mereka, dengan resiko apapun! Buah hati kita yang akan selalu mengingatkan dirimu akan sucinya cinta kita. Mereka akan terlahir sebagai bukti ketulusanku!" batinku sembari memeluk mas Agam. Takkan kubiarkan kebahagian ini dan senyum mas Agam menghilang.
...☆☆☆☆☆...
TERIMA KASIH😚😚😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Athor gagal kontrak
lanjut Kaka
2021-02-09
0
Ellnara
Semangat terus ya kk
2021-02-09
0
Aerik_chan
Sweet...
2021-02-09
0