"Assalammualaikum!" ujar seseorang dari luar rumah. Aku bergegas membuka pintu. Terlihat ayah dan bunda datang berkunjung. Kebetulan mas Agam sedang ada di rumah. Waktu yang tepat ketika kedua orang tuanya datang.
"Waalaikumsalam!" sautku sesaat setelah membukakan pintu. Kucium punggung tangan mereka, orang tua kedua setelah papa dan bunda Nissa.
"Agam ada di rumah!" tanya ayah dingin, aku mengangguk pelan. Tatapan ayah sangat berbeda, tatapan penuh arti. Aku sempat heran, jarang sekali mereka datang. Mungkinkah ada masalah yang sangat serius.
"Silahkan masuk ayah dan bunda! Sebentar Tika panggilkan mas Agam, tadi kebetulan sedang berada di kamar mandi!" ujarku lirih, mereka mengangguk lalu berjalan pelan ke dalam rumah. Ayah dan ibu duduk di sofa ruang tamu. Aku berjalan masuk ke dalam kamar. Aku hendak memanggil mas Agam.
"Hubby, sudah selesai di kamar mandinya. Ada ayah dan ibu di luar. Mereka ingin bertemu dengan Hubby!" teriakku dari luar kamar mandi. Pintu kamar mandi terbuka, Hubby keluar hanya menggunakan handuk. Kubalikkan badan agar tidak melihatnya. Entah kenapa sampai sekarang aku masih malu melihat Hubby seperti itu!
"Sayang, kenapa balik badan?" bisiknya di telingaku, sembari memelukku dari belakang. Tercium harum shampo, rambutnya yang basah membuat hijabku ikut basah. Kusiku pelan perutnya, sebagai isyarat aku tidak ingin dipeluk.
"Hubby, cepat ganti baju. Kasihan ayah dan bunda lama menunggu. Aku akan ke dapur mengambilkan minuman dan makanan!" ujarku lirih. Dia menggeleng, kepalanya bersandar pada pundakku. Kepalaku terdorong miring.
"Jika kamu bersedia menciumku. Maka aku kan bersedia keluar!" ujarnya lirih, aku menggeleng lemah. Aku tidak ingin terjebak untuk kedua kalinya. Awalnya hanya ciuman, nanti pasti akan ada yang lain. Jika tidak ada kedua orang tuanya, pasti aku bersedia. Sayangnya, ada kedua orang tuanya. Menuruti keinginan mas Agam, bisa membuatnya semakin lama bersiap.
"Jika Hubby tidak segera berganti pakaian. Aku akan pergi menemui dokter Rizal!" ancamku, terdengar mas Agam mendengus kesal. Siasatku berhasil, mas Agam mengganti pakaiannya. Itu artinya tugasku selesai memanggilnya, aku akan ke dapur membuatkan minuman.
"Sayang, apa benar yang kamu katakan? Kamu akan pergi menemui dokter Rizal!" ujar lirih, aku menoleh sembari menggeleng.
"Tidak ada alasan seorang istri harus menemui laki-laki lain, selain suaminya!" sautku seraya tersenyum. Mas Agam tersenyum mendengar jawabanku. Aku tidak pernah memiliki sedikitpun keinginan untuk mengenal laki-laki lain selain mas Agam.
"Terima kasih!" ujarnya, aku mengangguk. Aku berjalan menuju dapur. Sebenarnya bik Asih sudah mulai bekerja. Namun aku memintanya pulang, agar bisa merawat pak Karim.
"Assalammualaikum, ayah…bunda!" sapa mas Agam, lalu mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Mas Agam melihat raut wajah ayah yang berbeda.
" Waalaikumsalam!" saut ayah dan bunda bersama.
"Agam, ayah tidak akan berbelit-belit. Apa sudah kamu lakukan permintaan ayah? Bagaimana hasilnya?" ujar ayah dingin. Mas Agam menggeleng lemah, dia tidak berani menatap wajah ayah dan bundanya.
"Agam, bukankah ayah dan bunda mengatakan dengan jelas! Kenapa kamu tidak melakukannya? Ayah dan bunda sudah tua, tidak mungkin bisa menunggu lebih lama lagi!" ujar bunda Salwa dingin. Mas Agam tertunduk lesu, baginya permintaan kedua orang tuanya sangat sulit dilakukan. Mungkin bagi kedua orang tuanya permintaan mereka hal yang wajar.
"Ayah, Agam belum bisa mengatakannya pada Tika. Lagipula pernikahan kamu masih berjalan kurang dari satu tahun. Haruskah aku melakukan semua itu. Tidak bisakah kalian menunggu beberapa tahun lagi!" ujar mas Agan lirih. Ayah menggeleng pelan, bunda hanya menunduk menyesalkan jawaban mas Agam.
"Agam, usiamu sudah tidak muda lagi! Jika tidak segera kamu lakukan, kapan kamu akan melakukannya? Ayah dan bunda sudah lama menantikannya. Ayah rasa Tika tidak akan keberatan, bukankah seharusnya dia senang melakukannya. Sebagai bukti kalau dia wanita yang sempurna. Ingat Agam, kamu putra ayah satu-satunya. Kamu pewaris keluarga ini, jangan pernah kecewakan kami!" ujar ayah dingin, mas Agam mengangguk pelan. Dia bingung harus bersikap seperti apa? Jika dia mengikuti kemauan orang tuanya, itu artinya dia akan menyakitiku. Namun jika tidak melakukannya, orang tuanya akan terus mendesak.
"Baiklah, beri Agam waktu beberapa minggu. Agam akan mengatakannya pada Tika! Setelah Agam mengatakannya pada Tika, segera akan Agam sampaikan pada ayah. Sementara itu jangan katakan apapun pada Tika, biarkan Agam yang mengatkannya!" tutur mas Agam sopan. Ayah dan bunda mengangguk pelan. Semua rasa berkecamuk dalam pikirannya. Harus seperti apa dia mengatakannya padaku? Aku sendiri tidak pernah mengerti, apa yang sedang mereka sembuyikan?
"Ayah…bunda, silahkan diminum. Tadi Tika juga membuat kue, semoga suka!" ujarku sopan, ayah dan bunda hanya mengangguk pelan. Aku sudah terbiasa melihat sikap mereka padaku. Sejak awal pernikahan kami, mereka merasa aku masih sangat muda untuk mas Agam. Usia yang terpaut jauh, mereka anggap sebagai perbedaan yang tidak mudah kami satukan.
"Agam, kalau begitu kami pamit dulu. Ingat pesan ayah dan bunda, segera lakukan. Kami semakin tua, tidak lagi bisa menunggu lama." ujar ayah dingin, mas Agam mengangguk pelan. Aku hanya terdiam, tanpa mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan?
"Tika, kami pulang dulu. Jaga dirimu baik-baik!" ujar bunda padaku, aku mengangguk pelan. Kami mencium tangan mereka bergantian. Aku melihat mas Agam sedikit gelisah. Aku tidak tahu, apa yang sedang mereka rahasiakan. Namun apapun itu aku yakin mas Agam tahu yang terbaik untuk kami berdua.
Setelah memberesakan ruang tamu. Aku melihat mas Agam duduk di sofa ruang tengah. Aku menghampirinya, aku tidur dipangkuannya. Mas Agam mengelus lembut kepalaku yang tertutup hijab.
"Hubby, aku tidak tahu apa yang dikatakan ayah? Apapun itu jika Hubby merasa berat menanggunya sendiri, katakanlah padaku! Hubby harus ingat, aku bukan hanya istrimu. Tapi aku juga sandaran di saat terburukmu. Namun jika Hubby merasa sanggup menyelesaikannya, simpanlah tanpa takut aku terluka." ujarku lirih, aku mendongak melihat ke arahnya. Mas Agam mengangguk pelan.
"Sayang, seandainya ayah dan bunda mengatakan hal yang tidak baik. Aku harap jangan kamu dengarkan, yakinlah jika semua akan baik-baik saja selama kita tetap bersama!" ujarnya lirih. Aku merasa ada yang sengaja mas Agam tutupi.
"Aku akan selalu yakin dengan hubungan kita. Tidak akan ada yang mampu membuatku tidak percaya padamu. Asalkan Hubby jujur sepahit apapun kenyataan itu. Namun jika sekali saja Hubby membohongiku, saat itu juga Hubby akan kehilangan kepercayaanku selamanya!" tuturku lirih, mas Agam terlihat kikuk. Aku mendengar dia menelan ludah kasar.
"Bagaimana aku akan mengatakannya padamu? Jika sekarang dengan jelas kamu akan tersakiti. Mungkin aku masih menyimpan rapat masalah ini, tapi suatu saat kamu akan mengetahuinya juga! Entah bila waktu itu tiba. Akankah kamu marah, bahkan tidak akan percaya padaku selamanya. Karena aku sudah tidak jujur padamu. Aku berbohong, karena rasa takut kehilanganmu yang begitu besar!" batin mas Agam seraya menunduk menatapku tajam.
...☆☆☆☆☆...
HAPPY READING
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Rola
sampai sini, di tunggu respek nya GENGSTER
2021-10-05
0
Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)
Lanjut thor....karyamu bagus..👍👍👍
Semangat para author...💪 semoga suksez
2021-01-19
1
Nothing
Semangat up nya kakak 🥳
Like dariku sudah melayang tuh hehe 😁
Jangan lupa feedback ceritaku yah, judulnya "Asisten Husband".
Jangan lupa tinggalkan jejak 🙏🏻☺️
2021-01-19
1