..."Ketulusan tak pernah takut untuk bekorban. Kesetiaan tak pernah terpikir untuk mengkhianati. Keyakinan tak pernah kalah oleh dusta. Keteguhan tak pernah hancur oleh prasangka. Kesabaran tak pernah habis oleh ujian. Rasa cintaku tak pernah pupus oleh keraguan. Bukti ketulusan dalam pernikahanku. Pengorbanan yang tak akan pernah aku sesali. Imam sholatku, aku makmum yang akan selalu mengikuti langkah kakimu. Suamiku, aku istri yang akan menjaga kehormatanmu. Pemilik tulang rusukku, aku wanita biasa sebagai penopang dan sandaran hidupmu. Cinta tulusku tak akan kalah, selama aku yakin semua rasa akan bersatu dalam satu kata bahagia"...
...☆☆☆☆☆...
Bulan bersinar sangat terang, bintang bertaburan di langit yang gelap. Hewan malam saling bersahutan, menghasilkan simfoni lagu yang indah terdengar di telinga. Malam yang gelap mencekam, berubah menjadi malam yang terang benderang penuh dengan keindahan.
Malam ini operasi persalinanku akan dijadwalkan pukul 19.00 wib. Kemungkinan operasi akan berjalan sekitar 2 jam lebih. Semua tim sudah siap, aku secara lahir batin sudah menyiapkan mental. Apapun yang terjadi akan aku terima dengan ikhlas. Semua sudah kupasrahkan pada ketentuan-NYA. Aku yakin semua yang terjadi, pasti terbaik untukku dan keluargaku.
Mas Agam sudah berpamitan padaku untuk sholat magrib. Dia juga mengatakan tidak bisa menemaniku. Mas Agam meminta izin padaku, agar dia bisa berdiam diri di mushola rumah sakit. Dia tidak tega melihat tubuh lemahku terbaring di meja operasi. Mas Agam ingin berserah dan tawakal pada kehendak-NYA.
Tepat pukul 18.30 wib, aku masuk ke dalam ruang operasi. Bunda selalu setia mendampingiku, beliau tegar menemaniku melawan semua rasa sakit. Aku tidak melihat setetes air matanya jatuh. Ketegaran bunda menjadi semangatku, berjuang melahirkan kedua buah hatiku.
Ketulusan kasih sayangnya padaku, menyadarkan aku betapa besar cinta kasih seorang ibu pada putra-putrinya? Aku ingin memberikan ketulusanku kepada kedua buah hatiku. Seandainya mereka harus terlahir tanpa melihatku. Aku tidak akan pernah menyesal.
Aku memasuki ruang operasi sendiri. Namun sesungguhnya aku tidak sendiri. Sahabat-sahabat bunda menemaniku. Ditangan dingin mereka hidupku dan kedua buah hatiku dipertaruhkan. Kasih sayang berbeda yang kurasakan. Sebanyak kasih sayang yang aku terima, sebanyak itu pula aku ingin buah hatiku mendapatkannya. Kasih sayang tulus dari orang-orang yang menyayangiku.
Setelah semua siap, akhirnya operasiku dimulai. Di dalam ruang operasi aku berjuang demi sebuah ketulusan dalam pernikahan. Di luar ruangan bunda dan papa mendoakan keselamatanku dan bayiku. Wanita tegar yang selalu ada dalam setiap duka dan sedihku. Wanita yang rela terluka demi sebuah senyum untuk orang lain.
Hampir satu jam berlangsung, operasiku belum menandakan akan berakhir. Ketika bunda dan papa cemas memikirkan kondisiku. Kedua orang tua mas Agam datang. Mereka datang hampir bersamaan dengan mas Agam yang telah selesai sholat isya. Mas Agam memutuskan menungguku di luar ruang operasi. Sebab hatinya sedikitpun tidak bisa tenang, sholat yang dilakukannya tidak bisa khusyuk.
"Agam, apa maksud semua ini? Kamu menyembuyikan kehamilan Tika dari kami. Bahkan kepindahanmu, seakan untuk menghindar dari kami!" ujar ayah Ilham marah. Bunda Salwa mendekat pada mas Agam.
"Agam, kami orang tuamu. Seharusnya orang yang pertama kali mengetahui kehamilan Tika itu kami. Kenapa malah kami orang terakhir yang mengetahuinya? Bayi yang dikandung Tika, itu keturanan keluarga kita. Mereka akan menyandang nama keluarga kita!" cerocos bunda Salwa, mas Agam hanya diam tanpa sedikitpun ingin menyahuti perkataan kedua orang tuanya.
"Agam, kenapa kamu diam saja? Sikapmu seolah ingin mengacuhkan keberadaan kami." tutur ayah Ilham sinis.
"Ayah, aku bukan mengacuhkan keberadaan kalian. Namun sekarang pikiran Agam hanya tertuju pada Tika dan kedua bayi kami. Agam tidak ingin memikirkan yang lain!" sahut mas Agam. Bunda Nissa yang berdiri tidak jauh dari mas Agam hanya melirik seraya tersenyum tipis.
"Kenapa kamu secemas ini? Ayah juga pernah berada diposisimu, tapi ayah tidak secengeng dirimu. Semua akan baik-baik saja! Jika kehamilan Tika tidak bermasalah, pasti mereka akan selamat!"
"Ayah, aku mohon hentikan. Tika di dalam sedang berjuang mempertaruhkan nyawanya, demi keturunan yang selalu kalian inginkan. Setidaknya dengan diam, ayah bisa membantuku."
"Agam, jaga perkataanmu yang sopan kalau bicara. Bagaimanapun aku ayahmu? , tidak seharusnya kamu berkata sekasar itu!" sahut ayah Ilham emosi.
"Ayah, sudah hentikan! Mungkin Agam memang sedang kalut. Jangan diambil hati perkataannya. Sekarang yang paling penting, kita sudah memiliki cucu. Kita memiliki keturunanan dari Agam!" ujar bunda Salwa, Agam tersenyum sinis mendengar perkataan bundanya.
Tanpa mereka duga, bunda Nissa berjalan ke arah mereka. Papa tetap diam, tak ada rasa marah pada kedua besannya. Sebab papa sudah belajar tenang dalam menyikapi suatu masalah, seperti bunda yang selalu tenang.
"Tidak akan seorang anak bersikap kurang sopan pada kedua orang tuanya. Jika orang tuanya layak untuk dihormati. Apalagi sekelas Abdillah Abqari Agam, yang selama aku mengenalnya selalu menghormati kedua orang tuanya!"
"Apa maksud perkataanmu Nissa? Apa sekarang kamu juga akan bersikap kurang sopan pada kami? Meski statusmu besan kami, tapi tetap usiamu jauh dibawah kami. Jadi tidak pantas dirimu menasehati kami!"
"Aku tidak pernah merasa bangga menjadi besan anda. Aku juga tidak pernah berpikir ingin menasehati anda berdua. Sebab pengalaman hidup anda jauh lebih banyak, dibanding diriku. Namun jika kedewasaan diukur dengan usia, anda salah. Sebab kedewasaan dan kebijakan tak memandang usia. Seorang anak layak mengingatkan orang tuanya bila salah, tapi tetap dengan sikap sopan."
"Nissa, kamu terlalu banyak bicara! Aku mengerti sekarang, kenapa Agam bisa bersikap kurang sopan pada kami? Semua itu dia contoh dari ibu mertuanya yang masih muda!" ujar bunda Salwa sinis.
"Aku tidak pernah mengajari apapun pada Agam. Sikap kurang sopan Agam pada anda, bukankah contoh dari perilaku anda sendiri. Sekarang jika aku ingin, akan aku minta Agam meninggalkan putriku. Akan kubawa kedua cucuku jauh dari keluarga seperti kalian!"
"Apa hakmu melakukan semua itu? Kami yang lebih berhak atas kedua bayi itu. Mereka terlahir sebagai keturunan keluarga kami!"
"Kami punya hak penuh pada Tika, semenjak Agam meragukan ketulusan cinta putri kami. Kami berhak sepenuhnya pada kedua buah hati Tika. Semenjak kalian menawarkan wanita lain sebagai istri Agam."
"Bunda!" ujar Agam lirih.
"Jangan terkejut Agam, aku sudah mengetahui semua yang terjadi. Sebenarnya aku ingin marah padamu. Namun aku tidak ingin hati putriku hancur. Ketulusannya menjaga pernikahan ini, membuatku merasa tak pantas bila memisahkan kalian. Keinginannya memberikan keturunan pada keluarga yang pernah mengecewakannya, membuatku sadar putriku telah dewasa. Resiko yang harus dia terima, sebagai ganti kelahiran buah hatinya. Membuka mata hatiku, bahwa kamu satu-satunya laki-laki yang dicintainya. Aku tidak ingin menghancurkan harapan-harapan itu. Namun mendengar perkataan orang tuamu, membuatku ingin membuka mata hati mereka. Putriku bukan wanita sembarangan, yang hanya layak dijadikan sebagai wanita penghasil keturunan"
"Nissa, terlalu pedas perkataanmu. Apa salahnya jika seorang istri dituntut menjadi seorang ibu? Itu sudah kodrat kita sebagai seorang wanita. Jadi sangat pantas aku menginginkan keturunan dari pernikahan Agam dan Tika!"
"Bunda Salwa, keinginan kalian tidak salah. Namun cara kalian menghargai pengorbanan putriku yang salah. Apa anda sadar? Demi keturunan anda, Tika harus bekorban nyawa. Namun dengan santainya, anda mengatakan semua wanita dituntut menjadi seorang ibu. Tanpa peduli resiko dan pengorbanan mereka. Sekarang berdoalah yang terbaik untuk Tika. Jika dia selamat kalian akan bisa melihat kedua cucumu. Namun jika sebaliknya, bersiaplah kalian untuk kehilangan mereka!" tuturku dingin, ayah Ilham dan bunda Salwa menunduk. Agam terkejut mendengar perkataanku.
"Bunda jangan pisahkan Agam dengan mereka. Agam sadar tidak mampu melindungi Tika, tapi Agam tidak ingin kehilangan Tika atau buah hati kami!"
"Oek oek oek"
Terdengar suara tangis bayi yang sangat keras. Bunda berlari ke arah pintu ruang operasi. Mas Agam berlari mendekat mengikuti bunda Nissa. Dua orang suster keluar membawa dua bayi mungil. Satu bayi tampan dan satu bayi yang cantik. Aku melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan.
"Pak Agam, silahkan mengazani kedua putra-putrimu. Setelah ini kami harus langsung membawanya ke ruangan khusus bayi. Sebab kedua bayi anda harus masuk ke dalam inkubator." ujar suster, Agam tertegun melihat kedua bayi mungilnya.
Tubuh mas Agam bergetar hebat, ada rasa bahagia dan sedih bercampur menjadi satu. Bunda melihat suara mas Agam bergetar saat mengumandangkan azan untuk kedua bayinya. Air mata mas Agam menetes, mengingat setiap perjuanganku demi kelahiran dua bayi mungil di depannya. Bunda Nissa dan papa menangis bahagia melihat kedua cucu mereka terlahir sempurna.
"Tunggu, bagaimana kondisi putriku?" tanya bunda pada suster yang akan membawa kedua bayiku. Mas Agam baru menyadari kondisiku yang belum pasti.
"Dokter sebentar lagi keluar. Silahkan anda bertanya pada mereka!"
"Dokter Rina, bagaimana kondisi Tika?" tanya bunda lirih, tapi dokter Rina hanya diam membisu. Bunda bertanya berulang kali, tapi nihil dokter Rina tetap diam.
"Seseorang tolong katakan padaku, bagaimana kondisi putriku? Jangan hanya diam saja!" teriak bunda Nissa, papa memeluk bunda erat.
"Sayang, tenanglah dulu. Tika baik-baik saja!"
"Sayang!" ujar mas Agam lirih, tubuhnya lemas memikirkan kondisiku. Tubuhnya jatuh ke lantai.
...☆☆☆☆☆...
HAPPY READING😊😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
silviaanugrah
feedback-nya yah thor saling support ❤
2021-02-22
0
S Anonymous
20 like mendarat👍
Salam kenal dan salam semangat Kak dari "Calon Istri vs Mantan Istri"
2021-02-16
0
oyttigiz
lagi lagi like kaka
2021-02-13
0