Mantan Jadi Manten

Mantan Jadi Manten

Bertemu Mantan

Sebuah vespa melanju dengan kecepatan sedang menyusuri jalan ibu kota yang ramai di pagi hari ini. Si pengemudi tampak serius memperhatikan laju jalanan di depannya. Hal ini sudah jadi rutinitas harian.

Namun, tiba-tiba kendaraan roda dua berwarna biru itu memelan dan mengharuskan sang empunya menepi terlebih dahulu.

“Ada apa lagi sih, Blue? Gue harus sampai tepat waktu ini.” Pria berjas abu-abu itu berdecak sebal karena vespanya mati disaat yang tidak tepat.

Tidak ada pilihan pria itu memutuskan untuk mendorong vespa kesayangannya menuju bengkel terdekat.

“Kenapa, Bang?” tanya seorang pria dengan baju yang sedikit kucel.

“Nggak tahu nih. Tiba-tiba mogok. Tolong diperiksa ya!”

Lelaki ini menyerahkan motor pada seorang montir di bengkel itu. Ia melepas helm, lalu menghela napas sembari mengusap keringat di pelipis. Lelah berjalan sudah jauh.

“Kira-kira bisa selesai sekarang nggak?” tanyanya pada sang montir yang sibuk memeriksa vespa.

“Masih lama ini, Bang. Sekitar satu jam. Kalau mau ditunggu ya silakan.”

“Hah? Lama juga ya.” Lelaki yang berdiri sembari berkacak pinggang ini menggigit bibir bawah, “kalau begitu saya tinggal saja deh. Nanti sore sepulang kerja saya ambil.”

Montir yang berjongkok di samping motor itu mengangguk, “Baik, Bang.”

“Bengkel ini tutup jam berapa?”

“Biasanya jam 5 sore, Bang.”

“Oke, saya tinggal saja di sini. Kalau ditunggu bisa terlambat saya ke kantor.”

Montir itu kini berdiri, “Siaplah, Bang. Nama siapa Bang? Takutnya abang datang nanti saya lagi keluar dan ketemu sama montir yang lain.”

“Dimas, Dimas Saputra.” Lelaki itu melangkah pergi saat setelah menyebutkan nama lengkapnya.

Ia berjalan sedikit menjauh dari depan bengkel, lalu menghetikan sebuah angkutan umum.

Demi sampai ke kantor dengan tepat waktu Dimas terpaksa menaiki kendaraan umum dan duduk di dekat pintu masuk karena angkot yang dia naiki penuh.

Ketika sudah tiba di seberang gedung Kencana Desain Group, lelaki ini segera meminta turun pada sopir dan memberikan uang selembar lima ribuan, kemudian dia perlahan namun pasti menyeberangi jalan yang cukup ramai.

Dimas berlari agar cepat sampai di depan pintu lobby, tetapi sebuah kendaraan roda empat yang bersamaan ingin masuk membunyikan klakson dengan keras. Hingga pria yang ingin tertabrak ini menghentikan sepasang kakinya. Ia syok sampai memegangi dada.

“Aish, jalan nggak pakai mata!” runtuk gadis berkacamata hitam yang mengendarai mobilnya sendiri.

Dimas mengatupkan kedua tangan di depan dada, lalu menunduk. Itu tanda dia meminta maaf karena ini memang salahnya. Tidak menunggu si pengemudi keluar dulu, lelaki ini sudah lari memasuki kantor. Dimas takut terlambat, hari ini sangat penting. Katanya, hari ini ada bos baru yang akan menggantikan bos lama yang sedang sakit keras.

Dengar-dengar bos baru ini orangnya jutek dan galak. Bahkan lebih galak dari Bos yang lama. Maka itu, Dimas tidak ingin memberikan kesan buruk untuk pertama kali pada bos barunya.

“Baru datang, Dim?” tanya salah satu teman akrab Dimas di Kontor, Satria.

“Iya, vespa gue mogok lagi. Bagaimana Bos barunya sudah datang?” tanya Dimas sembari celingukan melihat ke arah ruangan yang nanti akan ditempati atasan baru itu.

Satria mengedikkan bahu, “Sampai sekarang belum ada.”

“Syukurlah, gue masih lebih dulu dari pada dia.” Dimas bisa bernapas lega sekarang.

“Tolong berbaris yang rapi karena atasan kita yang menggantikan Pak Arya akan segera melewati ruangan ini,” ujar sekretaris Pak Arya yang tiba-tiba saja datang mengejutkan karyawan marketing.

Dimas dengan rekan-rekan seprofesinya, lantas tergesa-gesa membentuk barisan di ruangan yang tersisa.

Ketukan dari high heels semakin terdengar nyaring saat langkah kaki jenjang itu makin dekat. Semua karyawan menundukkan kepala dan bersikap sopan.

“Selemat Pagi, semua.” Wanita dengan rambut tidak terlalu panjang ini tersenyum sembari mengedarkan pandangan, “perkenalkan saya Zee Iliana. Kalian bisa panggil Liana. Saya yang akan menggantikan Om Arya untuk memimpin perusahaan selama Om saya itu masih sakit.”

Mendengar nama yang tidak asing Dimas yang berdiri di depan pojok kanan mengangkat kepala dan memberanikan diri menatap wanita yang sedang berbicara itu.

Alangkah terkejutnya Dimas, itu Liana, mantan kekasihnya waktu di SMA.

“Liana?”

Sapaan sepontan dari Dimas membuat teman-teman kerja, Sekretaris, dan Liana menatap ke arahnya.

“Lo kenal sama Bu Iliana, Man?” Satria yang ada di sebelah Dimas menyenggol lengan sahabatnya sembari membisikan pertanyaan.

Liana memperhatikan penampilan Dimas, “Kamu yang tadi hampir tertabrak mobil saya?”

Dimas heran mengapa mantan kekasihnya itu seperti tidak mengenali dirinya. Akhirnya, Lelaki ini mengangguk sembari tersenyum kaku.

“Lain kali hati-hati. Sayangi nyawamu sendiri. Manusia tidak seperti kuncing yang mempunyai nyawa sembilan. Jadi, jaga dirimu!”

“Iya, Bu. Maafkan saya, tadi saya takut terlambat.”

Liana mengangguk saja, kemudian mengedarkan pandangan kembali pada karyawan yang lain.

“Oke, baiklah. Kalian boleh kembali bekerja lagi. Saya permisi.”

Wanita dengan postur tubuh perfeksionis itu melangkah menuju ruangan yang sudah tersedia. Sekretaris Pak Arya juga yang bernama Supto mengikuti dari belakang.

Yang lain sudah kembali ke meja mereka masing-masing, sedangkan Dimas masih mematung di tempat. Ia masih memikirkan Iliana yang lupa padanya. Gadis itu benar-benar tak ingat atau hanya berpura-pura untuk menjaga image?

“Lo belum jawab pertanyaan gue. Lo kenal sama keponakan Bos kita?” Satria mengulang pertanyaannya.

Dimas yang sudah tersadar sejak mendengar suara Satria, menoleh dan menatap lelaki itu.

“Nggak. Tadi cuma hampir ditabrak saja sama mobil Bu Liana.”

“Serius cuma itu?”

“Iya, memang apa lagi?” Dimas melangkah menuju meja kerjanya. Ia sengaja segera menjauh dari Satria. Sebelum pria kepo itu melontarkan pertanyaan yang lebih tidak bisa Dimas jawab.

Dimas baru tahu kalau Liana adalah keponakan Pak Arya. Memang Pak Arya adalah laki-laki yang hidup sendiri. Beliau tidak mempunyai anak dan sang istri sudah meninggal sejak 7 tahun yang lalu. Pak Arya yang menginjak umur 50 tahunan itu tidak berniat untuk menikah lagi. Pria itu sangat mencintai almarhum istrinya. Walau sang istri tidak bisa memberikan keturunan, tetapi mengapa harus keponakannya yang bernama Liana diutus untuk mengelola perusahan ini?

Sungguh ini jadi beban tersendiri untuk Dimas. Pasalnya, Dimas putus dengan Liana sangat meninggalkan kesan yang buruk. Sekarang harus bertatap muka lagi setelah bertahun-tahun berpisah dan hilang kontak.

Apa sebenarnya yang sedang sang pencipta alam semesta ini atur untuk Dimas? Mengapa dia dipertemukan dengan masa lalunya? Semua masih rahasia, Dimas harus menjalani semuanya jika ingin tahu.

...***...

A/N

Hai kawan! kita bertemu lagi di cerita baru. Bagaimana dengan bab pertama? tambah penasaran untuk ke bab berikutnya?

Sebelum aku lanjut tolong support cerita ini, simpan di rak buku kalian, like, vote, komen, dan rate 5 Mantan jadi Manten. Terima Kasih.

Terpopuler

Comments

sri susanti

sri susanti

aq baru baca,, semoga critanya bagus

2022-10-09

0

teti kurniawati

teti kurniawati

nyesek banget. mantan yg lupain kita.
mampir ya di novel aku "Cinta berakhir di lampu merah."

2022-09-18

0

Nur Ain

Nur Ain

nama jugak donia Dimas...pasti jumpa lah

2021-11-20

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!