Satu-persatu karyawan yang tadinya berkerumun di depan pintu ruangan Iliana kini membubarkan diri. Hampir seluruh dari mereka tidak percaya Dimas bisa melakukan itu pada bosnya sendiri.
“Gue sudah berfirasat dari awal kalau Dimas memang kenal dengan Bu Liana,” ujar Satria berbicara sendiri sembari berjalan bersama Vita untuk kembali ke meja mereka.
Sedangkan Vita, gadis ini hanya diam dan masih tidak menyangka. Pantas kemarin dia melihat Dimas memeluk Iliana. Ternyata dugaannya benar, kalau kedua orang itu memiliki hubungan. Selama ini Vita menyimpan perasaan ke Dimas hanya sia-sia saja.
Ada rasa syukur yang Vita panjatkan karena buka dirinya yang menjadi korban kekhilafan Dimas. Namun, di sisi lain, dia juga merasa sakit hati, cinta Dimas malah berlabuh ke Liana bukan dirinya.
“Vit, lo kenapa?” tanya Satria yang berhasil membuyarkan lamunan Vita.
Gadis itu menggelengkan kepala dan berusaha tersenyum. Walau sebenarnya hatinya sedang retak.
“Ayo cepat, kembali berkerja!” Vita melangkah lebih cepat ke mejanya.
Satria tidak merasa curiga atas perubahan sikap gebetannya itu. Pria ini mengiyakan ucapan Vita dan melangkah ke meja kerjanya juga.
Diruangan yang kini tertutup dan hanya ada tiga orang di dalamnya. Dimas sedang berupaya meluruskan semuanya.
“Saya benar nggak melakukannya, Pak.” Lelaki ini menoleh pada Liana dari tadi masih menangis sembari menundukkan kepala, “Bu, bantu saya jelaskan. Bukan saya ‘kan yang melakukan itu? Saya minta lebih baik Ibu jujur.”
“Kamu jangan banyak berkilah Dimas!” lagi, Arya membentak Karyawannya, “jangan kamu mengancam-ancam keponakan saya karena nggak mau bertanggung jawab!”
“Saya bukan nggak mau bertanggung jawab, Pak. Masalahnya, itu bukan anak saya. Saya nggak pernah melakukan itu sama siapapun termasuk Iliana.”
“Dimas...” Liana membuka suara walau masih tetap menangis, “aku tahu ini berat untuk kamu, tapi nasi sudah menjadi bubur. Ini perbuatan kita dan kita harus menyelesaikan ini. Waktu itu kamu bilang akan mempertanggung jawabkan semuanya bila terjadi apa-apa sama aku. Sekarang, aku mengadung anakmu.”
Dimas sampai tidak percaya Iliana pintar sekali bersandiwa di depan Arya.
“Sebenarnya ini ada apa? Mengapa Liana mengakui itu anak gue?” tanya pria itu dengan membatin.
“Aku tahu kamu nggak ingin reputasi pekerjaanmu hancur bukan? Tapi ini semua sudah terjadi. Anakmu sudah ada dalam diriku.”
“Saya nggak mau tahu, kalian harus menikah secepatnya!” potong Arya tiba-tiba, “saya malu sama orang-orang atas kelakuan kalian. Sekarang karyawan kantor ini sudah tahu semuanya. Bagaimana kalau berita ini sampai menyebar keluar?”
“Maafkan Liana, Om.” Liana menundukkan kepala dan sesekali menghapus air mata dengan tisu yang dia genggam.
“Saya nggak mau tahu Dimas. Malam ini saya akan ke rumahmu. Membicarakan masalah ini dengan orang tuamu. Pernikahan kalian akan segera berlangsung.”
“Tapi Pak, saya nggak melakukannya,” ucap Dimas yang masih berusaha membela diri.
“Kamu mau berbicara apa pun saya nggak percaya. Saya lebih percaya pada keponakan saya. Jelas-jelas dia sedang hamil.” Arya berdiri, “sudah, saya ingin memperingati yang lain agar kelakuan buruk kalian nggak tersebar keluar dari kantor ini.”
Arya memperbaiki posisi jasnya, kemudian berjalan keluar dari ruangan CEO. Setelah tinggal berdua di dalam ruangan ber-Ac itu, Dimas menatap Liana tajam. Menuntut penjelasan atas semua tuduhan.
“Makasud kamu apa menuduh aku seperti itu? Kamu juga tahu sendiri ‘kan itu bukan anakku.”
Iliana mengangkat kepalanya, memberanikan diri menatap kedua mata Dimas. Tidak malam dia menunduk lagi. Bahunya bergetar pertanda kalau wanita itu menangis lagi.
“Maafkan saya, Dim. Saya nggak tahu harus berbuat apa lagi. Om Arya begitu marah tadi. Ketika kamu masuk otak saya langsung berpikir untuk menunjukmu saja. Saya nggak punya pilihan, Dim.”
“Harusnya kamu berpikir saat mengatakan semuanya. Sekarang aku harus bertanggung jawab dengan apa yang nggak aku lakuin. Aku kecewa sama kamu, Liana! Kamu bisa-bisanya melakukan itu dengan lelaki yang belum menjadi suamimu.”
Liana menangis keras, “Alan memaksaku. Dia bilang akan bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa denganku. Aku juga nggak tahu saat itu gampang sekali mempercayai dia.”
“Sekarang ke mana lelaki itu? Mengapa bukan dia yang menikahimu?”
Wanita ini mengangkat wajahnya. Eyeliner yang digunakannya sampai sudah luntur karena air mata.
“Alan pergi keluar negeri. Dia bilang dapat kerjaan di sana, tapi aku sudah mengabarinya. Handphone-nya dari dua hari yang lalu tidak aktif sama sekali. Semenjak pergi nomor Alan memang sudah susah dihubungi. Saya nggak tahu harus apa lagi, Dim. Tadinya, saya ingin mengugurkan saja janin ini, tapi Om Arya terlanjur mengetahui ini lebih dulu. Saya merasa menyesal sudah membuat Om Arya kecewa.”
Seluruh tubuh Dimas terasa melemas mendengar cerita menyedihkan dari mantan keasihnya itu. Dalam hati kecilnya, Dimas memang mengharapkan bisa merajut kasih lagi dengan Iliana karena sesungguhnya perasaan kecewa dan marah dahulu lebih kecil dari pada perasaan cinta dan sayang Dimas pada Liana. Namun, bukan dengan cara ini juga yang Dimas mau.
Liana turun dari sofa dan berlutut di depan Dimas. Kedua tangan dia letakkan di lutut lelaki itu. Tidak lupa kepala dia tundukan.
“Dimas, saya mohon bantu saya. Saya nggak tahu harus meminta tolong sama siapa lagi. Saya tahu kalau saya nggak pantas meminta bantuanmu karena saya sudah menyakiti hatimu dulu, tapi saya benar-benar menyesal Dimas,” ujar Liana memohon sepenuh hati.
Melihat wanita yang dulu dia cintai merendahkan dirinya seperti ini, Dimas jadi tidak tega pula. Walau memang belum menyukai siapa pun, tetapi Dimas tidak bisa menikah dengan cara begini. Winda pasti akan sangat marah mengetahui kalau anaknya menghamili anak gadis orang.
“Maaf Liana, aku nggak bisa membantumu. Kamu harus selesaikan masalah ini sendiri.” Liana mendongak karena terkejut, “nggak baik kalau kamu menyeret orang yang nggak tahu apa-apa ke masalahmu.”
“Kamu perlu timbal balik, Dimas? Aku akan memberikannya. Gajiku di sini besar. Aku akan memberikan semua gajiku. Asal kamu mau menolongku. Aku juga yakin Om Arya nggak masalah kalau jabatanku nanti kamu yang pegang. Kamu bisa memimpin di sini.”
“Aku nggak butuh uangmu, tapi aku cuma nggak mau keluargaku kecewa atas apa yang nggak aku lakukan. Lebih baik kamu jujur ke Pak Arya.”
Dimas bangkit, kemudian melangkah keluar meninggalkan Liana yang masih duduk di lantai.
“Dimas! Dimas!”
Wanita itu berteriak histeris sembari menangis. Ia bangkit dan menepis kuat vas bunga yang ada di meja hingga hancur berkeping-keping di Lantai.
...***...
A/N
...Terima kasih sudah membaca 💕 jangan lupa tinggalkan jejak....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Inces
Kasihan keduanya '-' Dimas dan jyga Liana'-'
diterima, kasihan dimas nanti mamanya bakal kecewa berat '-'
gak diterima. Kasihan liana juga atuh 😭
2021-01-21
0