Pagi ini cukup berbeda dari pagi biasanya untuk Dimas. Hari ini Winda tidak memasakan sarapan untuknya. Mungkin, wanita itu masih marah.
Jangankan memasak, Winda tidak keluar dari kamar sampai Dimas pergi bekerja. Dimas merasa berdosa sudah membuat ibunya itu menetaskan air mata.
Dengan langkah lunglai lelaki itu memasuki gedung perkantoran. Namun, tiba-tiba sesorang menarik tangannya keluar dari kantor.
Dimas pasrah mengikuti mau dari perempuan yang membawanya ke taman itu.
“Maaf, saya harus bawa kamu ke sini dulu,” ucap Iliana dengan ekspresi tidak enaknya.
“Mau apa lagi? Bukankah sekarang permasalahanmu itu sudah selesai? Gara-gara kamu yang nggak mau jujur, Mama aku jadi kecewa berat sama anaknya. Padahal anaknya nggak melakukan semua itu.”
Iliana menunduk sebentar. Mengambil napas yang panjang, lalu menatap Dimas serius.
“Permasalah kita belum selesai. Semua masih panjang. Pernikahan belum dilaksanakan, tetapi saya mau minta banyak terima kasih sama kamu.” Dimas melebarkan mata saat tiba-tiba Liana berlutut di depan kakinya, “terima kasih Dimas, berkat kamu masa depan saya terselamatkan. Tadinya, saya ingin menggugurkan saja anak ini. Saya nggak sanggup melihat marahnya Om Arya. Dan saya juga nggak mau anak ini tumbuh tampa ayah karena Alan yang menghilang dan tidak bertanggung jawab.”
“Jangan begini, Liana! Ayo bangun!” Dimas memegang kedua lengan Liana dan membantunya untuk berdiri, “saya kecewa sih. Kamu bisa-bisanya berbuat sejauh ini, tapi di sini nggak ada yang percaya padaku.”
Liana masih menundukkan kepala, “maafkan saya, Dim. Saya telah merusak impianmu. Pasti kamu ingin menikah dengan wanita yang lebih baik dari saya, tapi saya menghancurkan itu. Saya nggak punya pilihan lain.”
“Impian saya bisa menjalin hubungan lagi denganmu saat pertama kali kita bertemu kembali. Kalau bisa memang sampai menikah.” Karena terkejut Iliana mendongakkan kepalanya, “tapi bukan begini cara yang saya mau.”
“Saya pikir karena dulu saya begitu jahat. Kamu sudah nggak mau mengenal saya.”
Dimas menggelengkan kepala, “Marah yang dulu sudah lama aku lupakan. Perasaan susah untuk dibohongi, Liana.”
Mata Iliana berkaca-kaca, “Kamu baik sekali.”
Dimas tersenyum tipis saja.
...***...
Adira malam-malam berkunjung ke rumah orang tuanya besama Abrisam. Ini karena tadi sore sang Mama mengejutkannya dengan berita bahwa Dimas akan segera menikah.
Wanita dua anak ini tidak kalah terkejutnya dengan Winda yang mengetahui ketika Dimas menghamili anak orang. Karena pasalnya, Dimaa yang Adira kenal selama ini adalah lelaki yang sangat menghormati perempuan.
“Mama yakin perempuan itu hamil sama Kak Dimas. Bagaimana kalau itu bukan anak Kak Dimas?”
“Mama dengan jelas melihat foto perempuan itu ada di laptop kakakmu. Mereka kenal sejak SMA.”
Baru saja akan melangkah keluar dari kamarnya, Dimas mengurungkan niatnya itu. Dia mengintip Adira, Abrisam, dan Winda yang tengah berbincang di ruang tamu.
Ternyata Adira melihat sosok kakaknya yang sedang menatap ke arah tempat dirinya duduk.
Dira menyelesaikan obrolan bersama Winda. Ia memneri kode pada Sam untuk menjaga kedua anaknya dulu.
“Sebentar ya, Ma. Adira ke belakang dulu.” Winda menggangguki saat anaknya pamit pergi.
Dimas buru-buru menutup pintu kamar ketika melihat adiknya melangkah ke arahnya. Ia naik ke tempat tidur dan menutupi tubuh dengan selimut.
Adira memperhatikan sekitar terlebih dahulu, kemudian masuk ke dalam kamar Dimas.
“Kakak, lo jangan pura-pura tidur. Gue tahu lo tadi mengintip, bangun! Ada yang mau gue omongin.”
Pria yang sedang berbaring di kasur itu membuka selimut yang menutupi wajahnya. Ia menatap Adira, lalu lekas bangkit dan duduk bersandar ke kepala ranjang.
“Benar lo menghamili anak orang?” Adira duduk di tepi ranjang, “mama sudah cerita semuanya. Gue nggak pernah tahu lo punya pacar. Kenapa lo nggak pernah cerita sama gue?”
Dimas tertegun. Ia berpikir sejenak, apakah Adira juga tidak percaya kalau Dimas ceritakan? Namun, apabila Dira percaya bagaimana nasib Iliana? Sekarang Dimas merasakan bagai buah simala kama.
Ia juga tidak tega kalau Liana akan menghadapi semuanya sendiri. Bagaimanapun Dimas sayang wanita itu.
“Kak, kenapa lo malah diam?”
Adira mengejutkan pria yang melamun di hadapannya.
“Semua yang lo dengar benar. Gue memang menyembunyikan hubungan gue dengan perempuan itu selama ini.”
Betapa terkejutnya Adira saat mendengar pengakuan itu datang langsung dari Dimas dan dia juga sekatika kecewa berat pada sang Kakak. Selama ini Dimas adalah Kakak terbaik yang Adira banggakan.
“Lo bohong ‘kan?” Adira meremas celana Dimas, “ayo bilang kalau lo bohong sama gue. Lo bukan laki-laki seperti itu.”
Mata Adira sudah berkaca-kaca dan untuk detik berikutnya, air bening itu sudah membasahi pipi ibu muda ini. Dimas mendekat dan memeluk sang adik.
“Kenapa? Kenapa lo bikin gue dan Mama kecewa? Kenapa lo nggak bilang saja sudah punya kekasih? Kami pasti setuju untuk kalian menikah nggak perlu sampai dia hamil dulu.”
“Maafkan gue, Dek. Gue tahu bagi Mama dan lo berat banget dengar berita ini, tapi ini kenyataannya. Semua sudah terjadi.”
...***...
Siang ini Dimas dan Liana sudah ada di sebuah butik. Mereka sedang mencoba beberapa busana yang kemungkinan akan dijadikan pakaian di hari pernikahan.
Sebenarnya, keduanya hanya terpaksa menuruti keinginan Arya. Pria tua itu mau pernikahan Liana tetap normal seperti pernikahan kebanyakan. Ia juga akan menggelar pesta dengan meriah.
Dimas terlihat sedang mencoba sebuah jas berwarna hitam lengkap dengan dasi kupu-kupunya.
“Kamu terlihat gagah Dimas.” Arya menepuk-nepuk bahu lelaki itu.
Dimas tersenyum malu, “Terima kasih, Pak.”
“Jangan panggil Bapak. Kamu ini ‘kan bukan karyawan saya lagi, kamu akan jadi menantu saya. Panggil saja Om seperti Liana.” Arya menoleh pada Liana yang masih memakai baju setelan biasa, “iya bukan Liana?”
Wanita itu mengangguk dengan senyum tipis. Tidak tampak kebahagian dirawut wajah wanita karier ini. Dimas pikir setelah ada yang bertanggup jawab, Liana akan senang dan bebannya berkurang. Mengapa seperti masih ada yang dipikirkan?
“Permisi, Nona Liana mari kita coba gaunnya!” belum sempat Dimas akan bertanya, Liana sudah masuk ke ruang ganti bersama pelayan toko.
Di dalam ruang petak kecil itu Liana menyelesaikan mengganti pakaian dengan gaun pengantinnya, setelah menyelesaikan memasang resleting pelayan perempuan itu keluar lebih dupu.
Liana menatap pantulan dirinya dari kaca besar di depan. Air mata meluncur saja dari mata sebelah kanannya.
“Alan, di hati kecilku, sebenarnya, aku ingin menikah denganmu.” Liana memegang perut yang datar, “aku ingin anak ini tumbuh dengan ayahnya sendiri, bukan pria lain yang dianggap sebagai ayah kandung. Apa nggak pernah terpikir olehmu di sana?”
Liana bergumam sendirian dan melupakan kalau dirinya sudah ditunggu oleh Arya dan Dimas di luar.
...***...
A/N
...Maaf kawan lama, mager aku lagi kumat 😭 makasih ya sudah mampir untuk baca. jangan lupa tinggalkan komen, like, vote, favoritkan kalau belum, terus rate bintang ⭐⭐⭐⭐⭐ ...
...biar aku makin semangat lanjutnya. sampai berjumpa di bab berikutnya. see you, bye bye......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Inces
Alan sampai balik balik mau ajak liana balikan. Bah tak hantam kamu lan ~
2021-01-25
0
🌼🌈𝔇𝔢𝔰𝔦𝔦 𝔏𝔲𝔱𝔳𝔦🌈🌼
Liana nih gatau terimakasih banget sih, untung Dimas mau nikahin dia, eh malah masih berharap ke Alan
2021-01-25
1