Setelah tampak ragu-ragu Dimas meneguhkan hati membuka pintu ruangan Liana.
“Permisi, Bu! Kata Pak Supto, Ibu memanggil saya.”
Kursi dengan roda tiga itu berputar, menunjukkan wajah cantik dan mulus milik Iliana. Sekarang mereka saling bertatapan. Namun, Liana masih bersikap biasa saja dengan ekspresinya yang datar.
“Nggak nyangka ya kita bisa bertemu lagi.”
Dahi Dimas berkerut mendengar penuturan itu. Lelaki ini berpikir Liana memang lupa padanya, ternyata diluar dugaan. Dia masih sangat mengenali Dimas.
“Kamu masih ingat sama aku?”
Liana menyunggingkan sedikit sudut bibirnya. Terdengar dengusan kecil dari sana.
“Saya ‘kan belum tua. Daya ingat saya masih tajam.”
“Aku pikir kemarin kamu memang lupa denganku. Syukur, kalau masih diingat. Sudah lama kita nggak bertemu. Sekarang kamu jadi bosku.”
“Langsung saja saya nggak mau basa-basi. Jadi, saya memanggil kamu untuk membicarakan hal penting. Mulai saat ini kita saling menganggap kalau kita baru bertemu dan nggak kenal sama sekali. Kamu harus setuju itu!”
Perkataan sang mantan membuat kerutan di dahi Dimas makin banyak. Semakin membingungkan sifat Iliana.
“Kenapa?”
“Saya ingin kita melupakan semuanya. Kenangan buruk itu nggak perlu kamu ingat.”
“Nggak perlu dilupakan aku sudah ikhlas semuanya.” Dimas menghela napas berat, “dulu itu sangat mengecewakan bahkan membuat hati ini sakit, tapi saat kita bertemu lagi, aku sudah benar-benar memaafkanmu.”
“Kamu nggak ada dendam sama saya?” Kali ini Liana yang dibuat terheran-heran oleh sikap Dimas.
“Dulu aku sangat marah padamu. Semakin dewasa aku belajar semua luka yang tuhan beri adalah caranya mendewasakanku. Kamu nggak perlu khawatir lagi soal itu.” Dimas tersenyum diakhir kalimatnya.
“Tetap saja saya nggak mau orang lain tahu masalah kita di masa lalu. Kamu harus berjanji nggak akan menyebarkan itu!”
“Tenang saja selama ini juga aku tidak bercerita pada siapa pun. Cuma kita yang tahu.”
Iliana belum percaya sepenuhnya akan ucapan lelaki yang berdiri di depan meja kerjanya itu. Apa iya Dimas telah memaafkan semua kesalahan Liana di masa lalu? Padahal saat kejadian itu Dimas yang dikenal lembut dan humoris, sempat mengamuk bahkan memukuli laki-laki yang bersama Liana ketika itu.
Namun, Liana yang berpacaran selama 6 bulan bersama Dimas sangat mengenal baik pria ini. Dimas sosok penyayang dan sabar. Dia juga sangat baik, bisa saja dia memang benar-benar sudah memaafkan.
“Ada yang masih mau omongin, Bu?”
Pertanyaan Dimas menyadarkan Liana dari lamunan. Wanita berambut panjang sepunggung itu menggeleng.
“Nggak, silakan kamu boleh pergi. Lanjutkan pekerjaanmu!”
“Baiklah.” Dimas tersenyum tipis, “saya permisi.” Pria ini melangkahkan sepasang kakinya keluar dari ruangan sang mantan.
Liana memperhatikan pintu yang kembali tertutup rapat, “Semoga saja Dimas benar-benar memaafkan saya.”
Wanita ini tertegun dengan menutup wajah menggunakan sebelah tangan dan memejamkan matanya. Kisah masalah lalunya dan Dimas seperti terputar balik saat dia dan lelaki itu bertemu lagi setelah sekian lama.
Liana sangat menyesali perbuatannya. Dimas, laki-laki baik tak pantas kalau dirinya membalas dengan penghiatan.
“Maafkan saya, Dim.”
...***...
Kalau jam istirahat yang ramai pasti kantin kantor yang ada di lantai dasar sebelah kanan. Terkadang sangking ramai sampai tidak kebagian kursi.
Maka itu sekarang Dimas ada di warung bakso yang mangkal di seberang kantornya. Dia tidak sendiri, tetapi juga bersama Satria dan Vita. Mereka sangat menikmati seporsi bakso seharga dua puluh ribu itu.
“Tadi pagi lo dipanggil Bu Bos karena apa? Kok lo nggak ada cerita-cerita ke gue?” Pertanyaan Satria membuat gerakan rahang Dimas memelan.
Dimas melirik Satria sekilas. Vita yang duduk di sebelah Satria memperhatikan kedua pria itu.
“Cuma bahas laporan yang gue buat kemarin.” Pria dengan tatanan rambut belah tengah ini menjawab tanpa melihat lawan bicaranya.
Satria jadi berusaha mengingat-ingat, “Memang kemarin lo setor laporan? Kayaknya nggak ada.”
Dimas dengan cepat mendongakkan kepala, “Ada kok. Mungkin saat itu lo nggak merhatiin gue ke ruangan Bu Liana.”
Vita yang dari tadi diam kini mengeluarkan suaranya, “Mencurigakan.”
Lelaki itu sempat gugup saat Vita menatap dengan mata disipitkan. Seketikan Satria menyambar.
“Bener mencurigakan.” Keduanya mendekatkan wajah ke depan Dimas, “lo menyembunyikan sesuatu ya?” tanya Satria lagi.
Dimas memundurkan kepala, “Apaan sih kalian. Masalah ini doang pakai sekepo itu. Sudah cepat habiskan makanannya kita masih banyak pekerjaan!”
Satria dan Vita menarik tubuh mereka kembali. Keduanya melanjutkan makanan.
“Soalnya, lo ditanya gitu saja sudah kelihat gugup. Iya nggak, Vit?” Satria menoleh ke arah Vita dan gadis dikuncir itu, mengangguk.
“Nggak ada apa-apa. Cuma bahas laporan.”
Dimas masih saja mengelak dari keingintahuan teman-temannya. Dia harus pura-pura baru kenal dengan Iliana sesuai dengan mau gadis itu dari pada nanti pekerjaannya yang terancam.
...***...
“Lo simpan sertifikat rumah di mana?”
Baru saja pulang dari kantor Iliana ditodong oleh seorang perempuan yang kira-kira berumur 40 tahunan.
“Untuk apa?” Gadis ini mengibaskan tangan di depan wajah. Sungguh mengganggu asap rokok yang wanita itu hisap.
“Sudah nggak usah banyak tanya. Gue sama suami gue butuh itu.”
“Surat rumah nggak boleh dikutak-atik,” ucap Iliana berjalan masuk ke rumah yang cukup besar ini.
Wanita yang berpenampilan sedikit urakan ini memutar tubuh mengikuti langkah Iliana.
“Heh! Lo nggak tahu diri ya. Dari kecil siapa yang ngerawat lo?” wanita itu berteriak kencang, lalu menepuk dadanya, “gue. Gue yang ngebesarin lo. Kakak lo ini! Gue cuma minta surat rumah saja lo nggak kasih.”
Iliana tidak memedulikannya. Gadis itu terus melangkah menuju kamar. Ia lekas memasuki kamar dengan cat pink soft itu. Gadis ini tutup pintu rapat-rapat dan meneteskan air matanya sembari bersandar di pintu coklat itu.
“Kamu harus kuat, Na!” ujarnya sembari mengusap air mata yang membasahi pipi.
Iliana berusaha bersikap seperti biasa kembali. Berjalan mendekati meja rias sekaligus meja kerjanya. Ia meletakkan tas di atas sana. Ketika melihat foto keluarga terpampang di atas meja. Air mata itu tidak bisa Iliana bendung lagi. Dia menjatuhkan tubuh duduk di sebuah kursi dengan menangis tersedu-sedu.
Gadis dengan mata beriris hitam ini sudah bertahan lama dari sikap sang kakak. Berat hidup yang Iliana jalani selama ditinggal kedua orang tuanya.
Hanya Om Arya dan Istrinya yang perhatian ke Iliana dan kakaknya. Namun, sejak Tante Gita meninggal dunia, lagi, Iliana kehilang sosok Ibu.
“Lihat saja Liana sertifikat itu bakal gue temui sendiri!” teriakan Poppy menggelegar sampai ke kamar Iliana.
Dengan cepat Liana mengeluarkan sertifikat dari laci. Ia akan menyembunyikan di tempat lain. Rumah ini tidak boleh dijual karena terlalu banyak kenangannya.
...***...
A/N
...Terima kasih sudah membaca 💕 jangan lupa terus di support^^...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Natha
Bercerita tentang kenangan cinta 💖💖💖
Ceritanya mungkin begitu singkat
Namun yakinlah..
Kenangan akan cinta itu begitu mengikat.🌹🌹
by.Me🤣
2021-06-05
1
Bibit Iriati
sepertinya menarik
2021-02-08
1
Nia Kurota Ayu N
next thor crtny menarij
2021-01-05
1