Bukan Salahmu

“Lepas!” Poppy menarik tangan yang digenggam sang adik.

“Kenapa Kakak menggadaikan rumah kita? Kenapa Kakak ninggalin Liana sendirian?”

Dengan tarikan kuat Poppy berhasil melepaskan genggaman Liana di pergelangannya.

“Anggap saja ini bayaran utang lo selama lo hidup!”

“Maksudnya?”

Poppy tertawa meremehkan, “Lo nggak sadar? Mama meninggal itu gara-gara lo. Kenapa lo harus terlahir ke dunia ini? Dan nggak lama Mama pergi, Papa juga menyusulnya. Gue? Gue yang harus membesarkan lo dan besar tanpa kedua orang tua. Lo itu beban hidup gue. Rumah itu saja nggak cukup membayar semua yang gue lalui selama ini Liana!”

Mendengar Poppy marah bahkan sampai membentak itu sudah sangat biasa bagi Liana. Namun, kata-kata yang bisa dibilang kasar itu baru pertama kali Poppy lontarkan. Tega sekali dia kepada saudara kandungnya sendiri.

“Kita hurus hidup masing-masing sekarang. Lo nggak usah cari-cari gue!”

Setelah itu Poppy melanjutkan langkahnya untuk pergi. Iliana terdiam sembari memperhatikan punggung sang Kakak yang terus menjauh hingga kedua matanya tidak dapat menangkap sosok Poppy lagi.

Liana mengerjapkan mata dengan deras air mata, lantas membasahi pipi hampir tidak ditumbuhi jerawat.

...***...

Vespa biru milik Dimas memasuki parkiran. Lelaki ini mematikan mesin kendaraannya setelah terparkir sempurna.

Seorang wanita yang dia bonceng di jok belakang turun lebih dulu. Ia melepaskan helm dan meletakkannya di atas jok.

“Terima kasih, Dim. Hari ini lo bekerja dengan baik,” ujar Vita disertain senyuman.

“Sama-sama, Vit.” Dimas turun dan membenarkan letak helm-helm miliknya, “lo juga kerjanya bagus. Kita jadi dapet client baru.”

Vita mengangguk, “Gue masuk duluan ya. Bakal kasih laporan ke manager.”

“Iya, nanti gue nyusul.”

Gadis bernama lengkap Pevita ini berjalan masuk menuju gedung kantor. Dimas mencabut kunci motor, kemudian menyusul juga untuk masuk ke kantornya kembali. Namun, ketika hampir sampai langkah Dimas terhenti.

Lelaki ini diam sebentar untuk memastikan apa yang barusan dia dengar.

“Ada yang menangis?” Dimas memperhatikan sekitarnya, “tapi nggak ada wujudnya gini. Masa iya ada Mbak K siang bolong.”

Tangisan itu semakin tersedu-sedu. Karena rasa penasaran, Dimas memutuskan untuk berjalan ke arah lain. Ia mendekati sumber suara tangisan itu.

Ada seorang wanita di balik pohon sedang duduk menangis. Dimas mencoba mendekatinya. Dari samping pria ini sudah mengenali kalau itu adalah Liana.

Dia heran mengapa Liana menangis di taman sendirian. Dimas perlahan duduk, lalu mengulurkan sapu tangan miliknya. Hal ini membuat Liana beraksi menoleh padanya. Seketika wanita itu berhenti menangis.

“Boleh dipakai buat hapus air matanya.”

Liana menunjukkan bungkus tisu yang dia pegang, “Saya sudah punya. Lagi apa kamu di sini?”

Dimas kembali menarik tangan dan menyimpan sapu tangan itu.

“Harusnya saya yang bertanya dengan Ibu. Ibu kenapa menangis? Ada masalah?”

Wanita rambut panjang digerai ini menatap ke depan sembari mengusap pipi yang basah.

“Walau saya ada masalah itu bukan urusan kamu. Lebih baik kamu pergi dari sini! Saya sedang ingin sendirian.”

Dimas membenarkan posisi duduk dan ikut menatap lurus ke depan, “Aku tahu, aku bukan lagi siapa-siapa di hidupmu. Cuma sebatas karyawan dan atasan saja, tapi aku masih bisa kamu jadikan tempat curhat.”

Dimas menoleh ke sang mantan, “Rahasiamu dijamin aman.” Lelaki ini mengulas sebuah senyuman.

Liana menatap Dimas, kemudian dia menggeleng sembari membuang muka.

“Saya nggak perlu bercerita apa-apa, Dim.”

Pria ini bergeser hingga mengikis jaraknya dengan Liana, “Na, aku tahu kamu nggak akan menangis kalau masalahmu nggak berat. Ada apa? Siapa tahu aku bisa bantu.”

Tanpa diaba-aba air mata Liana jatuh begitu deras. Pertanyaan Dimas membuat hatinya luruh. Ia ingin sekali mencurahkan keluh kesahnya. Dia tidak sanggup juga kalau harus menampung semuanya.

Dengan perhatian, Dimas menarik Liana kepelukannya. Lelaki itu merasakan perasaan yang sama saat pertama kali berhasil memeluk Liana. Dimas juga tidak mengerti mengapa rasa kecewa dan marahnya mudah sekali runtuh. Apa karena perasaan yang dia miliki terlalu besar?

“Kak Poppy bilang kalau aku yang menyebabkan Mama meninggal dan begitu juga sama Papa. Kak Poppy menganggap aku ini bebannya, Dim.”

Dimas menepuk-nepuk punggung Liana agar bisa menenangkan wanita itu.

“Hidup dan mati itu sudah tuhan yang mengaturnya, Na. Ini bukan salahmu.”

“Kamu ‘kan tahu kalau Mama aku meninggal saat aku dilahirkan. Kak Poppy benar, aku penyebab semuanya.”

Dimas memegang kedua bahu Liana, lalu mendorong wanita itu untuk menjauh dari dadanya. Ia dengan tatapan tajam memperhatikan kedua mata Liana yang berair.

“Ini sudah takdir dan alur kehidupan yang harus kalian jalani. Jangan salahkan dirimu terus! yang dikatakan Kak Poppy semuanya nggak benar. Itu hanya ucapan orang yang kurang bersyukur. Coba kamu lihat positifnya dari orang-orang disekelilingmu Liana!”

Ingatan Liana dibawa ke Arya. Arya dan Istrinya yang sangat menyayangi Liana serta Poppy selama ini. Mereka pengganti orang tua kedua gadis kecil itu.

Dimas sedikit memiringkan kepala memperhatikan raut wajah Liana yang berubah.

“Pasti ada hal positif yang kamu dapat ‘kan selama ini. Hm, kalau nggak salah dulu kamu bercerita kalau diurus oleh Om dan Tante juga? Mereka sayang kamu ‘kan?”

Iris hitam Liana mengarah ke Dimas, kemudian dia mengangguk pelan.

“Itulah, nggak semuanya buruk. Kematian kedua orang tuamu bukan salahmu.” Dimas mengusap pipi Liana dengan kedua ibu jarinya, “jangan menangis lagi. Ayo, senyumnya mana?”

Bukannya mengikuti intruksi Dimas. Liana malah menepis kedua tangan pria itu. Ia menggeser duduk hingga ke paling ujung.

Sikap Liana yang berubah kembali dingin membuat Dimas mengerutkan dahinya.

“Kenapa?” tanya Dimas bingung.

Tidak sengaja wanita itu melihat seseorang berlari pergi sebelum jelas Liana menangkap sosok yang memergoki mereka.

Liana menatap Dimas lagi, “Saya sudah bilang kamu jangan terlalu dekat sama saya! anggap kita nggak saling kenal.”

Liana berlari meninggalkan Dimas yang masih terduduk di bangku taman. Dimas benar-benar tidak habis pikir, cepat sekali sikap wanita berubah-ubah.

...***...

Terima kasih sudah membaca sayang-sayangku 💕

Terpopuler

Comments

Bibit Iriati

Bibit Iriati

jgn2 Pevita naksir Dimas

2021-02-08

0

Lina Suwito

Lina Suwito

suka sm cerita ini..

2021-01-24

0

🌼🌈𝔇𝔢𝔰𝔦𝔦 𝔏𝔲𝔱𝔳𝔦🌈🌼

🌼🌈𝔇𝔢𝔰𝔦𝔦 𝔏𝔲𝔱𝔳𝔦🌈🌼

Wahh, kapan nih kak mereka nikah? udah ngga sabarrr

2021-01-16

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!