Bellinda baru saja membuka pintu apartemennya saat mendengar suara yang tidak asing dari dalam apartemen. Suara paman Owen yang tertawa terbahak ditimpa oleh suara Devan yang sepertinya sedang menceritakan hal lucu pada pria paruh baya tersebut.
"Paman? Kapan datang?" Sapa Bellinda yanag langsung duduk di sebelah sang paman.
"Baru sekitar lima belas menit yang lalu," jawab paman Owen santai.
"Paman akan berangkat ke luar kota besok pagi-pagi, jadi rencananya Paman ingin sekalian menginap di sini malam ini," imbuh paman Owen lagi yang membuat Bellinda lumayan terkejut.
Paman Owen akan menginap?
"Karena kau tahu sendiri, bandara kota dekat dari apartemenmu ini. Lagipula masih ada beberapa hal penting yang ingin Paman bicarakan dengan Devan," ujar paman Owen seakan sedang mengemukakan alasannya untuk menginap.
Bellinda mengangguk dan sedikit salah tingkah,
"Tentu saja Belle senang Paman menginap disini. Sudah lama juga Paman tidak berkunjung ke apartemen Belle," tukas Bellinda berusaha menutupi rasa terkejutnya.
Hanya ada dua kamar di apartemen ini. Dan jika paman Owen menginap, sudah bisa dipastikan kalau Bellinda akan berbagi ranjang malam ini bersama Devan.
Oh, Astaga!
"Oh, ya. Apa kalian berdua sudah makan?" Tanya Bellinda berbasa-basi.
"Paman sudah menyuruh salah satu karyawan resto untuk mengantar makanan ke sini. Kita akan makan malam bersama nanti," jawab paman Owen menjelaskan.
Bibir Bellinda langsung membulat membentuk huruf O. Dan sedetik kemudian, tedengar pintu depan dibuka dari luar. Theo masuk ke apartemen Bellinda membawa beberapa bungkusan di kedua tangannya.
"Sore semua!" Sapa Theo yang kembali menutup pintu dengan kakinya.
"Aku bertemu karyawan papa yang akan mengantarkan makanan kesini. Jadi aku ambil alih saja," ucap Theo lagi menjelaskan, padahal belum ada satupun yang bertanya.
"Kau baik sekali, Son!" Puji paman Owen menipiskan bibirnya.
Masih membawa bungkusan di kedua tangannya, Theo berjalan cepat melintasi ruang tamu dan ruang tengah. Tujuan pria itu sudah jelas langsung mengarah ke ruang makan. Bellinda segera beranjak dari duduknya dan mengikuti Theo masuk ke ruang makan.
Gadis itu membantu Theo menata makanan untuk makan malam. Sementara Devan dan paman Owen melanjutkan pembicaraan serius mereka yang sempat tertunda.
"Kenapa kau tidak mengatakan kepadaku kalau papamu akan menginap di sini?" Desis Bellinda yang sekuat tenaga menjaga nada suaranya agar tidak di dengar oleh Devan dan paman Owen.
"Aku bahkan baru tahu beberapa jam yang lalu, saat papa mengirimiku pesan dan menyuruhku datang ke sini," sanggah Theo cepat mencari pembenaran.
"Dan aku langsung mengirimkan pesan ke ponselmu," imbuh Theo lagi seakan tidak mau disalahkan.
Bellinda memutar bola mtanya,
"Aku belum membuka ponselku sedari tadi," geram Bellinda kesal. Bahkan Bellinda tidak ingat dirinya tadi meletakkan tas yang berisi ponsel itu dimana.
Theo hanya mengendikkan bahu dan lanjut memindahkan makanan ke dalam mangkuk.
"Jadi malam ini kau juga akan menginap di apartemenku?" Tanya Bellinda sekali lagi.
"Aku harus mengantar papa besok pagi. Jadi aku tidak punya pilihan," jawab Theo tersenyum licik.
"Bagus sekali, aku akan tidur di kelilingi tiga pria di apartemenku sendiri." Bellinda menggerutu sebal.
Dan Theo malah terkekeh.
"Kau akan berbagi ranjang dengan Devan malam ini?" Goda Theo menaik turunkan alisnya.
"Akan kusuruh Devan tidur di bawah," jawab Bellinda asal.
"Ouh! Jangan kejam begitu, Nona Bellinda! Devan akan masuk angin dan sudah pasti kau akan repot sendiri," ujar Theo dengan nada lebay.
"Kalau begitu, Devan akan tidur bersamamu di ruang tengah," sahut Bellinda berusaha mencari celah.
"Hanya ada satu sofa panjang di ruang tengah. Dan itu milikku malam ini. Lagipula, apa kata papa nanti jika tahu kalian tidak tidur satu kamar," Theo menahan tawanya sekali lagi agar tidak meledak.
Bellinda mendengus berulang kali.
"Hanya satu malam. Memangnya apa yang akan terjadi kalau kami tidur di ranjang yang sama selama satu malam?" Bellinda bergumam dan melontarkan pertanyaan pada Theo.
"Apa?" Theo terlihat begitu penasaran.
"Tidak ada!" Jawab Bellinda tegas.
Theo dan Bellinda sudah selesai menyiapkan hidangan makan malam.
"Kenapa bisa tidak ada? Apa kau akan tidur memakai sweater, kaos kaki, celana panjang, dan topi di kepalamu malam ini?" Tanya Theo masih tak mengerti.
"Idemu bagus! Aku akan memakai semua benda yang kau sebutkan barusan, agar tidak ada insiden atau skandal apapun malam ini," tukas Bellinda seraya tersenyum dan manggut-manggut.
Theo tak menyahut lagi dan segera memanggil Devan serta paman Owen untuk menyantap makan malam mereka.
Di menit selanjutnya, empat orang itu sudah duduk mengelilingi meja makan yang sebenarnya tidak terlalu besar. Mereka menikmati makan malam dengan suasana hangat penuh keakraban.
"Lusa Clarissa akan pulang, dia sudah menghubungimu, Bell?" Tanya Theo yang langsung membuat Bellinda menghentikan aktivitasnya sejenak.
"Belum," jawab Bellinda singkat sebelum kembali menyuapkan makanannya ke dalam mulut.
Tadi makanan ini rasanya enak, tapi kenapa sekarang terasa hambar?
"Pulanglah ke rumah selama Clara di sini, Bell! Agar gadis itu tidak kesepian dan kalian bisa kembali akur," nasehat paman Owen yang terdengar begitu mengayomi.
"Ini rumah Belle. Memangnya Belle harus pulang kemana lagi?" Sergah Bellinda sedikit meninggikan nada bicaranya.
Gadis itu sudah benar-benar kehilangan nafsu makan sekarang.
"Paman tahu, kau masih merasa berat tinggal dirumah besar itu. Tapi itu tetap rumahmu dan rumah Clara sampai kapanpun," ujar paman Owen yang tidak mengubah sedikitpun nada bicaranya.
Tetap terdengar lembut namun ada ketegasan di dalamnya.
Bellinda menghela nafas panjang,
"Baiklah! Belle akan pulang lusa dan menyambut kedatangan tuan putri itu. Paman senang sekarang?" Bellinda beranjak dari duduknya dan langsung meninggalkan ruang makan tanpa menghabiskan sisa makanan di piringnya.
Sepertinya nona direktur itu tengah marah.
Suasana di meja majan mendadak terasa canggung.
"Aku rasa kita membahasnya di waktu yang tidak tepat," gumam Theo merasa bersalah.
"Ini sudah tepat, Theo! Belle yang selalu bersikap kekanakan tapi gadis itu selalu saja mengkambinghitamkan Clara." Ucap paman Theo merasa geram.
Tidak ada lagi obrolan di antara ketiga pria itu setelahnya, mereka menghabiskan makanan dalam diam.
Setelah makan malam yang hambar itu usai, Devan dan Theo bergegas membereskan piring-piring dan peralatan lain.
"Seharusnya Bellinda membawa satu pelayan ke apartemen ini," gumam Theo yang sepertinya sedikit sebal karena harus membereskan sisa makan malam.
"Kau bisa istirahat jika lelah, Bung! Aku yang akan membereskan semuanya," ujar Devan memberi saran.
"Apa biasanya kau juga yang membereskan semuanya?" Tanya Theo curiga.
Devan mengendikkan bahu,
"Hanya terkadang. Setiap pagi masih ada ART yang datang untuk mengantar makanan dan membereskan apartemen ini," jawab Devan menjelaskan.
Theo bernafas lega. Syukurlah jika Bellinda masih mengijinkan pelayan-pelayan itu datang kesini. Tadinya Theo mengira jika Bellinda juga menjadikan Devan pembantu di apartemen ini setelah menikah.
Devan sudah mulai mencuci piring-piring bekas makan malam tadi. Pria itu melakukan semuanya dengan cekatan tanpa berucap sepatah katapun.
"Kau akan tidur di kamar Bellinda malam ini?" Theo mendekat ke arah Devan dan sedikit berbisik.
"Aku akan tidur di sofa ruang tengah," jawab Devan cepat.
"Itu tempatku. Kau akan tidur bersama istrimu malam ini. Jadi berjuanglah!" Devan menepuk punggung Devan dan sedikit terkekeh.
"Kau juga akan menginap?" Tanya Devan tak mengerti.
"Papa yang memintaku. Aku bisa apa memangnya?" Jawab Theo mencari alasan.
Devan mendesah pasrah. Semoga besok pagi Devan masih bisa keluar dari kamar nona direktur itu dengan selamat tanpa babak belur.
"Boleh aku bertanya sesuatu padamu, Theo?" Devan memilih untuk bertanya topik lain.
Satu pertanyaan yang beberapa hari belakangan terasa mengganjal di hati Devan.
"Tanya apa?" Jawab Theo santai.
"Kenapa kau begitu bersemangat melihat kedekatanku dengan Bellinda? Kau seperti..." Devan memutar-mutar tangannya seolah sedang mencari kosakata yang tepat.
Theo masih menyimak dengan seksama, menunggu Devan menyelesaikan kalimatnya.
"Maksudku, kau tahu sendiri pernikahan ini hanyalah diatas kontrak," Devan mengucapkan tiga kata terakhir nyaris tanpa suara, karena paman Owen masih duduk di ruang tengah.
Theo mengangguk seolah paham. Pria itu kembali mendekat ke arah Devan sebelum menjawab pertanyaan Devan.
"Karena aku berharap kau dan Bellinda bisa menjadi pasangan seutuhnya setelah kontrak ini selesai. Kalian pasangan yang serasi!" Theo berbisik seraya menepuk punggung Devan. Ada nada penuh harap dari cara Theo mengucapkannya.
Theo sudah berlalu dan menuju ruang tengah untuk menemani sang papa. Sedangkan Devan masih mematung di tempatnya, mencoba menelaah maksud Theo barusan.
.
.
.
Kok yang bucin duluan harus Devan sih, Thor?
Ya gimana ya? Nona Bellinda gengsian orangnya 😌
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini 👠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Ney Maniez
💪💪💪💪
2022-11-29
0
Eka 'aina
justru yg gengsian itu yg harusnya bucin duluan biar tau rasa Thor🤭😄😄😄
2022-05-26
0
Melina Saragih
thor devan ya brondong ya
2021-04-03
1