"Maafkan Riana Mas!" Ucap Riana di tengah isak tangisnya.
Tunggu! Ada apa ini?
"Riana, ada apa?" Tanya Devan bingung karrna mendadak Riana menelponnya sambil menangis. Ingin rasanya Devan berlari pulang sekarang dan mencai tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi pada Riana.
"Mas Devan jangan menghubungi Riana lagi mulai sekarang. Mas Devan jaga kesehatan, ya! Semoga mas Devan menjadi orang yang sukses suatu hari kelak."
"Tidak! Apa maksud kamu, Riana? Apa yang sudah terjadi?" Tanya Devan yang semakin bingung.
"Maafkan Riana, Mas!" Pungkas Riana sebelum telepon terputus.
"Halo, Riana! Riana!" Devan berulang kali menelepon ulang ke nomor Riana. Namun nomor sudah tidak aktif.
Devan ganti mengirim pesan pada Riana, tapi pesan Devan juga tak ada yang terkirim.
Ada apa ini?
Apa yang sudah terjadi pada Riana?
"Kau sedang apa disitu?" Tegur Berlinda yang kini bersedekap dan melotot tajam pada Devan yang masih berdiri di depan pintu masuk.
Devan terlonjak kaget saat mendapati Nona Bellinda yang sudah ada di dalam apartemen. Kapan nona direktur itu pulang?
"Kau sudah pulang, Bell?" Tanya Devan tergagap.
"Sudah sejak jam tiga sore tadi," jawab Bellinda seraya melihat arloji di tangannya.
"Kau sendiri? Habis menerima telepon dari siapa? Kenapa wajahmu seperti baru saja melihat hantu begitu?" Cecar Bellinda merasa penasaran.
"Dari Riana. Dia meneleponku sambil menangis. Namun saat kutanya ada apa dia malah menutup teleponnya," cerita Devan dengan nada frustasi.
Pria itu sudah duduk di sofa ruang tamu sekarang.
"Kekasihmu berkhianat!" Ucap Bellinda cepat menanggapi cerita Devan.
Terang saja, ucapan Bellinda barusan langsung membuat Devan melotot ke arah nona direktur tersebut.
"Jaga ucapanmu, Nona Bellinda! Riana bukan gadis seperti itu!" Sergah Devan merasa tidak terima.
"Coba aku tebak, pasti Riana tadi menangis meraung-raung saat meneleponmu, lalu gadis itu minta maaf, dan tiba-tiba memutuskan sambungan telepon. Dan saat kau mencoba untuk menghubunginya kembali, nomornya sudah tidak aktif." Bellinda memasang senyuman mengejek ke arah Devan.
Devan terkesiap tak percaya.
Bagaimana mungkin nona direktur ini bisa menebak kronologi kejadian dengan tepat? Apa Bellinda menguping? Atau nona direktur ini menyadap ponsel Devan?
"Jangan sok tahu!" Sergah Devan masih merasa tak terima.
Bellinda bersedekap dan masih tersenyum mengejek ke arah Devan.
"Kalau aku jadi dirimu, aku akan fokus saja pada pekerjaan dan melupakan Riana serta bapaknya yang matre itu," ujar Bellinda yang sudah akan berlalu dari hadapan Devan.
"Lagipula, bukankah kau masih punya kedua orangtua yang lengkap? Apa tidak sebaiknya kau membuat kedua orangtuamu bangga dan bahagia saja, ketimbang sibuk memikirkan calon istri dan calon mertua yang matre," imbuh Bellinda sekali lagi dengan nada pedas atau mungkin menyindir.
"Jatuh cinta boleh, tapi jangan jadi orang bodoh karena cinta, Dev!" Pungkas Bellinda sebelum benar-benar berlalu masuk ke kamarnya.
Devan termenung sejenak dan mencoba mencerna kata-kata dari Bellinda. Pria itu kembali meraih ponselnya dan menghubungi Riana sekali lagi.
Nomor tidak aktif.
Devan mengusap wajahnya dengan kasar berulang kali. Mendadak hati dan pikiran Devan menjadi tak karuan sekarang. Devan tidak tahu lagi harus mencari info kemana sekarang tentang Riana?
Devan tidak bisa lagi menghubungi pak Lukman maupun bu Devi karena biasanya, saat Devan ingin menghubungi kedua orangtuanya tersebut, Devan akan minta bantuan pada Riana.
Tapi sekarang Riana juga sudah tidak bisa dihubungi.
Aaaah!
Andai Devan tidak terikat kontrak dengan nona direktur sombong itu, mungkin sekarang Devan sudah pulang ke kampung halamannya dan mencari tahu.
****
Langit diluar gedung apartemen sudah berubah menjadi gelap. Bellinda keluar dari kamar karena merasa lapar. Devan masih duduk termenung di tempatnya semula.
Astaga!
Kenapa pria ini masih melamun seperti orang bodoh?
"Dev!" Tegur Bellinda yang sontak membuat pria itu terlonjak kaget.
"Apa kau baru saja tidur di sini?" Tanya Bellinda dengan raut wajah tak percaya.
"Aku hanya memejamkan mataku sejenak," jawab Devan mencari alasan.
"Kau punya kamar dengan tempat tidur nyaman di sana!" Bellinda menunjuk ke arah kamar Devan.
"Lalu kenapa kau malah tidur disini seperti orang bodoh?" Tanya Bellinda merasa geram.
"Sudah aku bilang aku hanya memejamkan mataku sejenak, Nona Bellinda. Aku tidak tidur!" Sanggah Devan yang masih berusaha membela diri.
Bellinda memutar bola matanya.
Gadis itu berjalan cepat melintasi ruang tengah dan segera menuju ke arah dapur.
Devan mengusap wajahnya sekali lagi sebelum beranjak dari duduknya dan melangkah menuju ke arah kamarnya
Devan mengintip sejenak ke arah Bellinda yang tengah berkutat di dapur. Sejujurnya Devan merasa penasaran dengan apa yang dilakukan nona direktur itu di dapur. Apa dia bisa memasak?
Devan mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar, dan memilih untuk menuju ke arah dapur. Devan ingin tahu, apa seorang nona Bellinda Halley benar-benar bisa memasak?
Devan terperangah tak percaya saat menyaksikan tangan nona Bellinda yang begitu cekatan memotong sayuran dan membolak-balik salmon di atas wajan. Sepertinya nona direktur itu tengah membuat salad.
"Kau bisa memasak?" Devan akhirnya tidak tahan untuk tidak bertanya.
"Aku bukan gadis manja yang tidak pernah turun ke dapur," jawab Bellinda ketus.
Nona direktur itu sudah selesai membuat semangkuk salad dan salmon panggang.
"Kau akan menghabiskannya sendiri?" Tanya Devan lagi seraya menunjuk ke arah mangkok salad yang lumayan besar tersebut.
"Apa kau sedang menungguku menawarimu makanan ini?" Sahut Bellinda sedikit menyindir.
Devan menggeleng,
"Mungkin aku juga akan langsung menolaknya, jikapun kau menawariku," jawab Devan menahan tawanya.
"Ya, ya, ya! Silahkan masak ikan asin dan sambel terasi favoritmu itu! Karena aku juga tidak tertarik dengan makanan kesukaanmu itu!" Sergah Bellinda merasa malas.
Nona direktur itu sudah mendaratkan bokongnya di kursi meja makan.
Devan keluar dari dapur dan tidak jadi memasak.
"Kau tidak makan?" Tanya Bellinda yang langsung membuat Devan menghentikan langkahnya.
"Aku mendadak merasa kenyang setelah melihat salad porsi besarmu itu," jawab Devan menatap ke arah Bellinda.
Sejujurnya Devan hanya masih memikirkan tentang Riana. Dan sekarang nafsu makan Devan sudah menguap pergi
Bellinda mendengus sebal.
"Jangan sok-sokan telat makan atau tidak nafsu makan. Karena jika kau sakit, itu akan sangat merepotkanku," gumam Bellinda yang cukup keras untuk bisa didengar oleh Devan.
"Kau istriku, Nona Bellinda. Jadi kalau aku sakit, kau harus merawatku," seloroh Devan menampilkan raut wajah pura-pura serius.
"Dalam mimpimu!" Sahut Bellinda cepat.
"Aku akan pura-pura tidak tahu jika kau sakit," ujar Bellinda lagi sebelum menyuapkan potongan sayuran itu ke dalam mulutnya.
"Aku akan mandi lalu tidur. Selamat malam, Nona Bellinda," pamit Devan melanjutkan langkahnya menuju ke kamar.
Bellinda tak menyahut dan memilih untuk lanjut menyantap makan malamnya.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini 👠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Ney Maniez
😲🙄🙄
2022-11-29
0
Anita Jenius
Hadir lagi dan memberi jempol.
5 like lg buat kk.
Lanjut up ya.
2021-01-27
1
Hermansyah Ramadani
jutlan
2021-01-21
0