Devan duduk di tepi ranjang dan berulang kali mengusap wajahnya. Ingatannya tentang Riana yang masih menunggu dirinya datang dan melamar gadis itu terus saja berkelebat di benak Devan. Bahkan Devan tidak bisa tidur nyenyak tadi malam, meskipun saat ini dirinya berada di sebuah kamar mewah dengan tempat tidur yang empuk.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan di pintu kamar membuat Devan terlonjak kaget. Bergegas pria itu beranjak dan membuka pintu kamarnya.
Ada Theo yang sudah mengenakan setelan jas rapi, khas orang kantoran. Asisten Nona Bellinda itu sepertinya datang pagi-pagi. Atau mungkin Devan yang bangun kesiangan?
"Selamat pagi, Dev!" Sapa Theo seraya tersenyum hangat.
"Pagi, Theo. Maaf aku baru bangun," Devan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Untukmu!" Theo menyodorkan sebuah paperbag pada Devan.
"Apa ini?" Tanya Devan tak mengerti.
"Baju untukmu," jawab Theo seraya berlalu dari depan kamar Devan.
Dan disaat bersamaan terlihat Nona Bellinda yang sudah mengenakan setelan baju kerja sedang bersedekap seraya menatap tajam pada Devan.
"Maaf, saya kesiangan, Nona," ucap Devan salah tingkah.
Belinda mengayunkan langkahnya mendekat ke arah Devan. Nona direktur itu memindai penampilan Devan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Benar-benar membuat Devan menjadi risih.
"Cepatlah mandi! Aku tunggu di meja makan!" Titah Bellinda masih menatap tajam pada Devan.
"Ba...baiklah, Nona. Saya akan mandi. Secepatnya," jawab Devan sedikit tergagap.
Bellinda hanya memutar bola matanya dan segera berlalu dari hadapan Devan.
Setelah Nona Bellinda tak terlihat lagi, Devan segera menutup pintu kamarnya dan bergegas pergi mandi.
****
"Kau akan membiarkan pria itu sendirian di apartemenmu?" Tanya Theo sebelum menyesap kopinya.
"Memangnya kenapa? Ada security di bawah, jadi Devan tidak mungkin bisa membawa kabur isi apartemenku," jawab Bellinda pongah.
"Apa rencanamu hari ini setelah makan siang?" Tanya Theo lagi.
"Mungkin aku akan mengajak pria kere itu pergi ke butik, mendandaninya, lalu mengajaknya ke rumah paman Owen malam ini," tutur Bellinda memaparkan rencananya.
Theo mengangguk paham.
"Kita bertemu di rumah papa kalau begitu," timpal Theo yang langsung disambut Bellinda dengan sebuah anggukan.
Devan sudah keluar dari kamarnya. Pria itu terlihat segar setelah mandi.
"Pagi, maaf aku terlambat," sapa Devan sedikit canggung.
"Pagi, Dev!" Theo membalas sapaan Devan dan mempersilahkan pria itu untuk duduk di kursi kosong yang ada di sampingnya.
"Hanya ada roti, karena Bellinda tidak bisa makan nasi saat sarapan." Theo menyodorkan tempat roti beserta beberapa selai pada Devan.
"Kau bisa masak nasi dan menghangatkan beberapa sayur yang ada di kulkas kalau memang kau ingin sarapan nasi," timpal Bellinda seraya mengendikkan dagunya ke arah dapur.
"Aku benci mengatakan ini, tapi anggap saja apartemen ini adalah milikmu. Jadi tidak perlu sungkan melakukan apapun," ucap Bellinda lagi tanpa menatap ke arah Devan.
Nona direktur itu menyesap teh di cangkirnya sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Tapi aku harap kau tahu diri dan tidak melakukan hal-hal yang melanggar norma di apartemenku," sambung Bellinda menatap tajam pada Devan.
"Hal-hal yang melanggar norma?" Devan terlihat tak paham.
"Membawa temanmu untuk mabuk atau membawa pulang gadis lalu mesum dengan mereka, itu semua termasuk hal-hal yang melanggar norma. Aku harap kau paham," jelas Bellinda dengan nada tegas.
Devan mengulas senyum di bibirnya,
"Tentu saja saya paham, Nona Bellinda." Jawab Devan tegas.
"Lagipula, saya juga bukan pria semacam itu," imbuh Devan lagi masih tersenyum.
Dan lagi-lagi, Bellinda hanya memutar bola matanya menanggapi jawaban Devan barusan.
"Ini ponsel baru untukmu dan kartu akses apartemen," gantian Theo yang berbicara pada Devan seraya menyodorkan box ponsel dan sebuah kartu pada Devan.
"Kartu akses?" Devan tak paham.
"Kartu yang kamu pakai untuk mengunci dan membuka kunci pintu apartemen." Ujar Bellinda menjelaskan namun dengan nada lumayan pedas.
"Oh," jawab Devan paham.
"Maaf, Nona. Tapi apa aku boleh pergi ke kontrakan temanku hari ini? Aku belum memberi kabar pada mereka sejak semalam. Aku takut mereka akan mencariku." Devan meminta izin dengan takut-takut.
"Pergilah!" Jawab Bellinda denagn nada malas.
"Tapi kau harus kembali kesini sebelum jam makan siang! Karrna aku akan kembali saat makan siang dan aku ingin mengajakmu pergi membeli baju," imbuh Bellinda pagi mengingatkan.
Devan mengangguk,
"Baik, Nona. Aku akan kembali sebelum jam makan siang."
"Dan berhenti memanggilku Nona! Aku calon istrimu, bukan majikanmu!" Cecar Bellinda masih dengan nada yang pedas.
Theo hanya menahan tawanya melihat Bellinda yang sudah mengomel pagi-pagi.
"Baik, Bellinda. Maaf," ucap Devan akhirnya.
Bellinda benar, Devan harus membiasakan diri memanggil nona kaya ini dengan namanya saja tanpa embel-embel Nona atau semacamnya.
"Theo!" Bellinda ganti menatap pada Theo yang baru saja memasukkan roti terakhirnya ke dalam mulut.
"Berikan Devan uang cash untuk naik taksi!" Perintah Bellinda pada asistennya tersebut.
"Aku yakin pria ini tidak memegang sepeser uang pun saat ini," gumam Bellinda lagi yang kini bersedekap dan memasang wajah ketus dingin.
Theo segera mengeluarkan dompet dari saku celananya, dan mengangsurkan beberapa lembaran uang berwarna merah kepada Devan.
"Pergi dan kembali ke sini naik taksi, dan jangan naik kendaraan lain. Kau paham?" Pesan Bellinda sekali lagi kepada Devan.
"Aku paham, Bellinda," jawab Devan cepat.
"Kita harus pergi sekarang, Boss! Ada meeting pagi di kantor," ujar Theo mengingatkan Bellinda.
Bellinda segera beranjak dari duduknya dan menyambar tas mahal miliknya. Nona direktur itu berjalan cepat melintasi ruang tengah dan ruang tamu.
Dan Theo tetap setia mengekor di belakang Bellinda.
Tanpa berpamitan pada Devan, boss dan asisten tersebut pergi begitu saja meninggalkan unit apartemen.
Devan masih melongo di ruang makan. Pemuda itu mengoleskan selai coklat ke atas roti tawar dan segera menggigitnya karena perutnya sudah keroncongan. Devan bahkan lupa kalau dirinya belum makan sedari tadi malam.
Sambil menikmati sarapannya, netra Devan berkeliling memindai setiap sudut di dapur apartemen nona Bellinda tesebut.
Dapurnya rapi.
Terlalu rapi kalau menurut Devan. Mungkin nona direktur itu memang tidak pernah memasak.
Sangat wajar, mengingat pekerjaannya sebagai nona direktur pastilah menyita banyak waktu. Lagipula, nona kaya itu pasti punya banyak uang. Jadi mengapa harus repot memasak, jika bisa membeli makanan apa saja dan tinggal mengunyahnya.
Setelah menyelesaikan sarapannya, Devan bergegas kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap. Devan akan pergi ke kontrakan temannya pagi ini. Mungkin Devan akan memakai alasan kalau dirinya akan kembali ke kampung saja, ketimbang mengatakan yang sebenarnya kalau dirinya akan menjadi suami bayaran dari Nona Bellinda Halley.
Devan benar-benar ingin menyembunyikan pekerjaan anehnya ini dari siapapun.
Menjadi seorang suami bayaran?
Benar-benar pekerjaan yang menjatuhkan harga diri Devan sebagai seorang pria.
Kalau bukan demi Riana, Devan tidak akan mau melakoni pekerjaan aneh ini.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini 👠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
DEVAN JDI LAKI2 YG PLING BRUNTUNG MNJDI SUAMINYA BELLE, MRK DIKARUNIA 4 ORG ANAK, 3 CEWEK 1 COWOK, KMBAR THALIA & THALITA, SIGANTENG LIAM ANGGARA, & SI BUNGSU ANNE.....
2023-05-09
0
Ney Maniez
🤦♀🤦♀
2022-11-29
0
Eka 'aina
novelnya bagus lain dari yg lain...aku suka😍
2022-05-26
0