Bellinda dan Theo baru saja keluar dari ruang meeting. Boss dan asisten tersebut masuk ke lift dan segera menuju ke lantai paling atas dari gedung Halley Development. Lantai dimana ruangan Bellinda berada.
"Jadi, kau akan membiarkan Devan menjadi pengangguran setelah kalian menikah nanti?" Tanya Theo membuka percakapan.
"Tentu saja tidak!" Jawab Bellinda seraya bersedekap.
"Malam ini aku akan mengajak Devan bertemu paman Owen, lalu aku akan minta paman Owen mengajari Devan cara mengelola sebuah kafe," tutur Bellinda panjang lebar, mengungkapkan ide dan rencananya.
"Bagaimana kalau papa menginterogasi Devan dan bertanya macam-macam? Kau yakin pria kere itu tidak akan buka mulut tentang statusnya yang hanya seorang suami bayaran untuk Nona Bellinda Halley?" Cecar Theo yang mulai berprasangka buruk.
"Aku yakin Devan tidak akan sebodoh itu. Pria itu tidak akan punya nyali untuk bicara blak-blakan pada paman Owen tentang statusnya," jawab Bellinda penuh keyakinan.
"Semoga saja ucapanmu itu benar," gumam Devan yang sepertinya masih ragu.
****
Jam makan siang,
Bellinda pulang sendiri ke apartemen karena Theo masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan di kantor. Nona direktur itu baru saja akan masuk ke lift, saat Devan tiba-tiba datang menghampirinya dengan setengah berlari.
"Hai, kau sudah pulang?" Sapa Devan yang ikut masuk ke dalam lift bersama Bellinda.
"Apa kau baru saja kembali dari rumah temanmu?" Tebak Bellinda yang tidak membalas sapaan Devan barusan.
"Ya. Sedikit macet tadi karena aku naik taksi seperti katamu. Jadi aku baru tiba," ujar Devan menjelaskan.
Bellinda tidak menyahut dan hanya memutar bola matanya.
Lift sudah sampai ke lantai tempat unit apartemen Bellinda berada.
"Kau sudah makan siang, Bell?" Tanya Devan lagi berbasa-basi pada Bellinda.
"Belum," jawab Bellinda singkat.
Nona direktur itu membuka pintu apartemennya dan segera masuk ke dalam. Devan setia mengekor di belakang Bellinda.
"Mau aku masakkan sesuatu untuk makan siang?" Tanya Devan masih berbasa-basi.
"Memangnya kau bisa memasak?" Tanya Bellinda meremehkan.
"Sedikit. Jika hanya masakan sederhana aku bisa," jawab Devan sedikit menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Devan bahkan bingung harus bersikap bagaimana ke nona direktur sombong yang ketus dan sedikit dingin ini.
"Kita akan makan siang di luar. Jadi kau ganti baju saja dan tidak perlu repot-repot memasak!" Ujar Bellinda sebelum berlalu masuk ke dalam kamarnya.
Devan hanya mengendikkan bahu dan segera ikut masuk ke kamarnya. Devan akan berganti baju agar nona direktur itu tidak mengomel.
****
Devan dan Bellinda sudah duduk di dalam salah satu resto yang ada di kawasan sebuah mall di pusat kota. Mereka sedang menunggu pesanan makan siang datang.
"Ceritakan tentang dirimu, Devan!" Titah Bellinda membuka obrolan diantara dirinya dan Devan.
"Menceritakan tentang diriku yang mana? Aku rasa kau sudah tahu banyak mengenai diriku," jawab Devan pura-pura tak mengerti.
Bellinda memutar bola matanya seraya mendengus kesal.
"Ceritakan tentang pekerjaanmu sebelum datang ke kota ini. Atau mungkin kau juga bisa bercerita tentang calon mertua matremu itu," ujar Bellinda sebelum menyesap minuman di hadapannya.
"Aku hanyalah pria miskin tamatan SMA yang sehari-hari membantu bapak ibuku bertani," Devan memulai ceritanya.
"Kedua orangtuamu petani?" Tanya Bellinda menyela.
"Ya, mereka petani. Jadi aku adalah anak petani," jelas Devan mempertegas statusnya.
"Tapi kau beruntung, karena masih memiliki orang tua yang lengkap hingga kini," Bellinda tersenyum kecut.
"Memangnya orang tuamu kemana, Nona Bellinda?" Tanya Devan penasaran.
"Sudah meninggal saat usiaku 15 tahun," jawab Bellinda dengan raut wajah datar.
"Ouh, sorry! Aku turut berduka," ucap Devan cepat memasang raut wajah bersalah karena sudah membuat nona direktur itu bersedih.
"Ya, setidaknya aku sudah bisa menerima kenyataan itu dengan lapang dada."
"Lagipula, aku masih memiliki Paman Owen sebagai sosok pengganti kedua orang tuaku. Jadi aku tidak pernah merasa sebatang kara," ujar Bellinda berusaha memasang raut wajah tegar. Meskipun tak bisa dipungkiri kalau terkadang hati Bellinda masih merasa iri jika bertemu seseorang yang masih memiliki orang tua lengkap.
"Siapa paman Owen?" Tanya Devan lagi semakin penasaran.
"Papa dari Theo. Dia adalah adik dari papiku. Kita akan menemuinya malam ini," jawab Bellinda menjelaskan.
"Apa?" Devan sepertinya sangat terkejut.
"Paman Owen adalah seorang pengusaha restorant. Beliau memiliki beberapa cabang resto di negeri ini. Kau akan belajar cara mengelola sebuah kafe dari paman Owen," tutur Bellinda memaparkan rencananya.
"Jadi kau tidak akan menjadi pengangguran setelah kita menikah nanti," imbuh Bellinda lagi.
"Lalu bagaimana dengan pekerjaanku di restorant cepat saji?" Tanya Devan bingung.
Bellinda berdecak dan kembali memutar bola matanya.
"Kau tidak akan lagi bekerja sebagai buruh rendahan, Dev! Kau akan menjadi suami dari Bellinda Halley. Apa kata klien bisnisku jika mereka tahu kau seorang buruh rendahan di sebuah restorant cepat saji," cecar Bellinda dengan nada berapi-api.
"Baiklah, maaf! Aku pikir kau masih mengijinkanku melakoni pekerjaan lamaku setelah kita menikah nanti," tukas Devan yang kembali merasa bersalah.
Makanan yang mereka pesan sudah datang. Devan dan Bellinda segera menyantap makan siang mereka dalam diam.
****
Pukul 19.00
Mobil Ferrari merah milik Bellinda sudah tiba di kediaman Paman Owen.
Bellinda tampil elegant malam ini mengenakan blouse dan rok sebetis dengan warna senada. Rambut panjang milik nona direktur itu diikat rapi hingga terlihatlah leher jenjang sempurna yang seputih pualam.
Devan sendiri malam ini mengenakan kemeja warna grey dan celana kain. Penampilan pria itu terlihat rapi dan berkelas malam ini, berkat padu padan baju yang dipilihkan oleh Bellinda.
Cukup lama Bellinda dan Devan tadi berkeliling mall dan membeli berbagai macam baju untuk Devan.
Devan sendiri hanya bisa pasrah saat Bellinda menyodorkan beberapa baju untuk ia coba di ruang ganti. Devan sempat melirik sekilas bandrol baju yang dibeli oleh Bellinda. Dan harganya lumayan membuat Devan merasa mual karena setara dengan gaji Devan selama tiga atau mungkin empat bulan.
Kenapa orang-orang kaya selalu membeli baju yang harganya mahal?
"Selamat malam, Calon pengantin," sapa Theo yang kini berdiri di teras untuk menyambut Bellinda dan Devan.
Asisten Nona Bellinda itu terlihat santai malam ini mengenakan kemeja dan celana jeans.
"Dimana paman Owen?" Tanya Bellinda to the point.
"Ada di dalam. Silahkan masuk!" Jawab Theo seraya mempersilakan Bellinda dan Devan masuk ke rumah bergaya klasik tersebut.
Saat Bellinda dan Devan masuk ke ruang tamu, seorang pria paruh baya yang rambutnya sudah memutih segera menyapa keduanya.
"Belle!"
"Paman senang kau berkunjung malam ini," sapa paman Owen ramah.
Pria itu segera memeluk Bellinda dengan hangat.
"Paman semakin tampan saja," puji Bellinda membalas sapaan paman Owen.
Paman Owen terkekeh dan menatap sejenak ke arah Devan,
"Jadi siapa pria tampan yang kau bawa malam ini? Saingan paman?" Tanya paman Owen yang langsung mendekat ke arah Devan dan merangkul pria itu dengan hangat.
"Dia Devan Anggara, calon suami Belle," jawab Bellinda ringan seolah tanpa beban.
Benar-benar akting yang natural dan sempurna. Sangat berbeda dengan Devan yang terlihat canggung dan sedikit salah tingkah.
"Surprize! Paman bahkan tidak pernah melihatmu berpacaran dengan Devan."
"Lalu kenapa tiba-tiba kalian sudah memutuskan untuk menikah?" Tanya paman Owen sedikit curiga.
Bellinda tertawa garing,
"Belle dan Devan sudah berpacaran satu tahun lebih, Paman. Tapi Devan merasa malu dan terus menolak saat Belle ingin mengenalkannya pada Paman," jelas Bellinda memulai karangan indahnya.
"Dan beberapa hari yang lalu, mendadak Devan melamar Belle dan mengatakan ingin segera menikahi Belle saja dan tidak mau lagi berpacaran," sambung Bellinda lagi masih dengan cerita karangannya.
"Astaga! Nona direktur ini selain kaya dan sombong ternyata juga pandai membuat cerita bohong," Devan hanya bergumam dalam hati.
"Begitu, ya?" Paman Owen terlihat manggut-manggut paham.
"Keputusanmu sudah benar, Devan! Paman senang dengan pemikiranmu yang dewasa itu. Semoga kamu bisa sabar menghadapai sifat Belle yang sedikit ketus dan angkuh itu," ucap Paman Owen setengah berbisik di telinga Devan.
"Belle dengar itu, Paman!" Sergah Bellinda cepat yang tidak terima dikatai ketus dan angkuh oleh sang paman.
Paman Owen tergelak,
"Lihat, Dev! Calon istrimu ini benar-benar hobi marah dan mengomel," ucap paman Owen yang menyindir Bellinda dengan terang-terangan.
Bellinda tak menanggapi, namun gadis itu terus saja berdecak berulang kali. Gadis itu memilih untuk langsung melangkahkan kakinya ke arah ruang makan, menyusul Theo yang sudah tak terlihat batang hidungnya.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini 👠.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Ney Maniez
👍👍
2022-11-29
0
putri_rubenz
knp org kaya slalu membeli baju yg harganya mahal?...
Devan-Yumi
😅
2022-02-05
1
alvalest
slah baca kayakny aq d sbelah itu kyk adikny bell cla ibukny kembar
2021-09-11
0