Devan mengerjapkan kedua matanya seraya menahan rasa nyeri di pipi kanannya. Pria itu meraba pipi kanannya yang terasa bengkak, mencoba mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi kepadanya.
Tadi dirinya masih berada di club malam, berdiri di dekat toilet, lalu tiba-tiba nona kaya dan asistennya itu datang, dan meninju Devan dengan keras.
Astaga!
Devan bangkit bangun dengan cepat dan duduk di sofa di sebuah ruangan asing tapi mewah.
Tunggu!
Dimana Devan sekarang?
Pria itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa memberinya sebuah petunjuk.
"Kau sudah bangun?"
"Maaf, tadi aku terpaksa meninjumu hingga pingsan karena kau terus saja berontak dan tidak menurut," tukas seorang pria yang mengenakan kemeja dan duduk santai di samping Devan.
Ya, Devan ingat.
Pria ini yang tadi meninju Devan hingga pingsan. Dan lihatlah sekarang!
Pria ini bahkan tidak merasa bersalah sedikitpun.
"Aku dimana?" Tanya Devan akhirnya mengesampingkan rasa sungkan dan takut di hatinya.
"Es batu! Untuk mengompres lukamu," ujar pria itu yang malah menyodorkan sebuah kantung es batu dan tidak menjawab pertanyaan Devan.
Dasar pria kaya menyebalkan!
Sama menyebalkannya dengan nona kaya sombong yang selalu bersamanya.
Apa mereka pasangan suami istri?
"Aku dimana sekarang?" Tanya Devan sekali lagi dengan nada lebih tegas dan sedikit galak.
"Di apartemen Nona Bellinda," jawab Theo cepat.
"Oh, ya! Kenalkan, namaku Theo. Aku asisten sekaligus sepupu Nona Bellinda," imbuh Theo memperkenalkan dirinya pada Devan.
"Siapa Nona Bellinda?" Tanya Devan masih bingung.
"Itu yang disana," Theo mengendikkan dagunya ke arah foto besar yang terpajang di dinding ruangan. Itu adalah foto Bellinda di ruang kerja kebesarannya.
"Nona sombong itu," gumam Devan tersenyum sinis.
"Lalu apa tujuan kalian menculikku dan membawaku ke tempat antah-berantah ini?" Tanya Devan sekali lagi dengan nada masih tegas.
"Kau akan menikah dan menjadi suami bayaran untuk Nona Bellinda. Jadi kami akan memperbaiki penampilanmu," jawab Theo masih dengan nada yang santai seolah tanpa beban.
"Sudah aku bilang, aku tidak mau menjadi suami bayaran atau suami kontrak atau apapun itu namanya. Aku bukan pria seperti itu!" Tegas Devan dengan berapi-api.
"Pria seperti apa maksudmu?" Timpal Bellinda yang tiba-tiba sudah muncul dari arah kamarnya.
Nona direktur itu mengenakan celana jeans dan sebuah kaos longgar dengan rambut yang dicepol sembarangan. Membuatnya terlihat seperti gadis remaja, kecuali raut wajah galaknya tentu saja.
Bellinda duduk di sofa single tak jauh dari Devan dan Theo yang masih duduk berjejer di sofa panjang.
"Pria bayaran, pria booking-an, atau apapun kau menyebutnya," ujar Devan menjawab pertanyaan dari Bellinda.
Bellinda tersenyum mengejek ke arah Devan.
"Pria booking-an?" Bellinda tergelak.
"Memangnya siapa yang ingin menjadikanmu pria booking-an? Penampilanmu saja tidak menarik dan terlihat menjemukan," ejek Bellinda masih memasang senyum meremehkan.
Devan hanya bisa mendengus seraya menahan geram di hatinya. Benar-benar nona kaya yang sombong dan angkuh.
"Sekarang aku tanya, berapa gajimu di restoran cepat saji itu? Dan kenapa kau mengambil pekerjaan part time lainnya. Apa kau sedang butuh uang dalam jumlah yang besar?" Cecar Bellinda masih menatap tajam pada Devan.
"Bukan urusan anda!" Jawab Devan masa bodoh.
Pria itu mengalihkan pandangannya ke arah lain dan merasa malas untuk membalas tatapan tajam dari Nona Bellinda.
"Aku menawarkanmu sebuah pekerjaan mudah, Devan Anggara! Aku siap membayarmu dengan mahal. Dan aku pastikan ini bukan pekerjaan kotor menjadi pria booking-an seperti yang kau pikirkan." Kedua telunjuk Bellinda membentuk tanda kutip saat nona direktur itu mengucapkan kata pria booking-an.
Theo menahan tawanya.
"Baiklah! Aku memang sedang butuh banyak uang sekarang." Devan mengacak rambutnya dengan kasar.
Pria itu terlihat frustasi.
"Aku harus meyakinkan calon mertuku, kalau aku bisa sukses dan menjadi seorang wirausahawan di kota. Tapi saat baru datang di kota sialan ini, aku dirampok."
"Dan sekarang aku tak memiliki apapun," Cerita Devan dengan nada yang terdengar semakin frustasi.
"Aku baru sebulan bekerja di resto cepat saji itu. Lalu seorang temanku menawarkan pekerjaan di club malam dengan gaji yang menurutku lumayan."
"Lagipula, aku berniat menyewa sebuah kamar agar aku tidak terus-terusan menumpang pada temanku. Jadi aku mengambil pekerjaan apapun yang ditawarkan oleh temanku," pungkas Devan mengakhiri ceritanya.
"Kisah hidup yang menarik," ujar Theo memberikan tanggapannya pada cerita Devan barusan.
"Hanya saja aku punya satu pertanyaan." Theo memasang raut wajah serius.
"Butuh waktu berapa lama sampai kamu bisa menjadi seorang pengusaha, jika pekerjaan yang kamu lakoni hanyalah sebagai buruh lepas dan pembersih toilet?" Tanya Theo lagi yang lebih terdengar sebagai sebuah ejekan.
"Dia sudah dipecat dari pekerjaannya sebagai pembersih toilet di club malam, jadi sekarang akan butuh waktu semakin lama lagi untuknya mengumpulkan uang demi bisa membuka sebuah usaha," timpal Bellinda yang ikut-ikutan mengejek Devan.
Devan mendengus sebal.
"Kalian yang sudah membuatku dipecat dari pekerjaanku!" Gertak Devan pada dua orang sombong di hadapannya tersebut.
"Aku tidak mengerti, apa mau kalian sebenarnya? Kenapa kalian harus menculikku lalu mengganggu hidupku? Kenapa kalian tidak mencari pria lain saja yang lebih baik, lebih tampan, dan lebih kaya," cecar Devan seolah sedang menumpahkan semua amarah di dadanya.
"Karena aku sudah terlanjur mengenalkan kau, Devan Anggara sebagai calon suamiku pada Mr. Josh."
"Ada proyek senilai jutaan dollar yang aku pertaruhkan di sini," jelas Bellinda menatap tegas pada Devan.
"Jika kita tidak segera menikah, aku akan kehilangan proyek besar itu. Jadi kau cukup menurut, dan menikah denganku!" Tegas Bellinda meminta pada Devan. Lebih tepatnya memaksa.
"Apa hubungannya menikah dengan sebuah proyek?" Tanya Devan memasang raut wajah polos.
"Mr. Josh mencari partner yang sudah berkeluarga untuk proyek besarnya ini. Dan karena Bellinda sangat berambisi untuk mendapatkan proyek ini, jadi dia mengatakan pada Mr. Josh kalau dia akan segera menikah dua minggu lagi," gantian Theo yang memberi penjelasan pada Devan.
"Aku akan memberimu sebuah usaha untuk meluluhkan hati calon mertuamu yang matre itu. Aku juga akan memberikanmu sebuah rumah jika kau mau bekerja sama dan menjadi suami kontrak untukku sampai proyek itu selesai," ujar Bellinda memberikan iming-iming pada Devan.
"Berapa lama aku harus menjadi suamimu? Maksudku, kita tidak akan menikah selamanya, kan?" Tanya Devan sedikit ragu.
"Paling cepat enam bulan, paling lama satu tahun," jawab Bellinda cepat.
"Tentu saja kita tidak akan menikah untuk selamanya. ini hanya bisnis. Hanya bisnis!" Tegas Bellinda sekali lagi menekankan dua kata terakhir yang ia ucapkan.
"Lagipula, meskipun nantinya kita menikah secara sah, kita tidak akan melakukan hal-hal yang dilakukan oleh pasangan suami istri. Kau tidak perlu menjalankan kewajibanmu sebagai suami, dan aku tak perlu menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri. Hanya sebuah pernikahan sandiwara," imbuh Bellinda lagi.
"Keputusan ada di tanganmu, Devan! Ini penawaran yang menggiurkan dari Nona Bellinda. Kapan lagi kau bisa mendapatkan sebuah rumah dan tempat usaha dalam waktu sekejap?" timpal Theo yang ikut-ikutan membujuk Devan.
Astaga!
Theo benar-benar membenci ini semua.
Tapi kena omel dari nona direktur ini lebih mengerikan ketimbang harus menyaksikan seorang pria kere yang akan menjadi suami untuk nona Bellinda yang perfect.
Devan masih diam dan tampak berpikir lagi sebelum kembali memberikan jawaban.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini 👠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Ney Maniez
🙄🙄🙄
2022-11-29
0
Mfftah Afni
kayanya seru
2022-04-19
0
Nanda Lelo
terima aja Devan,,
(lah kan emang gw terima, kalo gag gw terima gag bakal jadi novel ni kata si Devan) 🤣🤣🤣
2021-12-22
0