Meja makan keluarga Birawan sudah penuh dengan piring, gelas dan sajian menu untuk sarapan. Bu Anna sejak tadi sibuk menyiapkannya dengan Bi Mur.
“Makasih, Sayang.”
Pak Tomi tiba-tiba muncul dan mencium pipi istrinya. Satu tangan melingkar di pinggang Bu Anna, membuat orang yang sejak tadi fokus jadi kaget.
Bu Anna mendorong wajah sang suami. “Apa, sih, Pi? Malu dilihat orang.”
“Nggak ada,” jawab suaminya santai.
“Hish.”
Tak memedulikan Bu Anna yang terlihat sewot, Pak Tomi menarik kursi dan duduk. Sang istri dengan sigap membalikkan piring yang sudah tersedia.
“Papi mau apa?”
“Apa saja, yang penting buatan istriku.”
Ibunda Sally itu memutar bola matanya malas. Suaminya terlalu terang-terangan menggoda. Padahal, anak mereka sudah besar.
Zean turun dari arah tangga. Pria itu lebih dulu keluar sebelum Sally. Pakaian dan rambut rapi. Semerbak parfum tercium dalam jarak dekat.
Dion sama halnya, baru keluar dari kamar. Remaja itu mengikuti kakak iparnya ke meja makan.
“Pagi, Mi, Pi.”
“Hai, Ze, pagi. Gimana istirahatmu?”
“Oh, nyenyak, kok, Mi.”
“Syukurlah. Sepertinya kamu bakalan betah di sini.”
Zean tersenyum dan mengangguk. Toh, kenyataannya dia tak masalah dengan tidur dan keberadaan di rumah mertua. Pak Tomi dan Bu Anna baik, adik iparnya juga demikian. Hanya Sally saja yang sering membuat rusuh suasana hatinya, tetapi Zean tidak peduli.
Pria itu sudah biasa, meski kadang lelah, tetapi tidak mungkin untuk marah. Keluarga Pratama menentang keras dia berbuat ulah.
Empat orang itu sibuk beradu argumen, sesekali disertai kekehan mereka. Sally baru datang dari atas, lantas melirik Zean.
Kenapa dia cepat sekali? Kapan mandi?
Hatinya bergumam sampai tanpa sadar jika ibunya memanggil berulang kali.
“Sally!”
“Oh, ya, Mi. Ada apa?”
“Kamu ngelamun? Atau terpesona sama Zean? Mami tahu suamimu ganteng, tapi besok-besok aja mengaguminya. Sekarang sarapan dulu,” kata Bu Anna.
Putrinya mendengkus, “Biasa aja, Mi.”
Bu Anna geleng kepala, Pak Tomi dan Dion tersenyum. Zean berekspresi datar seolah tidak mendengar. Dia terus menyuapkan makanan.
Kelima orang itu makan dengan tenang pagi ini. Sesekali Sally melirik pria yang ada di sebelah, terjeda satu kursi. Dia sengaja menaruh tas di satu kursi samping Zean karena tak mau duduk langsung bersebelahan.
“Mi, Papi berangkat dulu, ya.”
“Pi, aku belum selesai.” Sally menyela. Dia baru makan separuh porsi, tetapi ayahnya sudah beranjak.
“Sa, mulai hari ini. Kamu berangkat diantar suamimu. Udah nggak bareng Papi.”
“Hah? Enggak!”
Pak Tomi menghela napas, “Pokoknya Papi berangkat, ada rapat pagi.”
Beliau segera meninggalkan tempat diikuti istrinya sampai depan. Tak peduli anak gadisnya berteriak minta diantar.
“Udah, aku antar. Ribet banget gitu aja.” Zean berkata santai. Dion ikut manggut-manggut.
“Dih! Males.”
“Kalau tidak mau, siapa yang mengantarmu?”
Sally tak menjawab, ada benarnya juga perkataan Zean. Di rumah hanya ada sopir satu orang. Itu pun bertugas mengantar adiknya. Jarak sekolah Dion dan dia jauh, bisa dipastikan telat jika harus mengantar salah satu lebih dulu.
“Di, Kakak biar dianter Mang Jono, ya?”
“Terus aku, Kak?”
“Sama dia.”
Enggan menyebut nama, Sally hanya memberi kode lewat gerakan mata yang melirik ke samping.
“Enggak mau! Yang istrinya Kak Ze siapa? Kakak, ‘kan?”
Usai mengucap itu Dion langsung berdiri. Dia menyambar tas punggungnya lalu keluar lebih dulu. Sally hanya melongo melihat itu.
“Dion!” Teriakan dilayangkan Sally seperti apa pun, tak menghentikan langkah kaki pemuda lima belas tahun itu. Berulang kali dia mendengkus, tetapi percuma.
“Wah, kalian udah siap?”
Bu Anna baru ingin masuk kembali lanjut sarapan urung melihat Zean dan Sally keluar. Beliau tetap di teras sekarang.
“Iya, Mi. Takut kesiangan nanti.” Zean menjawab sambil berpamitan pada ibu mertua. Dia rela berangkat lebih pagi ke kantor baru untuk belajar adaptasi.
Pak Tomi memang meminta Zean bekerja di perusahaan cabang milik Birawan Group. Posisi direktur utama sedang kosong karena orang yang dahulu menjabat posisi itu memilih pensiun lebih awal. Beliau sengaja tak merekrut pekerja lain, masih ada Zean sementara yang siap menggantikan.
“Hati-hati, ya, kalian.”
Zean mengangguk usia bersalaman dengan Bu Anna. Sally di belakang memasang wajah tertekuk.
“Kenapa cemberut gitu? Mulai sekarang, biasakan diantar suamimu nanti.”
Gadis sembilan belas tahu itu tidak menjawab. Dia masih mengerucutkan bibir sampai membuat Zean geleng kepala karena heran.
Udah kayak bocah beneran ini.
Keduanya bergegas menuju mobil dan berangkat. Bu Anna melambaikan tangan melepas kepergian anak dan menantu dengan senyuman.
“Hm, Sa. Suatu saat, Mami yakin kamu akan merasa beruntung menikah dengan Zean.”
.
.
.
.
. Bersambung….
Edisi revisi
Perusahaan Pak Tomi mengalami perubahan nama di sini. Kalau belum direvisi, masih nama lama (Birawan Company) Diharap tidak bingung.
______________
Mau kenalan sama penulis karya ini?
Follow akun instagram @ukiii__21
Foto profil sosmed dan akun menulisku sama di semua
platform. Aku tunggu ya, carangeo …. ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Anggra
😘😘
2021-03-12
0
alisha
2 like
2021-02-01
0