Ch. 3: Pertikaian

Semua siswa bersorak girang, pelajaran tambahan yang dijalani sudah usai. Otak mereka mungkin terasa panas, seharian harus berkutat dengan materi yang diajarkan. Risiko menjadi pelajar tingkat akhir adalah demikian. Tidak ada waktu bersantai dan fokus dengan segala soal-soal.

Lisa memutar badan ke kanan dan kiri karena pegal, Sally yang ada di sebelahnya sampai berdiri agar tidak tersenggol.

Gadis berambut sebahu itu mendongak. Dia tersenyum cerah lantas berkata, “Sa, nongkrong, yuk!”

Sally kembali duduk, diam sebentar sembari berpikir. Dia bingung antara ingin menolak atau menyetujui tawaran Lisa.

“Sa, gimana? Kok, diem?” Lisa menyadarkan Sally karena tak kunjung dapat jawaban.

“Oh, ya. Oke. Tapi, nanti anter aku pulang, ya,” pinta Sally.

“Beres. Yuk cabut!”

Keduanya lekas merapikan buku dan alat tulis, lalu meraih tas segera meninggalkan kelas.

Mereka berjalan santai melewati koridor. Keadaan sudah sepi karena hanya kelas dua belas saja yang pulang terlambat. Teman-teman lain juga sudah berhamburan sejak tadi, mungkin semua siswa juga ingin segera pulang.

“Eh, Sa. Gimana pertemuanmu dengan om-om itu?”

Langkah Sally mendadak berhenti ketika mendengar Lisa mengucap ‘om-om’.

“Eh.” Lisa merasa ada yang salah, ia kemudian menyeringai tidak jelas. “Kamu marah?”

Alis Sally naik sebelah, sorot matanya menajam melihat seringaian menyebalkan dari Lisa. “Kenapa?”

“Ee … itu ....” Lisa mendadak kikuk, merasa tak enak mendapat tatapan seperti itu dari sahabatnya sendiri. “Kukira kamu marah, karena aku memanggilnya om-om?”

Sally berdecak. “Enggak! Itu urusanmu.”

“Tapi tiba-tiba kamu jadi ketus gini. Tersinggung, ya?” Lisa sungguh tak mau menyerah. Dia terus mendesak Sally entah kurang peka atau memang tidak paham.

Desakan itu membuat Sally jadi malas. Tanpa menjawab, Nona Muda Birawan itu segera mempercepat langkah.

“Sa, tungguin!” Lisa segera berlari, menyusul Sally yang sudah lebih dulu sampai di parkiran dekat mobilnya berada.

“Gadis Kecil, kau di sini rupanya! Aku menunggumu sejak tadi.”

Lisa menghentikan langkah, lalu menoleh ke arah sumber suara. Sama halnya dengan Sally, gadis itu ikut memutar badan memastikan tidak salah dengar.

Kedua mata Sally dan Lisa membulat penuh, keduanya tidak percaya dengan pemilik suara yang sudah berdiri tak jauh dari posisi mereka.

Oh, No! Kenapa dia di sini? Bagaimana bisa?

Sally jelas terkejut dengan hadirnya Zean di lingkungan sekolahnya, padahal dia tidak minta dijemput sampai tempat itu.

Berbeda dengan Sally, Lisa yang terpesona tanpa sadar datang mendekat pada lelaki tersebut.

“Eum … Kakak Ganteng, cari siapa, ya?” Lisa bertanya malu-malu, sambil senyum-senyum sok manis.

Pria itu hanya melirik sekilas. Akan tetapi, respons seperti itu sudah membuat Lisa klepek-klepek dan tidak mau berkedip.

Zean maju beberapa langkah menghampiri Sally. Gadis itu kelabakan. Secara reflek dia mundur dan terjebak di tempat karena punggung menabrak pintu mobil Lisa.

“Ayo!” Zean tak butuh jawaban. Tangan mengulur teratur dan membawa Sally ikut ke mobilnya untuk dibawa pergi.

Di tempat itu, Lisa masih terbengong. Dia hanya bisa menatap bodoh atas kepergian sahabatnya tadi tanpa mendapat kata perpisahan.

“Sally, kamu jelaskan padaku!” Lisa berteriak sekencang-kencangnya meski jelas-jelas percuma. Mobil putih yang dikendarai Zean sudah memelesat meninggalkan sekolahan.

***

“Eum ... Kak Ze ngapain ke sekolahku?” Sally mencoba memberanikan diri bertanya pada pria di sebelahnya karena sejak tadi heran dan diabaikan. Fokus Zean hanya ada pada jalanan aspal di depan mata seolah Sally adalah makhluk tak kasat mata dan tidak perlu dianggap.

“Disuruh Mama menjemputmu,” jawabnya sekilas tanpa menoleh.

“Oh ….” Satu kata yang hanya bisa diucap Sally. Gadis itu tak bisa berkata lagi.

“Gadis Kecil, kenapa kau mau menikah denganku?” Zean akhirnya bertanya. Akan tetapi, fokusnya tetap di jalan raya yang terlihat begitu panas.

“Emm … itu karena aku ingin mengabulkan permintaan terakhir Nenek.”

Jawaban Sally mengundang Zean menoleh, sedetik kemudian seringai sinis terbit di bibirnya yang sedikit tebal. Sikap itu membuat Sally tertegun. Kenapa bisa Zean menunjukkan ekspresi tidak bersahabat seperti itu?

“Kau sangat menyayangi nenekmu sepertinya? Penurut sekali.” Ucapan Zean terdengar sangat meremehkan, sontak membuat Sally ikut tersindir.

“Ya, tentu saja!” Sally membalas dengan nada ketus, membuat Zean kembali tersenyum sinis.

“Apa kau tetap akan menuruti kemauannya kalau saja yang dijodohkan denganmu adalah pria tua?”

Pertanyaan Zean makin menjadi. Sally rasa, itu tak perlu dilanjutkan lagi.

Dia tidak menyangka jika Tuan Muda Pratama itu begitu menyebalkan, padahal kemarin saat bertamu tidak menunjukkan ekspresi demikian. Zean sangat ramah dan sopan. Siapa mengira jika hanya berdua seperti saat ini, pria itu berbeda. Apakah sifat aslinya memang begitu? Sally tentu tidak tahu.

***

“Turun!” perintah lelaki itu saat mobil sampai di parkiran sebuah toko perhiasan.

Kenapa ke sini? Dia bilang menjemputku. Tapi ternyata dibawa ke sini tanpa memberi tahu.

“Ada perlu apa? Kenapa kita ke sini?”

Zean tak menjawab, tetapi justru menarik tangan Sally memasuki toko perhiasan yang terlihat mewah itu. Bangunan cukup besar dengan pintu dan jendela full kaca. Perhiasan berderet rapi di etalase.

“Selamat datang, ada yang bisa kami bantu, Tuan.” Seorang pekerja menyapa dengan senyum mengembang di wajah.

“Kami butuh cincin pernikahan,” jawab Zean santai, tetapi bisa membuat tubuh Sally tersentak.

Lelaki itu menoleh pada gadis SMA di belakangnya, menatap aneh dengan satu alis terangkat. Kemudian, dia berkata, “Kenapa? Kau ingin menikah tanpa pakai cincin?”

Sally menggeleng.

“Kalau begitu, ayo! Jangan membuatku membuang waktu.” Zean menarik sedikit kasar, membuat Sally kesal.

“Silakan, Tuan.”

Belum sempat mencoba cincin yang akan dipilih, ponsel Zean berbunyi. Dia keluar tanpa permisi untuk mengangkat panggilan, meninggalkan Sally sendiri.

Merasa bingung, gadis itu ikut pergi. Dia pamit ke toilet dan diangguki kepala oleh pekerja tadi.

Zean kembali, tetapi tak didapati Sally. “Di mana dia?” Dia bertanya pada pegawai toko dan hanya diberi jawaban kalau Sally ke toilet.

Menunggu cukup lama membuat Zean kesal. Akhirnya dia memutuskan untuk menyusul.

Di toilet, Zean tidak mungkin masuk. Dia kembali menunggu sambil bersandar di dinding.

Beberapa waktu terlewat, tetapi tak kunjung Zean dapati keberadaan calon istrinya. Hal itu membuat pria 26 tahun itu semakin jengkel.

Satu petugas kebersihan lewat dan akhirnya dimintai tolong untuk mengecek apakah ada gadis SMA di dalam. Namun, kata wanita itu tidak ada.

Zean mendengkus, menyugar rambutnya ke belakang dan merogoh kantong celana. Beberapa lembar uang dikeluarkan dari dompet. Kemudian, dia pindahkan ke tangan petugas kebersihan yang tadi membantu.

Ck! Di mana gadis kecil itu.

Dia meninggalkan toilet dengan sedikit mengumpat. Kemudian, Zean kembali mengelilingi toko perhiasan yang lumayan besar itu.

Mata hitamnya memicing ketika melihat bayangan kecil di sudut ruangan. Satu gadis berseragam SMA tengah asyik mencoba gelang tangan. Wajah Zean yang sejak tadi tak ramah semakin kusut. Kakinya melangkah lebar untuk menghampiri.

“Ikut aku!” Tanpa perasaan, Zean menarik lengan Sally secara kasar. Gelang yang dipegang calon istrinya langsung dikembalikan ke tempat.

Langkah Sally terseok mengikuti kecepatan Zean. “Sakit, lepas!” Dia sampai meringis akibat cengkeraman kuat dari Zean. Akan tetapi, pria itu seakan tuli dengan keluhan gadis di belakangnya.

“SAKIT!” Sally tak tahan dan berakhir dengan sebuah teriakan.

Zean mengempas lengan secara kasar. “Siapa yang menyuruhmu menghilang begitu saja? Kau kira aku mengajak ke sini untuk jalan-jalan?”

“Apa maksudmu?” Sally ikut menyeru. Dia tidak mau kalah meski sedikit takut.

“Apa kau bodoh? Tentu saja aku mencarimu gara-gara kau pergi tanpa pamit, sampai harus menunggu di toilet wanita yang membuatku malu.”

“Aku memang ke toilet tadi. Karena kamu meninggalkanku sendiri.”

“Lalu kenapa tidak kembali ke tempat semula jika sudah selesai?”

“A … ak—” Sally tak bisa menjawab. Dia tak mungkin mengaku jika malas untuk membahas pernikahan. Apalagi sampai harus mengurusinya seperti ini.

“Kenapa diam?” Zean terus membentak. Hal itu membuat Sally menunduk dan kehilangan keberanian. Mata cokelatnya berubah mengembun. Dia ingin menangis.

Tidak kunjung mendapat jawaban, makin membuat Zean emosi. “Kau mau pulang atau kita lanjutkan memilih cincin?”

“PULANG! Aku mau pulang!” Sally berteriak dan mendorong tubuh Zean. Gadis SMA itu segera masuk mobil dan tidak ingin peduli lagi.

Zean yang geram mengepalkan kedua tangannya seakan siap untuk meninju siapa pun yang ada di dekatnya saat ini. Hatinya terasa panas karena emosi. Belum lagi rasa lelah selama perjalanan dari kota C tadi.

.

.

. Bersambung….

Makasih sudah membaca.

Visual dan semua tentang mereka, ada di sorotan instagram

@ukiii__21.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Hadeehh Sally dia yg meminta pernikahan di lanjutkan,malah dia yg bikin kesel orang🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️

2023-02-21

0

🇮🇩 ♏🌹🅰️ 🇵🇸

🇮🇩 ♏🌹🅰️ 🇵🇸

Baru mulai baca. Tp suka karena rapi. Semoga seterusnya ya.

2021-11-15

1

Riska Wulandari

Riska Wulandari

kasar banget kamu Ze..

2021-11-14

0

lihat semua
Episodes
1 Ch. 1: Rumah Sakit
2 Ch. 2: Pertemuan
3 Ch. 3: Pertikaian
4 Ch. 4: Video Call
5 Ch. 5: Debat Lagi
6 Ch. 6: Sesuai Janji
7 Ch. 7: Naluri
8 Ch. 8: Cincin Pernikahan
9 Ch. 9: Galau
10 Ch. 10: Wedding Day
11 Ch. 11: Kamar
12 Ch. 12: Pesta Pernikahan
13 Ch. 13: Kamar (2)
14 Ch. 14: Pagi Pertama
15 TCGK-15
16 Ch. 16: Tidur Nyenyak
17 Ch. 17: Diantar Suami
18 Ch. 18: Macet
19 Ch. 19: Nyaman dalam Pelukan
20 Ch. 20: Lupa
21 Ch. 21 : Ada yang Berbeda
22 Ch. 22 : Maaf adalah Hal Langka
23 Ch. 23: Terpisah Jarak
24 Ch. 24: Uji Coba Pertama
25 Ch. 25: Ternoda
26 Ch. 26: Kunjungan
27 Ch. 27: Hujan
28 Ch. 28: Ujian Nasional
29 Ch. 29: Bukan Bucin tapi Risih
30 Ch. 30: Kesepakatan Dua Keluarga
31 Ch. 31: Lebih Baik Diam
32 Ch. 32: Kau mengkhawatirkanku?
33 Ch. 33: Tetap di Sini
34 Ch. 34: Bagaimana kalau Mati Bersama?
35 Ch. 35: IGD
36 BAB 36
37 Bab 37
38 BAB 38
39 BAB 39
40 BAB 40
41 BAB 41
42 BAB 42
43 BAB 43
44 Ch. 44 : Menemukanmu
45 BAB 45
46 BAB 46
47 Ch. 47: Luapan Rindu
48 Ch. 48: Kembali
49 BAB 49
50 BAB 50
51 BAB 51
52 BAB 52
53 Ch. 53: Dingin
54 Ch. 54: Anak?
55 Ch. 55: Perjalanan
56 BAB 56
57 Bab 57
58 BAB 58
59 BAB 59
60 BAB 60
61 BAB 61
62 S2 - Bab1
63 S2- Bab 1
64 S2- Bab2
65 S2- Bab 3
66 S2 - Bab 4
67 S2- Bab 5
68 S2 - Bab 6
69 S2- Bab 7
70 S2 - Bab 8
71 S2 - Bab 9
72 S2 - Bab 10
73 S2 - Bab 11
74 Bab 11
75 S2 - Bab 12
76 S2 - Bab 13
77 S2 - Bab 14
78 S2 - Bab 15
79 S2 - Bab 16
80 S2 - Bab 17
81 S2 - Bab 18
82 S2 - Bab 19
83 S2 - Bab 20
84 S2 - Bab 21
85 S2 - Bab 22
86 Ch. 86: Berada di Tempat Berbeda
87 Ch. 87: Terhukum Rindu
88 S2 - Bab 25
89 S2 - Bab 26
90 S2 - Bab 27
91 S2 - Bab 28
92 S2 - Bab 29
93 S2 - Bab 30
94 S2 - Bab 31
95 Akhir Kisah (END)
96 Maaf dan terima kasih.
97 Extra Part
98 BonChap ZeSa - 2
99 Extra Part (3)
100 Extra Part (3)
101 Pernikahan Nona Muda (Selaksa Cinta) - Bab 1
102 Baca Aja
103 Wanita Bayaran untuk Anakku
104 Menikahi Teman Kelas (info)
Episodes

Updated 104 Episodes

1
Ch. 1: Rumah Sakit
2
Ch. 2: Pertemuan
3
Ch. 3: Pertikaian
4
Ch. 4: Video Call
5
Ch. 5: Debat Lagi
6
Ch. 6: Sesuai Janji
7
Ch. 7: Naluri
8
Ch. 8: Cincin Pernikahan
9
Ch. 9: Galau
10
Ch. 10: Wedding Day
11
Ch. 11: Kamar
12
Ch. 12: Pesta Pernikahan
13
Ch. 13: Kamar (2)
14
Ch. 14: Pagi Pertama
15
TCGK-15
16
Ch. 16: Tidur Nyenyak
17
Ch. 17: Diantar Suami
18
Ch. 18: Macet
19
Ch. 19: Nyaman dalam Pelukan
20
Ch. 20: Lupa
21
Ch. 21 : Ada yang Berbeda
22
Ch. 22 : Maaf adalah Hal Langka
23
Ch. 23: Terpisah Jarak
24
Ch. 24: Uji Coba Pertama
25
Ch. 25: Ternoda
26
Ch. 26: Kunjungan
27
Ch. 27: Hujan
28
Ch. 28: Ujian Nasional
29
Ch. 29: Bukan Bucin tapi Risih
30
Ch. 30: Kesepakatan Dua Keluarga
31
Ch. 31: Lebih Baik Diam
32
Ch. 32: Kau mengkhawatirkanku?
33
Ch. 33: Tetap di Sini
34
Ch. 34: Bagaimana kalau Mati Bersama?
35
Ch. 35: IGD
36
BAB 36
37
Bab 37
38
BAB 38
39
BAB 39
40
BAB 40
41
BAB 41
42
BAB 42
43
BAB 43
44
Ch. 44 : Menemukanmu
45
BAB 45
46
BAB 46
47
Ch. 47: Luapan Rindu
48
Ch. 48: Kembali
49
BAB 49
50
BAB 50
51
BAB 51
52
BAB 52
53
Ch. 53: Dingin
54
Ch. 54: Anak?
55
Ch. 55: Perjalanan
56
BAB 56
57
Bab 57
58
BAB 58
59
BAB 59
60
BAB 60
61
BAB 61
62
S2 - Bab1
63
S2- Bab 1
64
S2- Bab2
65
S2- Bab 3
66
S2 - Bab 4
67
S2- Bab 5
68
S2 - Bab 6
69
S2- Bab 7
70
S2 - Bab 8
71
S2 - Bab 9
72
S2 - Bab 10
73
S2 - Bab 11
74
Bab 11
75
S2 - Bab 12
76
S2 - Bab 13
77
S2 - Bab 14
78
S2 - Bab 15
79
S2 - Bab 16
80
S2 - Bab 17
81
S2 - Bab 18
82
S2 - Bab 19
83
S2 - Bab 20
84
S2 - Bab 21
85
S2 - Bab 22
86
Ch. 86: Berada di Tempat Berbeda
87
Ch. 87: Terhukum Rindu
88
S2 - Bab 25
89
S2 - Bab 26
90
S2 - Bab 27
91
S2 - Bab 28
92
S2 - Bab 29
93
S2 - Bab 30
94
S2 - Bab 31
95
Akhir Kisah (END)
96
Maaf dan terima kasih.
97
Extra Part
98
BonChap ZeSa - 2
99
Extra Part (3)
100
Extra Part (3)
101
Pernikahan Nona Muda (Selaksa Cinta) - Bab 1
102
Baca Aja
103
Wanita Bayaran untuk Anakku
104
Menikahi Teman Kelas (info)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!