“Sa, kamu kenapa?” Lisa bertanya pada sahabatnya.
Sejak tadi Sally terdiam. Padahal, tidak biasanya demikian saat nongkrong di kafe Tum-tum akhir pekan. Gadis berambut panjang bergelombang itu terlihat risau, entah hal apa yang menggelayuti pikirannya.
“Sa.” Lisa kembali berkata ketika tak kunjung dapat jawaban. Teman sebangkunya itu sampai gelagapan.
“Eh, nggak pa-pa, kok, Lis.”
“Serius?”
“Iya.” Sally mengangguk. Namun, Lisa tak kunjung percaya begitu saja. Dia terus memperhatikan sahabatnya yang terdiam lagi.
“Cerita aja kalau ada yang bisa kubantu.”
Sally menggeleng. “Enggak, ini soal keputusanku kemarin menikah dengan anak Om Bobi.”
“Kamu serius mau terima perjodohan itu?”
Nona Muda Birawan itu kembali mengangguk dan membuat Lisa sedikit menganga. “Sa, seriusan? Kamu nggak pengin batalin?”
“Nggak perlu. Aku masih merasa bersalah kalau inget kepergian Nenek.”
Lisa hanya mengembuskan napasnya kasar. Dia merasa iba pada kehidupan Sally. Mereka masih muda jika harus berumah tangga, tetapi dia juga tahu betapa sayangnya Sally pada keluarga.
“Aku cuma bisa doain kamu yang terbaik, ya.”
Gadis berambut pendek sebahu itu beranjak dari kursi untuk memeluk Sally. Hanya perlakuan itu yang bisa dia berikan. Lisa juga tahu jika sahabatnya dijodohkan dengan pria tujuh tahun lebih tua dari mereka. Hal itu terdengar sangat konyol baginya.
***
Ruang tamu keluarga Birawan sudah rapi. Tamu yang ditunggu hadirnya, sudah tiba dan duduk dengan tenang.
Pak Tomi, Bu Anna, dan Dion ada di sana. Mereka kompak menyambut keluarga Pak Bobi.
Segala persiapan dilakukan dari siang, padahal hanya keluarga Pak Bobi yang datang. Pria yang dahulu pernah tinggal di kediaman itu pula.
“Mi, Sally mana?”
“Oh, ya, Mami panggil dulu, Pi.” Ibu dari Sally dan Dion itu beranjak menuju kamar atas. Dia membuka pintu hati-hati ketika memasuki ruang pribadi Sally.
Bu Anna melihat anak gadisnya masih di depan cermin rias. Dia masih menyisir rambut dan menyematkan satu jepit di atas telinga.
“Kamu cantik. Sudah siap?”
Gadis bermata cokelat gelap itu mengangguk. Dia berusaha mengulas senyum saat sang ibu menatap pantulannya di cermin.
“Kita turun.”
Sally ikut berdiri dan mengikuti langkah ibunya. Bu Anna mulai menuruni anak tangga perlahan.
Tepat sampai di ruang tamu, Sally mengedarkan pandangan. Di sana, sudah ada Pak Bobi dan Bu Lyra. Wajah keduanya menebar senyum saat Sally menatap mereka.
Pandangan Sally bergeser sedikit, melihat lelaki dengan paras rupawan duduk dengan tenang. Penampilannya rapi meski hanya mengenakan kemeja polos hitam seperti rambut dan matanya. Melihat itu, Sally tercenung sesaat. Dia bertanya dalam hati, apa itu anak Pak Bobi dan Bu Lyra? Padahal, dia kira seorang om-om seperti julukan Lisa.
“Ayo, Sayang. Sapa mereka dulu.” Bu Anna menyadarkan Sally, membuat gadis itu segera melangkah mendatangi sofa ruang tamu.
Kakinya berjalan dengan perlahan, Sally hanya mengikuti ke mana Bu Anna melangkah.
“Malam, Om, Tante.” Dia tersenyum manis, meraih tangan kedua orang di hadapannya, mencium bergantian.
“Malam, Sa. Kamu cantik sekali malam ini.” Bu Lyra memuji sambil mengelus lembut rambut gadis yang sudah dianggap anak sendiri.
Pak Bobi ikut tersenyum melihat binar bahagia di raut muka istrinya tercinta.
Menanggapi pujian dari Bu Lyra, Sally membalas dengan lengkungan di bibir. “Terima kasih, Tante.”
“Sa, kenapa hanya calon mertua saja yang kamu sapa? Sapa juga pada calon suamimu.”
“Ah, mamimu benar. Ayo, sapa calon suamimu.” Bu Lyra ikut membenarkan omongan ibunda Sally. Dia menggeser posisi dan mendekati putranya.
Mendengar kata 'suami', hati Sally seakan ingin melompat dari rongga dada. Tubuhnya serasa melayang dalam sekejap dan ingin ambruk. Akan tetapi, Sally harus menguasai diri. Dia tidak ingin membuat malu keluarga.
"Eee … se-selamat malam, mmm …." Gadis itu menggantung ucapan. Dia bingung harus memanggil dengan sebutan apa pada calon suaminya itu. Apa iya harus memanggil om? Tidak! Panggilan itu terlalu tua jika dia melihat perawakan yang saat ini ada di depannya.
"Namanya Zean, Sayang.” Bu Lyra memegang lembut kedua lengan Sally. “Panggil saja dia, Kak Ze,” lanjutnya memberi saran.
Gadis itu mengangguk kaku lalu berkata, “Selamat malam, Kak Ze.” Tangannya mengulur ke depan, mengajak Zean berjabat tangan.
Anak Bu Lyra dan Pak Bobi itu hanya berdiri, sesaat memandang uluran tangan gadis di hadapannya.
“Ze!” Bu Lyra menyenggol tangan sang anak, menyadarkan Zean jika Sally tengah menunggu tanggapannya.
Tak ada ekspresi dari wajah Zean. Dia hanya menyambut uluran tangan Sally sekejap, lalu segera dilepas. Tak ada senyum, kata-kata balasan menyapa juga tidak ada.
Sombong amat.
Batin Sally mengumpat. Dia tak menyangka jika anak Pak Bobi tak seramah ayahnya.
“Jadi bagaimana, Bob?”
"Untuk itu, keluargaku hanya mengikuti sesuai permintaan keluarga kalian saja. Kurasa, Zean tidak keberatan kapan pun itu di laksanakan.”
Pak Tomi mengulas senyum mendengar jawaban saudara angkatnya tersebut. "Bagaimana kalau dua minggu lagi? Kurasa itu waktu yang cukup untuk kita mempersiapkan berkas-berkas yang harus diserahkan pada catatan sipil, bukan?"
Pak Bobi mengatupkan bibir sekilas, beberapa saat mencerna perkataan Pak Tomi. Dia lalu menoleh pada sang istri. Bu Lyra memberi anggukan dan senyuman.
“Baiklah, itu bukan masalah. Biarkan Zean yang mengurus semua ini.”
Hah? Kenapa aku , Pa? Aku sibuk. Ck!
Ingin sekali Zean protes dengan keputusan Pak Bobi. Akan tetapi, tentu saja dia tidak bisa. Memangnya dia siapa? Sesayang apa pun kedua orang tuanya itu, tetap saja Zean tak bisa menolak semua perkataan ayahnya.
Sally menelan ludah secara kasar saat mendengar pembicaraan dua orang tua. Hatinya berdegup dengan pikiran mulai kacau. Dia tidak mengira jika pernikahannya akan dilaksanakan secepat itu. Padahal, Sally kira akan ada acara pertunangan dahulu dan tidak langsung ke jenjang pernikahan. Akan tetapi, ternyata pemikirannya salah. Kedua orang tua dan calon mertua ternyata sama-sama memiliki kesepakatan sendiri.
***
Usai berbasa-basi mengobrol sebentar di ruang tamu. Acara mereka dilanjutkan dengan makan malam. Semua duduk tenang, hanya Pak Bobi dan Pak Tomi paling banyak bercerita. Hal itu, bukan sesuatu yang mengherankan jika mereka begitu akrab, mengingat Pak Bobi dulu tinggal satu atap.
Sally terus menunduk selama makan. Di sebelahnya ada Dion yang ikut melirik, tetapi tak memberi tanggapan. Zean di depan gadis itu menunjuk ekspresi tenang.
“Terima kasih untuk kunjungan malam ini. Sering-sering kemari seperti dulu.” Pak Tomi berkata saat mengantar calon besannya ke depan usai makan malam tadi.
Keluarga Pak Bobi harus segera kembali ke kota C. Akhir pekan, bertepatan malam Minggu pasti jalanan ramai dan macet. Belum lagi jarak tempuh dua jam pasti akan melelahkan bagi pengemudi.
“Tentu kalau tidak ada kesibukan.”
“Kau ini, Bob. Bukannya sudah ada Zean yang membantumu?”
“Ya, tapi aku juga masih harus bekerja.”
Pak Tomi mengangguk-angguk sambil terkekeh. Dia paham bagaimana sibuknya Pak Bobi semenjak memegang Pratama Group.
“Hati-hati kalau begitu, ya.”
Mereka saling berpelukan sebelum pergi. Bu Lyra dan Bu Anna melakukan hal yang sama.
“Sa, main ke rumah kalau kamu libur.”
“Ee, iya, Tante.” Sally menjawab canggung. Dia mana mungkin ke rumah Zean saat belum memiliki status hubungan.
“Jangan sungkan-sungkan. Sebentar lagi kami juga keluargamu.”
Kembali Sally hanya menanggapi dengan senyuman. Dia masih kaku untuk bersikap.
Zean tak jauh dari keluarga hanya melirik, tidak ada niat untuk pamitan pada Sally. Baginya, cukup Pak Tomi dan Bu Anna saja.
Dion tiba-tiba mendekati Zean. “Hati-hati, Kak,” ucap pemuda kelas tiga SMP itu.
“Oh, ya.” Zean menjawab sambil mengacak rambut.
Semua bersiap masuk mobil dan pergi. Keluarga Birawan melambaikan tangan ketika mobil yang dikemudikan Zean meninggalkan pelataran.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Apa iya Sally hak pernah ketemu dgn anaknya pak Bobi?? katanya dulu pak Bobi anak angkat nemeknya,Apa dr mereka kecil sampai mereka besar pak Bobi gak pernah memperkenal kan mereka,harusnya kan mereka akrab tuh udah kayak sepupuan,tapi ini malah gak kenal,,🤔🤔
2023-02-21
0
imafe
cmn delapan thn,sm lah dgn ku ,aku dan suamiku terpaut 10thn ,aku 1992,suamiku 82
2022-05-04
0
Kornelia Hidayat
cm bd 8thn, ga ad bedanylah msh deket
2022-01-31
0