Jam menunjuk pukul 5 sore, perlahan Sally membuka mata. Gadis itu menggeliat sesuka hati, tanpa sadar tangannya meraba-raba sesuatu yang keras.
Dia tertegun beberapa saat, telapak tangan naik turun memastikan apa yang sedang dipegang. Dia memberanikan diri menoleh ke arah samping. Gerakan yang tadi mengusap berhenti seiring bola mata membeliak tak percaya.
“Argh!” Dia langsung mendorong kasar tubuh orang di sebelah. Tubuhnya terlonjak dan langsung meraba pakaian memastikan masih utuh.
“Sally! KAU!” Zean ikut kaget, bahkan langsung terduduk dari tidur. Napasnya memburu, matanya menatap nyalang. Dada naik turun karena emosi dan kaget menjadi satu.
“A-apa yang kamu lakukan?” Gadis itu tidak peduli. Dia masih bingung bercampur panik.
“Memangnya apa? Kau sudah seperti orang kesetanan, teriak-teriak tidak jelas!” Zean sukses membungkam mulut Sally dengan tatapan tajam. Nyali gadis itu jadi menciut. Dia mulai mundur teratur, sedang Zean seolah tanpa berkedip menatap murka.
“Permisi, koper Anda, Nona.” Terdengar suara dari luar usai ketukan pintu. Hal itu membuat keduanya sadar.
Meski masih dalam keadaan takut, Sally segera lari meninggalkan Zean yang masih berapi-api. Kabur lebih baik, pikirnya.
Pintu terbuka, seorang pegawai hotel sudah menunggu di depan dengan sebuah koper. Ia tersenyum ramah. “Koper Anda. Dari kamar Nona Lisa.”
Sally menurunkan tatapan, berpindah pada koper yang dikenal. Dia baru ingat jika tadi sebelum ketiduran meminta Lisa mengantarkan koper ke kamar yang telah diberitahukan lewat pesan. “Oh, iya. Terima kasih banyak.”
Pegawai itu mengangguk, tersenyum ramah lalu permisi.
Sally menarik pelan koper miliknya, lalu segera membuka dan mencari pakaian. Dia ingin bergegas mandi karena tubuhnya terasa lengket, wajahnya ikut gatal gara-gara tidur tanpa menghapus make up.
Dia sengaja berjalan mengendap-endap, berharap tidak mengganggu lelaki yang masih terdiam di ranjang sibuk dengan ponsel.
“Berhenti kau!” Suara Zean menggelegar, membuat Sally semakin takut dan berhenti mendadak.
Mati aku!
Lelaki itu bangun, berdiri dan meninggalkan pembaringan. Dia berjalan mendekat ke arah istrinya tanpa mengalihkan pandangan.
Sally gelagapan, segera mundur teratur. Zean semakin dekat, masih dengan tatapan tajam berapi-api. Pria itu memangkas habis jarak keduanya, semakin merangsek maju.
Tepat ketika jarak mulai habis, Sally ingin berlari. Namun, tangannya sudah ditarik duluan. Baju yang dipeluk di dada jadi berhamburan membuat keduanya menunduk bersamaan.
“Aargh ….” Gadis itu berteriak lagi, malu bukan kepalang saat semua pakaian termasuk yang terdalam ikut terpampang jelas.
Sally mendorong tubuh lelaki yang telah jadi suaminya, lalu segera memunguti baju satu per satu. Tanpa menoleh pada Zean yang masih berdiri tak jauh darinya, dia segera masuk kamar mandi.
“Aargh ….” Teriakan masih terdengar dari dalam kamar mandi, membuat Zean terkikik.
“Bagaimana bisa? Memalukan! Malu-maluin kamu, Sa.” Sally mengomel-ngomel sendiri di depan cermin kamar mandi. Mukanya merah bak tomat karena malu.
Gadis lucu! Menarik juga!
Bibir Zean tertarik ke atas mendapati tingkah istri barunya itu.
***
Musik memenuhi ruangan sejak tadi. Dua orang pengantin baru itu memasang wajah dengan penuh senyuman. Mereka kompak bergandengan tangan. Satu bergelayut manja, satu lagi terlihat sesekali mengusap lembut punggung tangan istrinya. Entah hanya akting atau asli. Tidak ada yang tahu.
Tamu undangan yang hadir begitu membludak, mengingat kolega keluarga Pratama dan Birawan menjadi satu. Kedua keluarga besar yang saling bekerja sama itu sudah tidak membuat heran para tamu yang hadir.
Saling menyapa dan akrab bercengkrama, gelak tawa dan cuitan sesekali terdengar. Namun, di balik kondisi bahagia itu, tengah berdiri seseorang dengan tatapan tajam tidak suka.
“Jadi, itu menantumu?”
Ia tersenyum remeh, sorot matanya berubah dingin seketika. Ia pergi meninggalkan hotel, meninggalkan hiruk pikuk pesta yang membuat hatinya semakin panas.
“Tuan Muda ….” Seorang lelaki tampan hampir seumuran Zean naik ke panggung pelaminan. Kehadirannya membuat suami Sally melepas tangan dan mendekat.
“El, terima kasih.” Zean memeluk hangat Elo, berterima kasih pada kakak sepupunya telah merelakan waktu dan tenaga untuk mengatur semua pekerjaan dan pernikahan megah tersebut.
“Selamat berbahagia, Tuan Muda,” tambahnya setelah melepas pelukan.
Zean tersenyum, lalu menggeleng. “Jangan memanggilku tuan muda, aku adikmu di sini.” Tepukan pelan diterima Elo di bahu, membuatnya mengangguk.
“Baiklah, biarkan aku bertemu Adik Ipar.”
Zean bergeser, memberi jalan pada Elo untuk mendekat ke Sally. Pria itu melangkah santai dengan seribu pesona, membuat Sally terus memperhatikan dengan saksama.
Dia sampai, berhenti tepat di depan Sally. Elo meraih tangan tanpa permisi, mengecup pelan. “Kau ternyata begitu cantik, Nona.” Satu pujian diterima, tetapi bukannya membuat bahagia, justru Sally tampak syok dengan perlakuan lelaki di hadapannya. Tak kecuali Zean, lelaki itu ikut bersungut sebal.
Cih! Dasar buaya! Bisa-bisanya kau menggoda istri orang.
Entah ada angin apa, hati Zean ikut meradang. Padahal, dia tahu jika hal itu biasa Elo lakukan untuk menggoda para wanita. Akan tetapi, baru kali ini Zean merasa tak terima.
Sally menarik tangan kasar serasa ingin menampar lelaki yang dirasa tak punya sopan santun itu. Namun, dia ingat situasi, tidak ingin membuat malu.
Zean mendekat, menatap tajam kakak sepupu. Elo mundur selangkah, menyeringai puas lalu mengejek. “Apa, Anda akan memecat karena hal ini, Tuan Muda?” Dia tersenyum remeh sebelum lanjut berkata, “ingat, aku kakakmu di sini.”
Sial! Kelakuan Elo membuat Zean ingin sekali menghajarnya. Namun, tak bisa, Zean tak pernah menarik omongan. Dia menghela napas, lalu berbisik ke telinga Sally.
“Dia kakak sepupuku dari Mama, cara berkenalannya memang sedikit aneh.”
Kedua mata Sally membola mendengar omongan Zean. Mempelai wanita itu mengangguk kikuk, lalu melirik Elo yang masih santai di depannya. “Maafkan aku, Kakak Ipar.” Dia mengangkat gaun, sedikit membungkuk hormat sebagai permintaan maaf.
“Tidak masalah, Adik Ipar. Aku belum sempat memperkenalkan diri.” Satu tangan Elo menyilang di dada. Dia emminta maaf dengan cara yang elegan.
“Sudah! Turun sana!” Zean mendorong tidak sabar, membuat Elo malah tertawa. Bisa-bisanya dia mengusir tamu. Meski itu kakak sepupunya.
“Apa kau cemburu?” Elo tersenyum mengejek.
“Cih! Mana bisa aku cemburu padamu? Menjijikkan.” Zean tidak terima, membuat Elo menepuk pelan bahunya lalu berbisik tidak tahu diri. “Hati-hati … termakan omongan sendiri. Aku tidak menyangka, kau menerima perjodohan semacam ini, dengan gadis belia pula.”
“Kau sengaja memancingku untuk menghajarmu?” tandas Zean.
Elo tertawa renyah. "Sudahlah, kembali sana. Jangan biarkan gadis kecilmu itu sendirian.”
Zean mendengkus, meninggalkan Elo dan mendekat kembali pada Sally.
Sementara itu, Lisa sejak tadi sibuk memperhatikan panggung pelaminan, seolah mata indahnya itu tak ingin berkedip.
Oh God … di sini ternyata terlalu banyak makhluk pembersih mata.
Hatinya bergumam, tapi tatapan tidak beralih pada lelaki yang baru turun dari panggung hingga akhirnya Dion datang, mengusik perhatian. “Kak Lis, dipanggil Mami.”
“Hah? Ada apa?”
Pemuda itu mengedikkan bahu. “Aku nggak tahu, pokoknya ditunggu di sana, tuh.” Kepala Dion mengarah ke tempat ibunya berdiri, menunggu Lisa menghampiri.
“Baiklah ....” Satu gelas berisi minuman diberikan pada adik sahabatnya, membuat Dion melongo.
“Perempuan aneh!”
.
.
.
.
.
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Nurcahyani Nurr
Bukan sally nya bng ariel yang untungnya... 👍👍👍
2021-08-03
0
Anggra
Lisa suka ya ...ama aa' Delon☺️☺️
2021-03-12
0