Kami masih berjalan di dalam hutan. Terkadang kami berhenti sebentar untuk beristirahat. Semoga saja kami dapat sampai ke kota sebelum gelap.
Ketika kami berjalan terkadang Emilia melirik ke arahku. Dari raut mukanya aku tahu kalau ada yang ingin dia tanyakan tapi sepertinya ragu atau merasa sungkan kurasa. Kalau kuperkirakan ia ingin bertanya tentang diriku.
Yah… Itu wajar sih. Kalau aku jadi dia , aku juga pasti akan bertanya. Apalagi setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Rinoa tadi.
Aku menghentikan langkahku. Emilia pun juga ikut berhenti.
“Emilia, kalau kaumu ingin tanya sesuatu tanya saja.”
“Tapi…”
“Tidak apa-apa.”
“Emmm baiklah. Aku ingin lebih mengenal master lebih lagi.”
“Baiklah. Aku akan bercerita sambil kita jalan.”
Kami melanjutkan perjalanan kami. Aku mulai menceritakan dari awal aku dipanggil sampai aku bertemu dengan Emilia. Untuk bagian penjara aku tidak terlalu banyak membahasnya.
“Master, apa anda tidak apa-apa?”
“Kalau dibilang tidak apa-apa itu tidak mungkin. Aku juga merasa benci dan kesal. Keinginan balas dendam itu juga ada, tapi dendam dan benci selalu tidak berakhir dengan baik menurutku.”
“Sebenarnya aku benci dan takut dengan manusia, tapi sejak bertemu dengan master aku tahu kalau tidak semua manusia jahat ada juga yang baik.”
“Begitu ya…”
Setelah beberapa saat kami tiba di kota. Kota itu bernama Sina dan itu adalah kota terakhir sebelum kami keluar dari kerajaan ini. Untungnya kami tiba sebelum gelap.
Pertama kami harus mencari sebuah penginapan untuk bermalam. Lalu mencari tempat untuk makan. Aku mencoba bertanya-tanya kepada beberapa warga kota. Kebanyakan dari mereka menyarankan untuk menginap di penginapan dekat guild. Selain karena biayanya murah, tempat itu dekat dengan beberapa toko dan juga tempat makan.
“Bagaimana Emilia? Apa tidak masalah untukmu?”
“Tidak apa-apa.”
Lalu kami menuju penginapan yang dimaksud.
“Jadi ini penginapanya. Ayo kita masuk.”
“Baik tuan.”
Kami lalu masuk ke penginapan itu. Aku meminta Emilia untuk duduk di sebuah kursi yang ada di situ, sementara aku memesan kamar untuk kami berdua.
“Aku ingin 2 kamar.”
“Maaf tuan. Hanya tersisa 1 kamar saja. Jika anda ingin menambah kasur kami dapat menyiapkannya.”
“Baiklah aku ambil.”
“Harganya 15 perunggu.”
“Ini.”
Aku memberikan 20 perunggu.
“Ini terlalu banyak tuan.”
“Tidak apa-apa, anggap saja untuk biaya kasurnya.”
“Terima kasih. Silahkan tunggu sebentar kami akan segera menyiapkannya.”
Aku memanggil Emilia dan memberitahunya kalau kita akan sekamar.
“Kamu tidak apa-apa kan?”
“Hmmm…”
Dia menganggukan kepalanya. Kulihat ekornya juga bergoyang.
Apa dia senang?
Tidak alam kemudian kamar kami telah siap. Kami membawa barang-barang kami ke dalam kamar. Setelah kami meletakan barang-barang kami dikamar, kami pergi untuk membeli makanan.
Aku melihat sekeliling penginapan kami untuk mencari tempat makan yang murah. Tapi ternyata banyak sekali tempat makan di sekitar situ.
“Emilia kamu ingin makan apa?”
“Apa saja master.”
Itu jawaban yang paling tidak ingin kudengar. Kalau aku ingat-ingat lagi kami belum makan daging. Jika begitu kita cari tempat makan yang jual olahan daging saja.
“Ayo!”
Aku memilih tempat makan yang memiliki berbagai macam olahan daging. Tempat itu cukup ramai. Kami bahkan kesulitan untuk mencari meja yang kosong. Untung saja pelayan di situ membantu mencarikan meja yang kosong untuk kami.
Kami membaca daftar menu yang ada di atas meja. Aku melihat Emilia kebingunan memilih makanan. Sepertinya ia masih belum terbiasa.
“Aku sudah menentukan pilihan, kalau kamu?”
“Saya bingung master. Sudah lama sekali sejak saya makan seperti ini.”
“Kalau begitu pilih saja yang paling kamu inginkan.”
“Baik. Saya ingin daging sapi.”
“Baiklah. Kalau begitu aku juga sama. Pelayan!”
“Ya tuan. Aku pesan steak sapi 2 dengan salad.”
“Baik tuan.”
Kami menunggu pesanan. Emilia melihat ke sekeliling tempat makan itu. Kalau dibandingkan dengan saat pertama kali ia makan bersamaku, sekarang ia lebih percaya diri.
Tak lama makanan kami diantarkan. Emilia terlihat sangat senang sekali. Ekornya berkibas dan telinganya bergerak-gerak. Manis sekali…
Lalu kami makan sambil mengobrolkan banyak hal. Dia lebih banyak bercerita dari yang sebelumnya.
“Master. Dunia master seperti apa?”
“Duniaku? Bagaimana ya?”
Aku menceritakan tentang kehidupan di bumi. Mulai dari masyarakat, teknologi, dan juga hal-hal lainnya. Aku juga memberitahukan kalau di sana tidak ada monster.
“Jadi di sana tempat yang sangat aman?”
“Bisa dibilang seperti itu.”
“Bisa dibilang?”
“Di dunia manapun pasti ada yang namanya kejahatan, Emilia. Di duniaku memang tidak ada monster, tapi banyak manusia yang memiliki hati monster.”
“Aku mengerti.”
“Tapi tidak sedikit orang yang baik di sana.”
Setelah selesai makan, kami kembali ke penginapan untuk bersitirahat.
Ketika kami masuk kamar, aku melihat Emilia terkejut. Ia menatapku sambil menunjuk ke salah satu kasur yang ada di kamar kami.
“Ada apa?”
“Kenapa ada 2 kasur?”
“Memang kenapa dengan 2 kasur?”
“Saya seharusnya tidur di lantai saja.”
Jadi dia masih ada rasa menjadi budak kah?
“Itu tidak boleh. Sekarang kamu bukan lagi budak.”
“Tapi…”
“Tidak ada tapi-tapian. Sekarang ayo kita istirahat.”
Aku kemudian naik ke atas kasur dan tidur. Atau lebih tepatnya berusaha tidur. Emilia juga naik ke kasurnya.
“Master…”
“Iya?”
“Kalau master kembali, apa aku boleh ikut bersamamu? Aku sudah tidak ada tempat untuk kembali.”
Jadi dia tidak ingin tinggal sendiri.
“Aku rasa itu tidak masalah.”
“Sungguh?”
“Iya. Sekarang tidur.”
“Baik master. Selamat malam.”
“Malam.”
Keesokan harinya kami membeli beberapa bahan makanan serta perlengkapan yang kami butuhkan untuk perjalanan. Kami berencana untuk tinggal satu malam lagi di kota ini. Jarak dari kota ini hingga perbatasan tidak terlalu jauh.
Aku juga ingin melihat-lihat kota ini. Kami berkeliling kota melihat-lihat berbagai hal. Kami mampir ke pasar yang ada di kota itu.
“Master. Saya ingin melihat ke tempat itu.”
Emilia menunjuk ke salah satu kios yang ada di situ.
“Baiklah. Ayo!”
Ternyata kios itu menjual berbagai maca aksesoris. Emilia sepertinya tertarik ingin memebeli.
“Kamu mau yang mana?”
“Eh? Bolehkah?”
“Kenapa tidak?”
“Tapi biaya perjalanannya…”
“Tidak usah dipikirkan. Sekali-kali tidak apa-apa kan?”
Emilia melihat-lihat akseroris yang ada di situ. Wajahnya nampak serius sekali. Setalah beberapa saat ia memlih sebuah pita dengan bunga berwarna merah.
“Saya memilih ini master.”
“Berapa harganya bu?”
“Itu 5 perunggu.”
“Ini.”
Aku memberikan 5 perunggu. Tidak terlalu mahal, malah cukup murah menurutku. Tapi, aku lihat Emilia tampak senang dengan pita itu. Dia mencoba memasang di rambut bagian samping kanannya.
“Bagaimana menurutmu master?”
“Kamu terlihat cantik Emilia.”
“Terima kasih master.”
Kami melanjutkan berkeliling tempat itu. Sepertinya aku melihat toko perlengkapan petualang.
Lalu kami pergi ke toko itu untuk membeli beberapa perlengkapan. Aku membelikan Emilia baju dan pedang juga sehingga ia memiliki 2 pedang. Itu bagus untuknya agar ia tidak terlalu bergantung pada masamune nantinya.
Kami juga mampir ke beberapa tempat lain dan juga mencari informasi mengenai cara melewati perbatasan. Informasi yang kami dapatkan adalah untuk melewati perbatasan kami membutuhkan tanda pengenal, baik sebagai penduduk atau petualang. Sebagai petualang pun harus berperingkat D ke atas.
Sepertinya akan sulit mengingat aku bukan seorang petualang. Sepertinya kami akan tinggal cukup lama di kota ini untuk mendapatkan kartu petualang dengan tingkat D.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
anggita
Ciel 👏👏
2021-02-21
1
Yeni Istiyanti
hello kak, q mmpir mendaratkan Like ku.
Salam semangat dari Siapakah Jodohku???
2021-01-18
1
VaLe~
like
2021-01-17
1