Amanda merogoh tasnya untuk mengambil kartu akses anggota apartemen untuk membuka pintu kamarnya.
CEKLEK! Ia langsung membanting diri ke kasur saking kecapean.
"Astaghfirullah, hari ini capek banget. Padahal cuman gantiin Bu Eva persentase doang kok" Gumam Amanda.
Amanda memegang dahinya, "Kok panas ya? Tapi aku gak ngerasa kenapa-napa"
Drrt... Ponsel bergetar, Amanda secepat mungkin mengambilnya, "Jangan-jangan, pesan dari Erlan?!"
"Huh, kirain. Rupanya Pak Sulaiman minta selesaikan file" Gumam Amanda.
"Aku kan udah lulus!! Kenapa aku malah ikut campur urusan dosen!!" Seru Amanda.
Amanda memandang jam di dinding pukul 20.00 pm. "Mandi dulu terus sholat dan tidur"
Keesokan harinya...
Andra terbelalak, "Apa?! Ana sakit?!"
"Benar Tuan, saat saya ke kamarnya. Ia tidak merespon saat lift sampai ke kamarnya, rupanya sedang demam" Jelas Radith.
Andra menunduk, "Apa jadwal saya hari ini?"
Radith agak gugup karena suasana hati Andra agak bimbang, "Ja-Jadwal hari ini bisa dibilang sangat padat, Tuan. Saya bisa memperkirakan kita akan pulang malam nanti"
Andra kaget, "Apa?! Lalu, Ana..."
"Aku gak apa-apa kok, Kak"
Andra dan Radith kaget.
"Ana?!" Terlihat Amanda yang datang dengan baju piama dan jilbab, namun jilbabnya tak menutupi kompresan yang ada dahinya.
Amanda menghampiri Andra, "Aku gak apa-apa kak. Gak usah khawatir, kakak lanjutin urusan kakak aja. Aku bisa sembuh kok"
"Tapi, kamu emang gak inget? Kamu ambruk saat masih kuliah dulu?" Tanya Andra.
(*\= Episode di novel The Unifying Butterfly)
Amanda mengerti, Andra hanya tidak ingin dirinya kenapa-napa, "Kak, tolong jangan khawatir kali ini. Aku udah selesai kuliah, percaya sama aku kak"
Andra agak ragu, "Ya sudah, tapi kalau kamu kenapa-napa cepat telepon kakak atau Radith ya. Atau kalau perlu Rahmat juga bisa"
"Iya kak"
Akhirnya Amanda kembali ke kamarnya.
Andra tetap saja khawatir, "Radith, apa jadwal terakhir?"
Radith bilang, "Ah, jadwal terakhir yaitu akan ada tamu yang mau datang ke Rosement"
Andra kaget mendengar perkataan Radith, "Siapa yang mengizinkan itu?! Kamu sudah tahu? Kenapa tidak memberitahu lebih awal?!"
"Maafkan saya, Tuan. Katanya Tamu ini sudah diizinkan oleh Vian. Kata Vian, tolong sampaikan pada anda kalau tamu ini akan bertemu dengan anda" Jelas Radith.
Andra terbelalak, "Jangan bilang tamu itu...?!"
"Benar, Tuan" Kata Radith.
Andra menghempaskan tubuhnya ke sofa, "Astaghfirullah! Katakan pada tamu kita kalau pertemuan kita dialihkan saja ke istana"
Radith mengangguk mengerti, "Baik, akan saya sampaikan pertemuannya di istana saja, Tuan"
Di kamar Amanda...
Akhirnya waktu menunjukkan pukul 15.30 sore.
Amanda tidak bisa tidur karena matanya panas dan kepalanya pusing.
"Duh, meski sakitnya ini gak separah saat ambruk dulu. Tapi sakit tetap aja sakit. Pusing juga nih" Gumam Amanda.
"Udah sholat ashar, mandi dulu kali ya? Biar seger" Amanda akhirnya berjalan perlahan ke kamar mandi.
"L-lho? Kok.. Kamar mandinya... Kerasa, ja~uh?" Dirinya menjadi oleng saking pusingnya.
BRUK!
Di luar....
Kring... Kring... Erlan menekan tombol bel kamar Amanda.
"Kenapa gak ada respon?" Batin Erlan.
Jantung Erlan deg-degan setelah mengetahui kalau Amanda telah menerima lamarannya.
Erlan menarik nafas panjang, "Huuft!! Tenang Lan! Tenang!"
DEG... DEG... DEG...
"NAPA NI JANTUNG GAK BISA DIEM SIH?!!" Teriaknya.
DUAK! Nera yang lewat langsung memukulnya.
"Kalau jantung lu diem artinya lu dah mati! Bersyukur lu masih bisa hidup dan udah punya calon istri!" Jelas Nera.
Erlan memegang benjolannya, "Sakit Ra! Ngapain sih lu?!"
Nera melihat kamar Amanda, "Mau ngapain disini btw? Mau ngelamar fase kedua? Yang bener aja lu!"
"Bukan! Cuman mau nganterin nih kue titipan Rahmat" Kata Erlan.
"Gak lu taruh obat tidur ke kue terus lu apa-apain kan?" Tanya Nera.
"Innalillahi, gw takut sama Allah, Ra! Gak lah, bisa-bisa kena gebuk Pak Andi" Kata Erlan.
Erlan menghembuskan nafasnya, "Kok gak dibukain ya? Lagi pergi? Tapi kata Rahmat, Amanda gak keluar kamar sejak pagi"
Nera mulai serius, "Minggir lu, Vian"
Erlan kaget lihat Nera membentuk kuda-kuda, "Ma-Mau ngapain lu Ra?! Ngehancurin pintu?! Yang bener aja!"
"Kalau Amanda kenapa-napa lu mau nikahan ama lamaran lu di tolak?!" Tanya Nera.
"Gak ada hubungannya ama lamaran woi!!" Seru Erlan.
"Lagipula gak usah pake kekerasan, kasihan nih pintu. Nih, aku ada kartu duplikat dari Rahmat. Buat nitip kue misal kalau Amanda lagi diluar" Jelas Erlan.
DUAK! Yah, Erlan kena benjol lagi.
"Kenapa gak bilang dari tadi?" Tanya Nera.
"Kamu kenapa, sih?! Mau ngebuat gw amnesia apa?!" Tanya Erlan.
Akhirnya Nera membuka pintu.
TIT! CEKLEK!
Nera kaget melihat Amanda yang terduduk memegang tembok "Lho?! Amanda! Kamu gak apa-apa?!" Tanya Nera.
"Amanda!" Kata Erlan.
"Lan! Panggilin Rahmat buru!" Kata Nera.
"Y-ya!" Kata Erlan.
"Jangan"
Erlan sama Nera kaget.
Erlan langsung menghampiri Amanda, "Amanda! Kamu gak apa-apa?!"
"Kak Nera, jangan kasih tahu siapapun lagi. Kalau gak, kak Andra bisa tahu, please. Aku gak mau bikin kak Andra khawatir dan kecewa, Dasar... " Kata Amanda.
Nera kaget mendengar kata Amanda, "Gak gitu Nda! Pokoknya-... " Belum selesai Nera bicara.
KLAP! Erlan langsung menutup pintu, dan menonaktifkan akses lift yang menghubungkan kamar Amanda langsung ke wilayah lingkar dalam tempat Andra berada..
"Vian! Lu mau ngapain?!" Tanya Nera.
"Ra, tuntun Amanda ke kamar mandi. Siapkan pakaian buat dia, sama air buat mandi. Airnya hangat tapi agak dingin aja" Jelas Erlan.
"Vian, kalau kita gak ngasih tahu Andra-... " Nera belum sempat menjelaskan.
"... Maka Andra akan semakin kecewa dan gak akan percaya sama Amanda lagi" Kata Erlan yang sedang menyiapkan obat sambil berdiri membelakangi Nera dan Amanda.
"Aku gak mau hal itu sampai terjadi!" Kata Erlan.
Nera berat hati, namun ia mau melakukannya. Nera akhirnya menuntun Amanda ke kamar mandi, "Tapi sekali ini aja"
Erlan tersenyum kecil karena Nera mau menurutinya, "Thanks"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments