Bi rumi berdiri dibalik kaca ruang ICU rumah sakit. Ia pergi dari rumah tanpa sepengetahuan Desy. Ia hanya ingin melihat tuannya. Namun ketika sampai dirumah sakit, ia bahkan tidak dapat menemui istrinya itu. Pahadal ia sudah pergi dari rumah sejak suaminya baru masuk rumah sakit. Tepatnya dua hari yang lalu. Ia menatap tubuh Tuannya yang sedang terbaring tak sadarkan diri. Iapun masuk kedalam dengan menggunakan jubah rumah sakit setelah meminta ijin pada suster rumah sakit.
Ia masuk dan mendekati ranjang. "Maaf pa, saya kurang ajar masuk kesini. Saya mau lihat keadaan bapak. Non Clara belum tau keadaan bapak. Gimana Rumi bisa ngehubungi non Clara?"tanya bi Rumi dengan berlinang airmata. Bi Rumi sudah hampir 30 tahun ikut bekerja di rumah Aditya. Semenjak Alena baru saja lahir. Mereka sudah seperti keluarga. Melihat tuannya seperti ini, ia tidak sanggup untuk menahan kesedihannya. Ia berjalan keluar.
"Rumi!" panggil Aditya dibalik oksigen yang menutupi mulutnya. Bi Rumi berbalik dan berjalan cepat menuju Aditya.
"Pa, jangan ngomong dulu. Bapak harus sembuh." ucap Bu Rumi.
Terlihat Aditya menangis. "Jangan tinggalin Clara. Saya titip Clara dan Alena."
"Bapak ngomong apa sih? Bapak harus sembuh. Bapak masih harus ketemu non Alena."
Aditya tampak terdiam.
"Bapak istirahat dulu. Nanti kalo bapak udah baikan, bapak bisa nyuruh Rumi apa aja." bisik Bi Rumi.
Adityapun menutup kembali matanya dan tertidur. Iapun berjalan keluar dan bertemu dengan pengacaranya.
"Bi Rumi!" panggil seseorang.
Bi Rumi berbalik dan bertatapan dengan Sakti yang baru saja tiba.
"Udah liat Adit?"tanya Sakti cemas.
Bi Rumi mengangguk pelan.
"Gimana keadaanya? Parah?" tanya Sakti
"Pa Sakti lihat sendiri saja."
"Dimana istri sama anak-anaknya?"
Bi Rumi terdiam. Ia kemudian menatap Sakti. "Non Clara baru 2 hari yang lalu pergi ke Thailand."
"Trus anaknya yang lain?"
Bi Rumi terdiam. Ia menunduk. "Sejak kemarin ibu sama non Adriana belum pulang."
"Keterlaluan. Suaminya kritis, dia malah hilang." ucap Sakti kesal. "Kamu bisa ngehubungi Clara?"
Bi Rumi menggelengkan kepalanya. "Dari kemarin teleponnya mati."
"Kamu terus coba. Dia harus cepet pulang." ucap Sakti sambil berjalan ke dalam.
Desy tengah duduk dikursi kerja Aditya. Ia mengangkat kakinya keatas meja sambil tertawa terbahak-bahak.
"Ma, aku gak yakin bisa megang kerjaan disini. Aku gak ngerti sama sekali" ucap Adriana bingung. Ia melihat-lihat dokumen yang ada diatas meja. Nama Aditya terpampang disana.
Desy melotot pada Adriana. "Buat apa mama sekolahin kamu tinggi-tinggi kalo kamu gak bisa megang perusahaan ini?"
"Ya, tapi ini bukan bidang aku ma!" elak Adriana.
"Kamu mau kita gak dapet apa-apa? Sayang, kita udah bertindak sangat jauh. Kita gak bisa mundur lagi! Sekarang yang harus kamu lakukan, kamu pelajari berkas-berkas ini. Kalo mau kamu bisa deketin klien Aditya buat belajar." seru Desy.
Adriana hanya menunduk. Ia malas jika melihat ibunya marah seperti itu.
Selama dua hari penuh Edward dan Clara bersenang-senang seakan mereka tidak mau terpisah lagi. Clara seakan lupa pada masalahnya dirumah. Bagaimana keadaan ayahnya dan ibu tirinya saat ini? Ia tidak peduli. Yang ia pikirkan saat ini adalah waktu yang berjalan ketika ia bersama pria yang ada disampingnya.
Mereka berjalan menuju kamar dengan bergandengan tangan. Malam ini adalah malam terakhir mereka berada diPhuket.
"Besok bangunin aku ya, sayang. Jangan lupa. Malam ini aku mau menyiapkan diri buat ketemu keluarga kamu." ucap Calvin.
"Oke."Jawab Clara sambil tersenyum. Iapun memeluk Edward dan berbisik. "Thank you Ed."
"Yes.."Ucap Edward membalas senyuman Clara.
Merekapun berpisah didepan pintu kamar Clara.. Edward berdiri didepan pintu kamar gadis itu sedikit lama. Ia tidak tahu alasannya mengapa ia lakukan itu. Ia menyentuh pintu kamar Clara sambil tersenyum. Tapi tak lama iapun pergi. Ia akan mengatakan semuanya pada kedua sahabatnya nanti. Ketika ia sudah sampai dirumah. Sekarang ia harus istirahat agar besok ia siap saat bertemu orangtua Clara.
Clara gelisah sepanjang malam. Ia tidak bisa tidur. Mungkin karena besok adalah hari penting. Edward akan menemui ayahnya untuk melamarnya. Ia melihat jam di handphonenya. Pukul 2 pagi.
Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Itu telepon dari rumahnya.
"Halo."jawab Clara
"Halo, non Clara." ucap Bi Rumi dirumahnya. Ia terdengar ketakutan.
"Ada apa bi?"tanya Clara bingung.
"Pulang sekarang ya, non. Bibi gak bisa bicara lama-lama nanti ketahuan ibu."
"Ada apa bi, cepat bilang?"tanya Clara panik.
"Bapak ada dirumah sakit, kritis." Ucap Bi Rumi dengan bibir bergetar.
Clara tanpa pikir panjang langsung memasukkan pakaiannya kedalam tas dan check out saat itu juga. Namun sebelumnya ia menulis sesuatu di kertas. Ia tidak peduli akan pulang ke Indonesia naik apa? Semahal apapun akan ia beli. Tiba-tiba handphonenya berbunyi.
"Halo.." jawab Clara.
"Clara, ini om sakti. Kamu harus pulang saat ini juga. Om udah ada di bandara Suvarnabhumi buat jemput kamu"
"Makasih om." jawab Clara sambil menangis.
Sepanjang perjalanan ia menangis. Ia khawatir keadaan ayahnya. Apalagi terakhir pertemuan dengan ayahnya berakhir buruk. Ia terus menangis sampai pramugaripun bingung bagaimana menghentikannya. Begitu pula dengan Sakti. Dan ketika sampai dirumahsakit beberapa jam kemudian, ia terlambat. Tubuh ayahnya baru saja ditutup oleh kain putih. "Papa" bisiknya dengan bibir bergetar. Iapun pingsan didepan pintu kamar tempat ayahnya berbaring.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Manda P Wulandani
kok calvin
2022-10-01
1
Susy Mokodongan
sedih thooor jadi ingat almr papa,,,,nd sempat bicara disaat trakhir krna sibuk cari obat d apotik2 😭😭😭
2021-07-21
0
Priyanaufal
kno gak tunggu sebentar ayah😭😭😭😭
thorrrr aq baca ini tengsh mlm lhoo
2020-07-13
0