Sejuknya udara pagi mengantar perjalanan Li Fang ke depan gerbang. Wu San dan Kakek Yo juga ikut mengantarnya sampai kedepan.
"Maaf, Paman, tak bisa mengantar sampai ke jalan besar. Fang'er, kamu hanya perlu berjalan lurus sekitar 2 km ke arah Timur, di situ kamu akan mendapati jalan besar yang lalu lalang banyak warga lewati."
Li Fang mengangguk mengerti, ia tahu apa yang Pamannya khawatirkan sehingga takut meninggalkan Sektenya.
"Tapi bisakah, Paman, beritahu aku di mana jalan yang paling dekat dari sini untuk menuju Sekteku yang telah di kuasai oleh Kelompok Aliran Hitam?"
Wu San membuka mulutnya ingin melontarkan penolakan, tetapi sebelum satu suku kata keluar dari mulutnya Li Fang telah memotong.
"Ti-."
"Paman, tak perlu mengkhawatirkan diriku. Kali aku tak akan ceroboh, dan hanya sebuah mainan kecil saja, 'kan ku berikan kepada mereka..." Bujuk Li Fang agar di beritahu jalan paling dekat untuk menuju bekas Sektenya.
Selama beberapa saat, Wu San menatap bola mata Li Fang. Setelah melihat dari sinar matanya tak ada sedikit kebohongan. "Ok. Namun, kamu harus janji hanya sebentar saja berada di sana."
Li Fang menganggukkan kepalanya sembari tersenyum senang.
"Dirimu hanya perlu memotong jalan dengan berbelok ke arah selatan, 500 meter setelah kamu berjalan keluar dari area Sekte ini, dan kamu hanya perlu berjalan lurus terus menyusuri arah itu."
"Baiklah, jika tak ada lagi yang Paman ingin sampaikan. Aku mohon pamit."
Li Fang berjongkok lalu mengatupkan kedua tangannya memberi hormat.
Wu San dan Kakek Yo menatap haru perpisahan antara mereka bertiga. Selama hampir 7 tahun ini, ikatan batin yang terkait dengan anak di depannya ini telah dalam. Karenanya, hal yang wajar jika mereka berdua merasa sedikit berat dengan perpisahan ini.
"Sebelum kamu pergi, Fang'er. Tolong kamu bawa koin emas ini. Sangat berguna selama petualangan mu yang panjang ini. Dan, Penatua Yo juga ingin memberikan sesuatu padamu..."
Li Fang berdiri dan mengambil sebuah kantong kain berwarna coklat yang berisi koin emas. Ia juga mengulurkan tangannya mengambil gelang giok berwarna hijau yang di berikan Kakek Yo.
"Hanya ini yang bisa, Kakek berikan kepada Tuan Muda. Semoga Tuan memakai gelang ini, karena itu buatan Kakek sendiri."
"Makasih, Kek. Aku akan memakai gelang ini kemana pun aku pergi," ucapnya seraya memakai gelang giok pemberian Kakek Yo.
"Namun, aku merasa lebih baik Paman ambil kembali saja koin emas ini. Untuk kebutuhan Sekte."
Setelah membuka kantong kain itu, ia melihat banyak tumpukan koin emas di dalamnya. Li Fang tak mau menerima koin emas pemberian Pamannya. Karena menurut dirinya jika ia sudah memutuskan untuk melakukan petualangan, maka dia tak mau hidupnya bergantung pada apapun dan siapapun, ia akan bekerja keras diluar sana untuk mempertahankan hidup.
"Mengapa Fang'er? Paman ikhlas memberikan ini kepadamu."
Walaupun, Wu San telah menghilangkan sedikit rasa empatinya. Namun, tetap saja ia tak bisa membiarkan Li Fang kesulitan selama perjalanannya.
Di seluruh dunia ini, ada hanya tiga mata uang saja yang di gunakan oleh seluruh orang. Koin perunggu, perak, dan emas.
Jika di jumlahkan secara perhitungan Akuntansi. Semua koin emas yang di berikan Wu San. Sanggup membeli sekaligus tiga rumah besar di tengah kota. Li Fang merasa lebih baik itu di alirkan ke pembangunan Sekte ini.
"Aku tahu, Paman, ikhlas memberikan ini kepadaku. Namun, jika aku bergantung terus dengan koin emas itu. Apa yang kulakukan sebentar lagi tak bisa di sebut dengan Petualangan..."
Apa yang di katakannya sangat benar. Dalam keadaan genting, Koin emas itu tak akan ada gunanya. Dalam menanjak sebuah gunung, dirimu harus terlebih dahulu mengetahui dimana letak curamnya. Koin emas tak akan ada gunanya jika dirimu harus melewati keadaan seperti itu. Yang di pakai hanyalah otak dan pikiran, menurutnya dia mudah mencari uang selama otak dan pikirannya masih berjalan.
Wu San bangga melihat sikap Li Fang yang terlihat sudah sangat dewasa.
"Tapi, mohon kamu turuti dan jangan bantah perkataan Pamanmu kali ini. Bawalah sedikit koin ini, Fang'er..."
Wu San memaksanya dengan susah payah, tetapi akhirnya ia luluh juga dan membawa sedikit koin emas.
"Baiklah, Paman dan Kakek, sekali lagi aku mohon pamit." Li Fang kembali berucap sembari memberi hormat
Wu San dan Kakek Yo menganggukkan kepalanya, sebagai respons terakhir antara mereka bertiga.
Li Fang membalikkan badan memunggungi mereka berdua. Dalam lubuk hatinya, ia merasa sedih. Dia tidak mau menoleh kembali melihat Kakek dan Pamannya itu, takutnya hatinya yang di penuhi tekad kembali goyah.
**
"Dari apa yang di beritahu Paman. Sepertinya sebentar lagi aku akan mengambil jalan berbelok..."
Wu San tadi mengatakan sekitar 500 meter dari Sektenya. Jalur yang paling dekat untuk menuju bekas Sekte Pedang Abadi ia harus memotong jalan dengan berbelok ke arah selatan.
Li Fang hanya perlu memakan waktu sekitar belasan menit saja untuk menempuh jarak itu. Dia menggunakan kedua kakinya untuk berlari sekencang mungkin, menyamai lajunya kereta kuda.
Li Fang tersenyum lega, di depannya terdapat sebuah jalan setapak tanah yang mengarah ke dalam hutan. Dia kemudian dengan cepat mengikuti jalan setapak itu.
"Sepertinya orang-orang sering menggunakan jalur ini sebagai jalan pintas agar cepat sampai ketujuannya."
Di depannya, Li Fang melihat beberapa bekas tapak kuda. Dia berasumsi bahwa jalan ini sudah sering di pakai oleh orang.
Li Fang terus menyusuri jalan setapak itu, dia harus menggunakan sarung pedangnya untuk membersihkan semak-semak yang tumbuh tinggi, menghalangi jalannya.
"Padang ini juga ternyata memiliki banyak fungsi," katanya pelan sambil tertawa kecil.
Namun, setelah itu ia kembali memasukkan pedangnya ke dalam jubah pakaiannya.
Setelah beberapa lama berjalan, tak sengaja mata Li Fang samar-samar melihat satu kuda yang lehernya di ikat dengan tali. Tali itu kemudian terikat ke pohon.
"Mengapa kuda ada di situ." Berkata Li Fang sambil menyipitkan matanya. Sebelum kemudian tiba-tiba ia menyunggingkan senyum merekah. "Jika, kuda itu tak ada pemiliknya lebih baik aku mengambilnya saja, untuk ku pakai dalam perjalanan. Namun, hatiku ku mengatakan kuda itu di miliki oleh seseorang."
"Tapi, tak apalah, lebih baik aku menghampirnya lebih dahulu. Jika punyanya memergokiku, aku akan mengatakan 'aku tak tahu kuda ini milikmu'. Iya, lebih baik aku mengelak dengan cara seperti itu saja."
Li Fang berlari kecil menghampiri kuda tersebut. Setelah berada di dekatnya, ia sedikit meredam langkahnya berjalan pelan dengan cara menjinjit.
Sedikit lagi tangannya mencapai tali yang mengikat kuda itu. Tiba-tiba dia mendengar suara dari seseorang.
"Daun beracun ini sepertinya telah banyak. Ketua pasti akan senang!"
Li Fang seketika mengembangkan senyum yang hanya memiliki satu arti. Sebuah senyum yang biasa di sunggingkan sebelum memulai rencana nakal. "Makasih karena kau telah memberikan rencana baru...."
Li Fang kemudian melompat ke atas pohon tempat kuda itu di ikat, ketika melihat orang berjubah hitam itu berbalik ke kudanya. Dia terlihat merencanakan sesuatu.
"Aku harus rajin jika, Ketua memerintahkanku. Bisa jadi nanti aku akan di angkat menjadi Penatua," kata orang itu sembari naik ke atas kudanya.
Li Fang yang sekarang tengah berada di pohon tepat di atas orang itu yang sekarang tengah duduk di atas kuda. Melihatnya sudah siap untuk memacu kudanya setelah melepas ikatan tali di batang pohon. Li Fang Langsung melompat turun ke bawah dengan keras memberikan serangan tendangan ke punggung orang itu.
"Arghhh..."
Orang itu terlempar kedepan dengan wajah yang terlebih dahulu menghantam tanah.
Li Fang yang melihat orang itu ingin berdiri. Dia kembali memberikan sebuah tendangan yang kali ini tepat mengarah ke dada. Orang itu terpental jauh ke belakang, badannya menghantam batang pohon dengan keras.
Kekuatan dari tendangan yang di berikan Li Fang sangat besar. Dia benar-benar tak segan untuk membunuh orang itu. Dan sesuai dengan apa yang di harapkannya. Orang seketika tewas dengan darah yang keluar dari mulut, hingga membasahi jubahnya.
"Jika kelompokmu tak menghancurkan Sekteku. Aku takkan menbunuhmu..."
Li Fang berjalan menghampiri orang itu, membuka jubah hitam pakaiaannya. Lalu kemudian dia terlihat memakai jubah hitam itu di badannya menutupi pakaian yang telah di pakai sebelumnya.
"Maaf, Janji yang kau berikan kepadaku, Paman. Sepertinya akan ku langgar," gumamnya pelan dengan senyum bersalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Harman LokeST
buuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuunuhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
2023-10-03
0
Machan
lanjut
2020-12-17
1