Strategi Akhir Wen Hwa

Sekte Merpati Putih sore ini terlihat ramai, murid-murid sangat sibuk sekali. Mereka semua mendekorasi tembok-tembok bangunan Sekte dengan pernak-pernik hiasan.

Di ruang tamu Sekte, Wen Hwa tengah duduk dengan santai membaca buku yang sampulnya sudah terlihat usang sambil menyesap secangkir teh. Meminum teh adalah aktivitas yang ia lakukan saat pagi dan sore menjelang malam.

Namun, seketika sesaat ia memberhatikan aktivitasnya itu, ia menoleh ke samping. Yang sekarang tengah berada Qen Bu.

"Ada apa, Penatua Bu? Ku ekspek dengan asal, kamu pasti ingin melaporkan kedatangan, Ketua dari Sekte Tapak Suci..."

Wen Hwa tak tahu apakah tebakan yang ia keluarkan dari mulutnya secara asal itu benar, tetapi kemungkinan hal itulah yang akan terjadi. Karena dirinya telah membuat perjanjian pertemuan beberapa hari yang lalu dengan Zhang Liu.

Qen Bu hanya mengangguk membenarkan perkataan, Ketuanya. Dia tak perlu menjawab, sebuah pertanyaan yang sudah terlebih dahulu di jawab oleh pemilik pertanyaan itu sendiri.

"Di mana dia sekarang?" tanya Wen Hwa sembari meletakkan buku usangnya.

"Ketua Liu, sekarang berada di depan..."

Wen Hwa tersenyum dan berdiri dari duduknya. "Ayo kita temui dia. Akan ku beri pelajaran dirinya, karena telah mengganggu ketenanganku sore ini."

Wen Hwa kemudian berjalan bersama Qen Bu. Menemui Zhang Liu, ketua dari Sekte Tapak Suci.

**

Lelaki sepuh yang sekilas berusia tak jauh beda dengan Wen Hwa, bersandar di tembok teras dengan kedua lengan di masukkan ke dalam saku jubahnya yang berwarna hitam. Badannya sedikit tambun, janggut, kumis, dan rambut, yang semuanya tumbuh panjang telah berwarna putih atau lebih tepatnya putih keperakan, sebuah ciri dari seseorang yang sudah sepuh.

'Sepuh'? Kata itu sangat di benci oleh Zhang Liu. Keluarganya pun akan ia beri pelajaran jika mengatakan kata yang dia anggap sangat sensitiv. Karena dia merasa dirinya masih bisa bergerak dengan lincah tanpa kesulitan, dan juga menurut definisnya sendiri. Kata sepuh itu lebih pantas di sematkan kepada seseorang yang telah berumur lanjut, dan sudah berpenyakitan.

Wen Hwa yang berjalan selangkah di depan Qen Bu, terlebih dahulu menghampiri Zhang Liu, dan menyapanya...

"Lelaki gendut sepuh ini sudah datang rupanya. Aku cukup senang saat mendengar kabar kedatanganmu..."

Wen Hwa mengulurkan tangannya ingin bersalaman. Namun, respons balasan yang ia tunggu tak datang, hanya tatapan dingin yang menjadi respons balasan dari uluran tangannya.

Di dalam hatinya, Wen Hwa merasa sangat bahagia melihat ekspresi lelaki di depannya ini. Namun, sedikit, ia merasa heran melihat teman lamanya ini hanya datang seorang diri tanpa di temani Penatua atau muridnya.

"Eh, kamu tidak datang bersama Penatuamu, Ketua Liu?"

Tatapan dingin Zhang Liu segera perlahan berubah menjadi datar kembali, seperti sebelumnya.

"Telah ku beritahu beberapa kali, kalau jangan memanggilku dengan kata seperti itu lagi. Dan terakhir, jangan lagi kau memanggilku, Ketua. Sok formal sekali kau!"

Entah kenapa, mungkin karena malu kata itu di dengar oleh murid-murid yang sedang mendekorasi tembok. Zhang Liu langsung menarik tangan Wen Hwa, masuk ke dalam.

"Dan, kau juga jangan seenaknya menarikku seperti ini...," ucap Wen Hwa memberhentikan langkahnya sambil tersenyum tipis.

"Kau pikir ini rumahmu? Dan kau kira usiamu masih muda? Dasar lelaki--"

Belum selesai Wen Hwa menyelesaikan perkataannya, tangan Zhang Liu langsung menutup mulutnya.

"Sudah, sudah, lebih baik kita masuk saja dulu. Nanti akan ku beritahu mengapa diriku hanya datang seorang diri."

Qen Bu yang berdiri di belakang keduanya, hanya tertawa kecil melihat kedua orang Kakek, Nenek, yang telah memiliki cucu, bahkan cicit, masih bertingkah seperti layaknya anak yang belum mengalami puber.

Mereka berdua memilih berbincang di dalam ruangan yang biasa di pakai Wen Hwa saat ingin melakukan pembicaraan penting yang bersifat rahasia dengan seseorang.

Sementara itu, Qen Bu di tugaskan untuk berjaga di luar pintu. Untuk memanilisir dari tindak pengupingan, yang bisa saja di lakukan oleh seseorang yang berasal dari Aliran Hitam menyamar sebagai murid Sekte Merpati Putih.

Wen Hwa membuka pembicaraan. "Saat ini memang kepercayaan sangat sulit di dapatkan, karena Pendekar-pendekar Aliran Hitam semakin merajalela di Kekaisaran...

"Setiap tahun beberapa dari Sekte Aliran Putih berhasil di serang oleh Kelompok Aliran Hitam. Kau tahu 'kan, minggu lalu Sekte Elang Emas di serang. Bahkan, dari telik sandi informan yang telah ku sebar, mereka memberi kabar bahwa Sekte itu sekarang tengah di banjiri oleh darah. Murid-muridnya di bunuh semua, Tang Fu, ketuanya pun, masih belum di ketahui keberadaannya. Apakah ia mati atau tidak..."

Setelah menjelaskan kejadian itu, Wen Hwa terlihat geram. Kedua tangannya terkepal kesal.

"Aku juga merasa jijik dengan Aliran Hitam. Dulu aku masih mempunyai sedikit rasa hormat kepada mereka. Namun, karena selama beberapa tahun ini mereka hanya menyerang Sekte-Sekte kecil Aliran Putih saja. Entah mengapa aku merasa jijik ketika mendengar namanya saja...," balas Zhang Liu tidak kalah geramnya, tetapi kemudian melanjutkan kembali perkataannya.

"Tapi, kita saat ini tak bisa melakukan apa-apa. Mereka seperti mengintai terus pergerakan dari seluruh Pendekar Aliran Putih. Itulah yang membuatku datang sendiri kesini, karena aku tak mau menarik perhatian dari mereka, hingga membuat rencana yang kita susun selama beberapa tahun ini gagal."

"Apa itu juga yang membuatmu menyamar menggunakan jubah itu." Berkata Wen Hwa sambil menatap jubah yang di pakai Zhang Liu.

"Benar, aku sama sekali tak mau membuat rencana kita ini gagal. Diriku akan sangat merasa bersalah kepada seluruh Pendekar Aliran Putih, jika rencana kita gagal."

Wen Hwa kembali ingin membuka suara, tetapi ia akan tak membahas topik itu lagi. Sebisanya yang telah berlalu menurutnya biarlah berlalu. "Karena kau telah menyinggung pembahasan yang menjadi tujuan aku mengundangmu kesini. Maka dengan itu, mari kita membahasnya sekarang...

"Aku telah mengumpulkan banyak kekuatan selama 6 tahun ini. Mayoritas, murid-muridku telah berada di tahap Kultivasi Pendekar Raja Puncak dan sebagiannya sekitar ratusan lebih telah mencapai Kultivasi Pendekar Kaisar. Aku juga mengekspektasikan harapanku kepada seluruh muridmu seperti itu..."

Wen Hwa berhenti sejenak, menatap Zhang Liu. Setelah lelaki di depannya hanya memberikan anggukan. Ia kembali melanjutkan penjelasannya.

"Namun, aku masih belum percaya diri bisa menghabisi seluruh Pendekar Aliran Hitam sampai ke akar-akarnya. Karenanya, aku mengundangmu kesini ingin meminta pendapatmu tentang rencanaku yang baru. Aku ingin membuat Turnamen yang bersifat tertutup terhadap seluruh Pendekar Aliran Putih yang berbakat untuk membantu kita dalam melancarkan rencana penyerangan ini. Sekalian juga, diriku ingin mencari bibit bibit unggul, untuk bisa membawa Aliran Putih di masa depan kembali berjaya." Wen Hwa menutup penjelasannya dengan meneguk tehnya.

Zhang Liu terlihat berfikir, setelah mendengar penjelasan panjang Wen Hwa tentang rencana tambahan yang akan di lakukannya.

"Setelah aku fikir-fikir, rencana itu sebenarnya sangat brilian. Mungkin, penyebab Sekte-Sekte Aliran Putih jauh tertinggal, karena tak pernah lagi mengadakan Turnamen seperti itu setelah puluhan tahun berlalu, tetapi rencana tambahanmu itu ada kekurangannya juga."

"Apa?" tanya singkat Wen Hwa.

"Yang aku khawatirkan akan ada Pendekar Aliran Hitam yang menyamar sebagai peserta."

Wen Hwa membalas keraguan temannya itu dengan senyum kecil. "Tenang saja, semua itu aku telah pikirkan matang-matang..."

**

Li Fang saat ini berada di tengah-tengah hutan. Matahari yang sebentar lagi akan terbenam, berada di atas tepat kepalanya, meskipun pandangannya tertutupi dedaunan pohon yang menjulang tinggi. Namun, dia masih bisa melihat dengan jelas.

Matahari sekarang tengah berada di titik kulminasinya, maka dengan itu pula, Li Fang yang telah menangkap 3 ekor ayam hutan, memutuskan untuk kembali. Karena kegelapan sebentar lagi akan menyelimuti seluruh area hutan ini.

Haha, berani sekali kau masuk kesini anak muda~~

Namun, tiba-tiba, Li Fang menghentikan langkahnya. Terdengar suara yang bernada berat bergema di seluruh area lingkup hutan, termasuk tempatnya sekarang berdiri.

"Mungkin, ini halusinasiku saja..." Berkata Li Fang menghiraukan suara yang menurutnya berasal dari halunasinya.

*Ini buka halusinasimu, Anak mud*a~~

"Ah..." Li Fang mengerinyitkan keningnya.

Suara yang berat itu, benar-benar terdengar seperti nyata. Namun, dia tidak tahu dari mana sumber suara itu berasal.

Dengan perasaan bimbang, Li Fang kembali melanjutkan perjalanannya ke tempat Wu San menunggunya. Dia berniat datang ketempat ini lagi esok hari, karena rasa penasaran keingin tahuan yang dalam saat ini menyelimutinya.

Terpopuler

Comments

mulai menarik tor alurnya

2023-10-31

0

Harman LokeST

Harman LokeST

fresh fresh fresh fresh fresh fresh fresh fresh

2023-10-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!