Chapter 18 - Human Heart

“Kakak … baik-baik saja?” ucap anak itu dengan gemetar. Tatapan matanya juga gemetaran, mengamati kondisi Lemiel yang sedang terluka parah. Meski umurnya masih 7 tahun, dia tahu dengan luka seperti itu siapapun pasti akan langsung sekarat.

Namun berbeda dengan Lemiel. Dengan kesadaran yang hampir memudar, Lemiel menggerakkan bibir pucatnya.

“Pergilah … dari sini, bocah.” Lemiel tampak kesulitan saat berbicara, nafasnya juga terdengar berat. Tentu reruntuhan batu yang ditahannya sekarang membuat paru-parunya tertekan.

Pikiran gadis kecil itu seketika terhipnotis dengan perintah Lemiel. Lalu dia bergegas pergi sambil memeluk boneka domba yang tampak kotor tanpa mengatakan apapun.

Melihat kepergian gadis kecil itu, tenaga Lemiel semakin terkuras akibat menahan reruntuhan itu. Kesadarannya semakin memudar, dan—puing-puing beton kini telah menimpanya hidup-hidup.

Jack menyaksikan adegan itu dengan duduk menyandar disalah satu tembok rumah. Sudut bibirnya menaik, suara tawanya terdengar di paksakan.

“… oi, apa aku tidak salah lihat? Seseorang yang di juluki iblis dari peperangan Karagis, malah mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi seorang anak kecil?! Jangan bercanda … aku pasti salah lihat, kan?!” Jack menumpahkan semua pertanyaannya dengan wajah gemetar.

Jack sangat yakin apa yang di lihatnya sekarang hanyalah sebuah omong kosong. Di kepala pria itu, Lemiel tidak akan mungkin berkorban demi menyelamatkan seorang anak kecil. Tidak, Jack sangat yakin kalau itu benar-benar mustahil.

“Apa iblis sepertimu memang masih memiliki hati manusia, LEMIEL RAKSHA?!!” Jack meneriakkan amarahnya dengan mata melotot. Bagi Jack, apa yang di lakukan Lemiel sama saja dengan menghina dirinya sendiri.

Terlihat dari bawah reruntuhan beton, jari-jari Lemiel masih bergerak gerak seakan menunjukkan api kehidupan. Dengan tubuh yang penuh luka, tatapan datar di sertai darah yang menetes, Lemiel kembali berdiri seperti seorang mayat hidup.

Puing-puing beton juga menimbulkan bunyi dentuman bersamaan bangkitnya Lemiel.

Nafasnya terdengar berat, bersamaan dengan darah segar yang bercucuran. Lemiel memandangi Jack dengan tatapan setengah terbuka.

“… kau berisik sekali, bajingan.”

Kening Jack mengenyit di sertai tawa gemetaran. “Kau benar-benar terlihat seperti monster sekarang ….”

“Terserah saja kau mau memanggilku apa. Tapi, hatiku ini masih seorang manusia.”

“Heheheh, Iblis yang mengaku dirinya manusia ya. Kau memang orang yang mengerikan, Lemiel!”

Kaki-kaki Lemiel terlihat sedang memaksakan tubuhnya untuk berjalan, mengambil pedangnya yang sempat terlempar saat mendorong gadis kecil tadi.

“Oi, apa yang kau lakukan? Aku tidak terima jika aku harus bertarung dalam kondisimu yang seperti itu!” ucap Jack melihat

“Kau sendiri yang mengatakan ingin membunuhku. Bukankah Ini adalah kesempatan emas untukmu?”

Jack menggertakkan giginya, tentu maksud Lemiel hanya untuk meremehkannya. Jack lalu membangunkan tubuhnya yang penuh sayatan luka dari tebasan Lemiel sebelumnya.

“Sebelum kau menyesali keputusanmu, aku ingin bertanya padamu. Apa tujuanmu datang kemari?”

“… apa salah aku ingin mencari angin di desa ini?

“Tentu saja tidak. Kami hanya tidak menyangka kau bisa berada di sini setelah kami menguasai desa Kubaku. Tentu hal itu cukup mencurigakan.”

“Oh, jadi kalian benar-benar tidak berniat bersekutu dengan mereka ya.”

“Heheheh, itu yang mereka percayai.”

“Ternyata benar dugaanku, kalian hanyalah sekumpulan kotoran.”

“Jangan sombong kau, Lemiel!” teriak Jack, berlari menuju Lemiel sambil melancarkan sebuah pukulan.

Dengan tatapan santai, Lemiel memandangi kepalan tangan itu dan—Blam!

Mustahil! Dengan luka seperti itu dia masih bisa menahan pukulanku?! Jack mengernyit, mengetahui pukulannya di hentikan dengan mudah.

“Ada apa dengan ekspresimu itu?” Lemiel memiringkan senyumannya.

“Jangan meremehkanku!” geram Jack, lalu melancarkan pukulan kedua.

Tapi dengan cepat, Lemiel mengayunkan pedangnya yang terpaksa membuat Jack mengurungkan niatnya dan menghindar dari tebasan itu.

Lalu Lemiel melancarkan serangan mendadak, dan—tebasannya berhasil merobek dada Jack.

Sayatan di dadannya itu seketika memancarkan warna gelap kemerahan. Darah segar yang perlahan mengalir dari dalam tubuhnya, menciptakan sensasi kesakitan yang cukup menyiksa untuk Jack.

Jack berusaha menutupi lukanya agar tidak kehilangan banyak darah, membuat tangannya memerah bermandikan darah.

“Sialan ….”

“Menyerah saja pria besar. Aku ingin menyelesaikan pekerjaanku secepat mungkin.”

Kedua mata Jack seakan terlahap oleh perasaan geram. Dirinya yang merupakan tangan kanan Dray, tentu tidak terima dengan perkataan pria berambut acak-acakan itu.

“Aku akan membunuhmu!” Dengan sisa-sisa tenaga, Jack kembali melancarkan serangan tapi—tetesan darah tiba-tiba saja berjatuhan, menciptakan genangan darah dalam waktu singkat.

Mulutnya terngaga setengah terbuka bermuntahkan darah. Tampak dari dada tegapnya, sebuah mata pedang telah menembus dirinya.

“Sudah kubilang aku tidak ingin membuang-buang waktu.” Lalu, Lemiel menarik pedangnya dari tubuh Jack, yang seketika membuatnya berlutut dengan tatapan kosong.

Jack masih mampu membuka kedua matanya, mungkin untuk beberapa waktu kedepan. Bibirnya bergetar, rasa sakit seakan tidak bisa lagi di rasakan olehnya, karena kesadarannya yang mulai memudar.

“Si … sialan ….” Dan—Jack pun terjatuh tak sadarkan diri.

Lemiel menyaksikan pemandangan itu tepat di hadapannya. Dengan wajah yang ternodai darah, Lemiel mulai bernafas dengan hembusan berat. Sejak awal, tubuhnya memang sudah tidak sanggup menahan luka-luka yang di alaminya saat menerima reruntuhan beton tadi.

Ketika pandangannya mulai memudar, tiba-tiba saja hembusan angin meniup rambut hitamnya. Hembusan angin yang sudah tidak asing bagi Lemiel, dan—benar saja.

Pria yang sudah di tebak oleh Lemiel sejak awal, akhirnya menunjukkan batang hidungnya.

“Kita bertemu lagi, Lemiel Raksha.” Senyuman tanpa makna di keluarkan oleh Dray.

“Sudah kuduga kau memang berada di sini.” Lemiel membalas senyuman itu dengan raut wajah datar.

“Heheheh, tidak kusangka kita akan bertemu secepat ini. Mungkin takdir ingin mempertemukan kita.”

“Apa maksudnya itu? Itu terdengar seperti seseorang yang baru menemui kekasihnya.”

“Kau memang orang yang menarik, Lemiel.”

Dengan senyuman kecil yang di paksakan, Lemiel lalu berkata, “Kalau begitu, kenapa tidak kau katakan saja yang sebenarnya ‘tujuan’ kalian bersekutu dengan desa ini?”

Dray memiringkan senyumannya, seolah-olah tidak menunjukkan penolakan atas pertanyaan itu.

***

“Aku tidak mengerti maksud pertanyaanmu.” Balt tampak kebingungan dengan pertanyaan yang di maksud Selena.

Selena masih mempunyai kecurigaan yang kuat tentang tujuan kelompok pembunuh itu untuk bersekutu dengan desa Kubaku. Bahkan Selena cukup yakin Balt mengetahui sesuatu yang tidak ketahui oleh penduduk desa.

“Aku belum sepenuhnya mempercayai ucapanmu. Kau juga terlihat sangat mencurigakan, bahkan aku menduga kau punya kemampuan bertarung yang mumpuni.”

Mendengar Selena berbicara dengan tempo cepat sekaligus blak-blakan, membuat Balt seketika terdiam.

“Selena, su-sudahlah. Balt itu memang lumayan kuat, tapi aku yakin dia tidak terlibat dalam kejadian ini,” potong Ravid.

“Kau diam saja, aku tidak menanyakannya padamu.”

“Ma-maaf.” Ravid seketika mengunci mulutnya rapat-rapat, berusaha terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkan. Terutama tatapan mata Selena yang membuatnya semakin tidak nyaman.

“Baiklah,” ucap Balt dengan pasrah. “Aku sebenarnya tidak tahu apa yang mereka rencanakan, tapi kurasa mereka benar-benar tidak ingin bersekutu dengan kami. Mereka menyetujui kerja sama kami dengan maksud menguasai desa ini, dan memeras para penduduk menyerahkan sejumlah uang.”

Ravid yang mendengar itu seketika terkejut hal itu di ucapkan dari mulut Balt. Sedangkan Selena hanya menyimak dengan raut wajah datarnya.

“Tunggu, Balt! Kenapa kau diam saja saat mengetahui hal itu?!”

Lalu Balt menurunkan wajahnya dengan perasaan bersalah. “Karena orang-orang desa terlihat tidak mempermasalahkan hal itu. Dan juga, aku tidak ingin mengecewakan mereka kalau desa ini tidak sepenuhnya terlindungi oleh mereka.”

Tentu sebagai warga yang tinggal di desa Kubaku, Ravid geram mendengar hal itu. Apalagi dia telah mempercayai Balt untuk melindungi desa ini sejak kepergiannya.

“Sialan kau!” bentaknya sambil menarik baju dari Balt.

"Maaf, Ravid. Aku memang belum lama menjadi warga desa ini, dan aku hanya berusaha melindungi mereka. Aku memang tidak ingin melihat para penduduk desa menderita, tapi … aku tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya mengandalkan mereka. Karena aku inign melindungi mereka semua, persis seperti yang kau katakan padaku.”

“Kurang ajar!” Tanpa pikir panjang, Ravid langsung menghajar Balt yang membuatnya terkejut.

Seketika pipi kanan Balt membengkak. Wajahnya menunjukkan rasa bersalah melihat amarah yang di tunjukkan Ravid.

“Hentikan hal itu. Itu tidak akan membuat semuanya membaik.”

Ketika Selena mengatakan itu, Ravid perlahan melepas cengkramannya dari baju Balt. Ravid kembali menenangkan dirinya dan keheningan pun seketika tercipta di antara mereka.

Tapi tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke tempat mereka.

Langkah kaki itu terdengar tidak terlalu berat saat menghentakkan tanah. Dan benar saja, seorang gadis kecil tiba-tiba saja menghampiri mereka sambil menangis sesenggukkan.

Dan gadis kecil itu adalah gadis yang sama ketika Lemiel menyelamatkannya.

Spontan Selena dan Ravid terkejut dengan kedatangan gadis kecil itu. Wajahnya tampak berantakan, memegang boneka domba yang sudah kotor.

“Kenapa dia menangis?!” Ravid yang merasa kepanikan berusaha mendekatinya sambil menghibur gadis mungil itu.

Namun dia tidak memperdulikan tindakan Ravid dengan isak tangis.

“Tolong … kakak itu sedang terluka ….”

“Tenanglah. Siapa sebenarnya yang kau maksud ….” Ravid tentu tak mengerti dengan apa yang diucapkan anak itu.

“Di-dia … aku melihat seseorang … menghampirinya bersama angin …,” lanjut anak itu dengan suara sesenggukkan, membuat kata-katanya menjadi tidak jelas.

Sontak kedua mata Selena melebar, dia mengerti apa yang ingin dikatakan gadis kecil itu.

“Mungkinkah yang di maksud ….” Selena menghentikan kata-katanya saat seseorang dengan ciri-ciri tersebut terlintas dipikirannya.

To be Continued…

Terpopuler

Comments

vincent drias

vincent drias

oke.. oke... 😏

2022-10-28

0

kimzky

kimzky

oke

2021-02-06

0

drawan

drawan

jadi boneka domba apa beruang bro? atau si gadis kecil itu punya 2 boneka

2021-02-03

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - Underground Jail
2 Chapter 2 - Prisoners
3 Chapter 3 - Sword Clash
4 Chapter 4 - Tendo's Bar & Meals
5 Chapter 5 - Rakshassin
6 Chapter 6 - Naye Village
7 Chapter 7 - Three Assassins
8 Chapter 8 - Scheming
9 Chapter 9 - Heartless
10 Chapter 10 - Unknown Guest
11 Episode 11 - Message
12 Chapter 12 - Lemiel and Kahuko
13 Chapter 13 - The Unexpected
14 Chapter 14 - Lemiel Vs Balt
15 Chapter 15 - Crazy Arrival
16 Chapter 16 - Beauty Can Be Hidden by Mist
17 Chapter 17 - Played Like a Dog
18 Chapter 18 - Human Heart
19 Chapter 19 - Warmth
20 Chapter 20 - One Quite Afternoon
21 Chapter 21 - Wend One's Way Home
22 Chapter 22 - Insults and Questions
23 Chapter 23 - Shirasaki Kyoka
24 Chapter 24 - Noisy
25 Chapter 25 - Bloody Dessert
26 Chapter 26 - Innocence
27 Chapter 27 - Old Friend
28 Chapter 28 - Nivelied
29 Chapter 29 - Vanity
30 Chapter 30 - Inexplicable Things
31 Chapter 31 - Curiosity
32 Chapter 32 - Good and Bad Side
33 Chapter 33 - Neklace
34 Chapter 34 - On The Road to Imais
35 Chapter 35 - Real Purpose
36 Chapter 36 - Trap and Misunderstanding
37 Chapter 37 - Needle of Rage
38 Chapter 38 - Intent of a Reason
39 Chapter 39 - Ravid Determination
40 Chapter 40 - Answer
41 Chapter 41 - At The End of Hopeless
42 Chapter 42 - Sense of Empathy
43 Chapter 43 - Threaten
44 Chapter 44 - Wind Disaster
45 Chapter 45 - Steps That Will End
46 Chapter 46 - The Place Should Be (Arc 1 - End)
47 Chapter 47 - The Visited Place
48 Chapter 48 - Under Passage
49 Chapter 49 - Sudden Changes
50 Chapter 50 - An Unexpected Requests
51 Chapter 51 - Aimless
52 Chapter 52 - Disrupted Way
53 Chapter 53 - Thought
54 Chapter 54 - Rumors of the Wind
55 Chapter 55 - A Man Full of Worries
56 Chapter 56 - Elite Assassin
57 Chapter 57 - Hint of A Coincidence
58 Chapter 58 - Ninazu
59 Chapter 59 - The Next Step
60 Chapter 60 - Suburbs of Capital, Guisa Village
61 Chapter 61 - Poison Wine
62 Chapter 62 - Antique Merchant
63 Chapter 63 - White Vs Green Shard
64 Chapter 64 - Mirror Magic
65 Chapter 65 - Two Investigator
66 Chapter 66 - Full Moon
67 Chapter 67 - After the Moonlight
68 Chapter 68 - Memories...
69 Chapter 69 - Truth
70 Chapter 70 - Little Desire
71 Chapter 71 - Pursuit
72 Chapter 72 - Generous, Expectedly
73 Chapter 73 - Chaos in Front Royal Palace
74 Chapter 74 - Turning Point
75 Chapter 75 - Reflection of Anger
76 Chapter 76 - Explosive Stone
77 Chapter 77 - Kahuko Vs Claude
78 Chapter 78 - Reflected Blood
79 Chapter 79 - Whisper Away
80 Chapter 80 - Gale Impulse
81 Chapter 81 - Nothing Left Unsaid
82 Chapter 82 - A Bound Conversation
83 Chapter 83 - Little Confrontation
84 Chapter 84 - One Question Behind
85 Chapter 85 - Between of All Odds
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Chapter 1 - Underground Jail
2
Chapter 2 - Prisoners
3
Chapter 3 - Sword Clash
4
Chapter 4 - Tendo's Bar & Meals
5
Chapter 5 - Rakshassin
6
Chapter 6 - Naye Village
7
Chapter 7 - Three Assassins
8
Chapter 8 - Scheming
9
Chapter 9 - Heartless
10
Chapter 10 - Unknown Guest
11
Episode 11 - Message
12
Chapter 12 - Lemiel and Kahuko
13
Chapter 13 - The Unexpected
14
Chapter 14 - Lemiel Vs Balt
15
Chapter 15 - Crazy Arrival
16
Chapter 16 - Beauty Can Be Hidden by Mist
17
Chapter 17 - Played Like a Dog
18
Chapter 18 - Human Heart
19
Chapter 19 - Warmth
20
Chapter 20 - One Quite Afternoon
21
Chapter 21 - Wend One's Way Home
22
Chapter 22 - Insults and Questions
23
Chapter 23 - Shirasaki Kyoka
24
Chapter 24 - Noisy
25
Chapter 25 - Bloody Dessert
26
Chapter 26 - Innocence
27
Chapter 27 - Old Friend
28
Chapter 28 - Nivelied
29
Chapter 29 - Vanity
30
Chapter 30 - Inexplicable Things
31
Chapter 31 - Curiosity
32
Chapter 32 - Good and Bad Side
33
Chapter 33 - Neklace
34
Chapter 34 - On The Road to Imais
35
Chapter 35 - Real Purpose
36
Chapter 36 - Trap and Misunderstanding
37
Chapter 37 - Needle of Rage
38
Chapter 38 - Intent of a Reason
39
Chapter 39 - Ravid Determination
40
Chapter 40 - Answer
41
Chapter 41 - At The End of Hopeless
42
Chapter 42 - Sense of Empathy
43
Chapter 43 - Threaten
44
Chapter 44 - Wind Disaster
45
Chapter 45 - Steps That Will End
46
Chapter 46 - The Place Should Be (Arc 1 - End)
47
Chapter 47 - The Visited Place
48
Chapter 48 - Under Passage
49
Chapter 49 - Sudden Changes
50
Chapter 50 - An Unexpected Requests
51
Chapter 51 - Aimless
52
Chapter 52 - Disrupted Way
53
Chapter 53 - Thought
54
Chapter 54 - Rumors of the Wind
55
Chapter 55 - A Man Full of Worries
56
Chapter 56 - Elite Assassin
57
Chapter 57 - Hint of A Coincidence
58
Chapter 58 - Ninazu
59
Chapter 59 - The Next Step
60
Chapter 60 - Suburbs of Capital, Guisa Village
61
Chapter 61 - Poison Wine
62
Chapter 62 - Antique Merchant
63
Chapter 63 - White Vs Green Shard
64
Chapter 64 - Mirror Magic
65
Chapter 65 - Two Investigator
66
Chapter 66 - Full Moon
67
Chapter 67 - After the Moonlight
68
Chapter 68 - Memories...
69
Chapter 69 - Truth
70
Chapter 70 - Little Desire
71
Chapter 71 - Pursuit
72
Chapter 72 - Generous, Expectedly
73
Chapter 73 - Chaos in Front Royal Palace
74
Chapter 74 - Turning Point
75
Chapter 75 - Reflection of Anger
76
Chapter 76 - Explosive Stone
77
Chapter 77 - Kahuko Vs Claude
78
Chapter 78 - Reflected Blood
79
Chapter 79 - Whisper Away
80
Chapter 80 - Gale Impulse
81
Chapter 81 - Nothing Left Unsaid
82
Chapter 82 - A Bound Conversation
83
Chapter 83 - Little Confrontation
84
Chapter 84 - One Question Behind
85
Chapter 85 - Between of All Odds

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!