Terlihat wajah para penduduk desa mengeluarkan raut wajah kebencian sambil memegang beraneka ragam senjata, seperti pedang, obor, bahkan sebuah cangkul.
Lemiel yang melihat pemandangan itu hanya bisa tersenyum kecut, menganggap para penduduk tidak benar-benar serius ingin menyerangnya.
“Apa yang ingin kalian lakukan dengan benda berbahaya itu,” kata Lemiel dengan santainya.
“Pergilah dari sini!”
“Kami tidak akan membiarkanmu menguasai desa kami!”
Mendengar teriakan itu, seketika Lemiel berkata, “Hah?!”
“Cepatlah pergi dari desa kami!”
“Jangan salahkan kami jika kita menggunakan kekerasan!”
Semakin mereka berteriak, Lemiel semakin merasa terbodohi sambil menghembuskan nafas beratnya.
“Dengarkan aku baik-baik penduduk bodoh! Aku datang kesini bukan untuk mengusai desa kalian.”
“Jangan berbohong! Kau adalah pemimpin para bandit waktu itu kan?!”
Penduduk itu terus menghiraukan perkataan Lemiel dan semakin meneriakkan amarah mereka.
“Apa kalian semua itu bodoh?! Jelas jelas aku di serang oleh kedua orang i—” Ketika Lemiel meihat kembali dua pembunuh yang telah terpojok olehnya, mereka menghilang.
Padahal Lemiel ingin menunjukkan kedua orang pembunuh yang sempat menyerangnya kepada mereka. Tapi Lemiel di buat terkejut saat melihat kedua pembunuh itu telah membaur bersama gerombolan penduduk desa.
Lemiel yang melihat itu mulai memahami apa yang sebenarnya terjadi.
“Begitu ya ….” Lemiel melihat kedua pembunuh itu dengan senyuman kecil.
Lalu kedua pembunuh itu menginstruksikan sesuatu seakan memerintahkan penduduk desa untuk menyerang. Spontan saja, gerombolan warga itu berlari dengan suara lantang dengan senjata mereka masing-masing.
“Oi, apa kalian serius ingin menyerangku?”
Mereka tak memperdulikan perkataan Lemiel dan terus mendekat ke arahnya. Karena tidak ada pilihan lain, Lemiel menangkis semua serangan mereka tanpa pandang bulu.
Para penduduk itu pun terhempas ke belakang bersamaan dengan senjata mereka. Bahkan salah satu orang yang bersenjatakan cangkul, seketika mengeluh melihat cangkulnya terlepas dari gagangnya.
“Gawat, daganganku rusak!” kata orang yang memegang cangkul.
“Kenapa aku harus melawan orang-orang bodoh ini …,” gumam Lemiel saat melihat orang yang memegang cangkul.
Tapi tiba-tiba saja—beberapa belati melesat tajam menuju ke arahnya.
Lemiel menangkis serangan itu namun, para penduduk memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerangnya. Dengan banyaknya penduduk yang mengelilinginya, Lemiel tak bisa mengayunkan pedangnya sembarangan.
Lemiel lalu menendang beberapa orang di depannya hingga tersungkur, dan kembali menjelaskan.
“Tunggu dulu.” Lemiel mengarahkan pedangnya ke penduduk desa. “Sudah kutakan pada kalian, aku bukanlah musuh yang ingin menguasai desa ini.”
“Lalu untuk apa kau kemari?!”
“Aku … hanya ingin mencari informasi.” Lemiel tak bisa mengatakan tujuan sebenarnya. Apalagi para pembunuh yang di incarnya itu sekarang bersekutu dengan para penduduk desa.
DI saat para penduduk itu mulai mempercayai ucapan Lemiel, tiba-tiba tiga orang dari para pembunuh misterius menyerang Lemiel dari belakang.
Dengan paniknya, Lemiel langsung menebas ketiga orang itu. Mereka langsung terbunuh seketika, menyisakan satu orang yang lengannya bersimbah darah.
Penduduk desa yang melihat itu mulai bergidik ketakutan. Tentu yang di lakukan Lemiel membuat penduduk desa semakin mempercayai Lemiel adalah musuh mereka.
“Kurang ajar!”
“Ayo kita bunuh dia!”
Teriakan amarah mereka semakin menggema di sepanjang jalan desa Kubaku.
“Tenanglah dulu. Kalian semua melihatnya, kan? Merekalah yang duluan menyerangku.”
“Jangan dengarkan pembunuh sepertinya, penduduk Kubaku!”
Orang yang mengatakan itu tiba-tiba muncul dari kerumunan warga. Seorang pria berusia sekitar 26 tahun yang berpenampilan seperti penduduk desa lainnya. Tapi yang berbeda dari orang itu adalah, sebuah pedang yang berada di sabuk kirinya.
“Siapa kau?” tanya Lemiel tajam.
“Namaku adalah Balt, salah satu dari penduduk desa Kubaku.”
Para penduduk desa yang melihat Balt maju ke ke hadapan mereka tampak senang dengan kehadirannya. Tapi Lemiel merasa ada sesuatu yang mencurigakan dari pria itu.
“Balt, akhirnya kau datang!”
“Maafkan aku. Tadi aku sempat tersesat saat melihat keributan di sekitar sini.”
“Tak apa, yang penting kau datang tepat waktu.”
“Maaf kalau aku mengecewakan kalian.”
“Sudah kubilang tidak apa-apa. Lagipula kau baru sebulan tinggal di sini.”
“Ya. kami harusnya berterima kasih karena dengan adanya dirimu, desa ini menjadi terlindungi.”
“Kalian terlalu berlebihan. Kita semua sudah berjuang keras melindungi desa dari orang-orang jahat sepertinya.”
Melihat keakraban penduduk desa terhadap orang itu, semakin menaruh kecurigaan di pikiran Lemiel. Tapi itu bukanlah tujuan Lemiel datang kemari.
Sekarang yang menjadi masalah adalah, penduduk desa itu semakin mempercayai Lemiel adalah seorang penjahat. Meski pada kenyataannya memang dia bisa di bilang sebagai penjahat.
“Balt, akhirnya kau kemari.”
Lemiel kembali di kejutkan oleh kedua pembunuh itu yang tampak akrab dengan Balt. Kedua pembunuh itu seakan berubah menjadi orang yang baik sambil menuntun salah satu teman mereka yang lengannya terluka oleh tebasan Lemiel.
“Gawat, dia terluka!” seru Balt dengan tatapan melebar.
“Ayo kita obati lengannya!” Kemudian beberapa penduduk desa mulai mengobati orang itu.
Permandangan itu seolah olah semakin membuktikan Lemiel adalah penjahat di sini.
“Sialan … apa yang sebenarnya terjadi di desa ini?!” Lemiel merasa kesal dengan kebingungannya terhadap desa Kubaku.
Apa penduduk desa dan para pembunuh itu memang sudah seakrab itu?
Balt yang melihat salah satu pembunuh itu terluka, langsung melirik ke Lemiel dengan geram.
“Kurang ajar, berani-beraninya kau melukai rekanku?!”
“Rekan? tunggu dulu, brengsek! Apa yang kau katakan?!”
Amarah terlanjur menguasai Balt. Sambil mengeluarkan pedangnya, Balt berlari menyerang Lemiel.
“Mati kau!” teriaknya.
Tapi Lemiel berhasil menahan tebasan pedang dari Balt. Lemiel tak menyangka kalau tebasan orang itu bisa sekuat ini.
Melihat cara orang itu bertarung, tentu Lemiel menaruh keraguan kalau Balt bukanlah sekedar penduduk biasa.
***
Main Corridor, Markas Shirogami.
“Apa?! jadi kau menduga orang-orang itu bersekutu dengan penduduk Kubaku?!”
Kahuko berteriak dengan wajah kesal. Di depannya sekaeang, terdapat dua orang mata-mata Shirogami dengan penutup muka berkain putih. Mereka mendatangi ruangan Kahuko untuk melaporkan tentang apa yang terjadi di desa Kubaku.
“Sepertinya begitu. Tapi ini masih dugaan kami.”
“Brengsek, aku melakukan kesalahan besar!” gumam Kahuko dengan nada kesal.
Dua orang mata-mata itu tampak bingung dengan reaksi Kahuko. Mereka hanya tidak menyangka kalau laporan mereka membuatnya sekesal itu.
“Wa-wakil … kenapa Anda marah begitu?” tanya salah satu dari mereka.
“Tak apa, aku hanya tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini." Kahuko lalu menyalakan rokoknya untuk menenangkan dirinya dihadapan mereka. “Lalu, apa kalian tahu kenapa penduduk desa bisa seperti itu?” lanjutnya.
“Maaf, wakil Kahuko. Kami tidak mengetahui hal itu.”
“Kami takutnya, para penduduk desa akan mencurigai kami dan melaporkan pengintaian ini kepada kelompok itu. Jadi kami tidak ingin mengambil resiko."
Setelah mendengar penjelasan mereka, Kahuko masih berusaha menenangkan dirinya sambil menbuang asap rokoknya.
“… tak perlu minta maaf. Kalian sudah melakukan tindakan yang benar.”
“Terima kasih banyak,” kata dua orang itu secara serentak, sambil membungkukkan badan dengan rasa hormat.
“Berarti kita tidak bisa bergerak ke desa itu ya ….” Kahuko menggumamkan itu sambil menaruh bara rokoknya di asbak.
“Apa ada sesuatu yang bisa kita lakukan, Wakil Kahuko?”
“Tidak perlu. Lagipula kalian sudah menyelesaikan tugas ini dengan baik. Kalian bisa kembali ke tempat kalian masing-masing.”
“Baik, terima kasih banyak! Wakil Kahuko.” Mereka lalu menghormat, dan menghilang dengan cepat di hadapan Kahuko.
Sekarang di tempat itu hanya menyisakan Kahuko yang tampak kesal sekaligus gelisah.
“Apa yang harus kulakukan sekarang?! Aku sudah melakukan kesalahan besar menyerahkan pekerjaan ini padanya!” geram Kahuko saat memikirkan kembali laporan dari mata-matanya.
Kahuko kembali menghisap rokoknya dengan panjang untuk merenungkan sesuatu. Tapi tiba-tiba kedua matanya berkilat ketika satu orang terlintas di pikirannya.
“Benar juga. Mungkin dia bisa menghentikan tindakan orang itu ….”
Meski begitu, Kahuko kembali merasa gelisah ketika dia memikirkan tentang permintaannya ke orang ‘itu.'
“Jika kau sampai melakukan hal hal bodoh, aku tidak akan ragu untuk membunuhmu, Lemiel!” geramnya.
To be Continued…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
kimzky
uwoo oke
2021-02-06
0
Lian Andreas
kasian ya orang yang megang cangkul wkwk
2020-12-19
0