Chapter 3 - Sword Clash

Merasakan hasrat membunuh yang pekat dari sorot mata Lemiel, Arsen menurunkan pedangnya dari hadapan wajah Selena. Menyembunyikan rasa paniknya, Arsen mencoba melirik pedang yang sekarang ini mengarah tepat dibelakangnya.

"... kau memang berbahaya, Lemiel."

"Aku akan sangat senang jika kau berhenti menyebutku berbahaya."

"Kalau begitu, apa maksudnya ini?" Arsen melirik matanya ke belakang, menatap pedang Lemiel yang tertuju padanya.

"Tentu saja sebagai warga kerajaan yang baik, aku harus mengingatkan aparat kerajaan agar tidak melakukan hal-hal bodoh."

Arsen menahan kekesalannya mendengar alasan menyebalkan itu. Tapi tetap saja, dia masih terkejut karena tidak sadar dengan pergerakan Lemiel.

Sementara Selena, terduduk menyandar tembok dengan alis mengernyit berusaha mencerna apa yang sekarang terjadi didepannya. Entah karena terlalu fokus dengan serangan Arsen, Selena sama tak menyadari keberadaan Lemiel yang sudah berada dibelakang pria berambut coklat itu.

Apa dia menggunakan semacam sihir kecepatan?! batin Selena menatapnya tajam.

Sudut bibir Arsen melengkung sinis dan berkata, "Kukira kau menyerangku karena aku sudah menganggu temanmu."

"Huh? Jangan bercanda. Kita berdua hanyalah tahanan di tempat ini. Lagipula, dia terlihat membenciku," sanggahnya santai.

"...." Selena tidak mengatakan apapun terhadap pernyataan itu.

Arsen hanya diam lalu—ayunan pedang seketika mengarah ke hadapan Lemiel. Meski sedikit terkejut, Lemiel menangkis serangannya dengan mudah.

"Oi, apa-apaan ini?!"

"Aku tidak akan membiarkanmu bebas seenaknya!" geram Arsen, lalu menguhunuskan pedangnya kembali.

"Aku tidak mengerti kenapa kau mengayunkan pedangmu padaku, tapi jika warga Drakea tahu hal ini reputasi Shirogami pasti akan dipertanyakan."

"Brengsek!" Arsen terus mengayunkan pedang peraknya berkali-kali. Meski raut wajahnya menunjukkan kesulitan, dia tidak mengendurkan serangannya sedikitpun.

Melihat kesulitan yang dialami Arsen, Lemiel memiringkan senyumannya dengan maksud tertentu. Hanya menggunakan pedang kesayangannya, Lemiel menangkis setiap serangan itu dengan mudah.

Bagi Lemiel, serangan itu tidak menimbulkan kesulitan yang berarti. Bahkan dia menerima semua serangannya dengan santai. Kemampuan itu membuktikan dirinya jauh lebih unggul dari Arsen.

"Kenapa kau tiba-tiba marah begitu? Harusnya aku yang marah di sini. Ingatlah, kau hanya memberikanku makanan sehari sekali, itupun hanya sepotong roti lapis."

Meski keadaannya tidak tepat, tapi Lemiel menggunakan momen itu untuk menyampaikan protesnya selama dipenjara sekaligus memancing kemarahan Arsen.

"Kurang ajar, bertarunglah dengan serius!"

"Mana mungkin aku melakukannya, jika kau sampai terluka memangnya kau akan menjamin aku tidak akan dipenjara?"

"Jangan meremehkanku, berengsek!" Arsen semakin dikuasai amarah, mengayunkan pedangnya secara brutal.

"Aku tidak bermaksud seperti itu," balasnya, menahan tebasan Arsen yang kali ini cukup membuatnya kesulitan.

Kemudian, Lemiel memberi tebasan balasan berkali-kali lipat, membuat pedang perak Arsen terhempas ke udara—dengan cepat, Lemiel langsung mengarahkan pedangnya tepat di tengah kedua matanya.

Matanya terbelalak, Arsen terdiam menyembunyikan raut wajahnya, melihat tajamnya bilah pedang itu yang bisa saja menembus keningnya.

"Hentikan saja perbuatanmu ini."

Mendengarnya berbicara dengan nada datar, Arsen menahan perasaan kesal sambil memalingkan wajahnya.

Lemiel memiringkan senyuman, merasa puas setelah memojokkan Arsen. Lalu dia menarik pedangnya dari hadapan Arsen dan memasukannya kedalam sabut.

Sementara kedua bawahan Arsen hanya bisa terdiam dengan ekspresi tercengang, menyaksikan pertarungan mereka dari luar sel. Mereka menolak untuk percaya melihat Kapten divisi mereka terpojok sampai seperti itu.

"Di-dia memang monster ...."

Orang ini, dia tidak mengandalkan kecepatannya. Dia hanya sudah terbiasa bertarung di medan pertempuran, batin Selena, mengamati pertarungan mereka berdua.

Banyak sekali pertanyaan di kepala Selena sekarang. Tapi dia bisa kesampingkan itu. Kemudian, Selena yang seakan tak peduli dengan dua orang lelaki di depannya, menggerakkan tangannya untuk mengambil pedang hitamnya yang telah tertancap di tanah.

Berdiri tanpa mengatakan apapun, Arsen hanya bisa menahan perasaan kesal sambil membersihkan seragamnya yang kotor akibat terjatuh. Dia keluar begitu saja dari sel penjara itu, berdiri bersama kedua bawahannya.

"Hari ini kau bisa bernafas lega, Tuan mata merah." Setelah memberi ucapan singkat itu, Arsen segera meninggalkan mereka menuju pintu keluar penjara bawah tanah, diikuti kedua bawahannya dari belakang.

"Terserah kau saja. Oh iya, jangan lupa sampaikan salamku pada orang itu."

Lemiel melambaikan tangannya dengan santai. Tapi Arsen dan kedua bawahannya menghiraukan sikapnya, pergi meninggalkan mereka.

"Bodoh sekali." Sambil berdiri, Selena lalu menatapnya

"Kenapa kau memanggilku seperti itu?"

"Aku tidak butuh bantuanmu."

"Tanganmu terkilir, kan? Itulah kenapa pedangmu sampai terlepas dari genggamanmu."

Selena hanya terdiam ketika pria berambut hitam ini menyadari keadaan tangannya.

Sejak awal Lemiel telah mengetahaui tangan Selena yang terkilir akibat borgol yang mengikat tangannya dan alasan pribadi Lemiel membantu Selena sebenarnya hanya ingin memberi sedikit ancaman kepada Arsen.

"Huff... lagipula orang itu sengaja melakukan itu agar aku menyerangnya. Jadi kau tak perlu khawatir soal lamaran itu," lanjutnya.

"Bukan itu yang kupikirkan."

"Benarkah? Kukira sejak tadi kau terdiam karena memikirkan lamarannya."

"Apa kau ini bodoh?"

"Heheheh, ternyata berbicara denganmu cukup menyenangkan juga."

Selena tak menanggapi perkataannya dan pergi begitu saja dari sel penjara menuju pintu keluar.

"Oi, jangan diam menghiraukanku begitu. Setidaknya kita bisa berjalan bersama dari sini," keluhnya.

***

Center Area, Dhuris Capital, Drakea Kingdom.

Lemiel dan Selena selesai melapor pembebasan mereka kepada beberapa prajurit Shirogami, meski Lemiel sempat bersitegang dengan mereka. Tapi itu tidak berlangsung lama. Sekarang mereka berdua memandangi suasana ibukota Dhuris.

Tampak banyak sekali penduduk sedang berlalu lalang di tengah kota. Kerajaan Drakea sendiri berada di wilayah Ras Manusia, tapi bukan berarti ras selain manusia dilarang menginjakkan kaki di wilayah manusia dan itu juga berlaku bagi kerajaan Drakea.

Tapi kenyataannya jarang sekali ada pendatang dari ras lain ke kerajaan Drakea jika dibandingkan kerajaan lain yang ada di wilayah Manusia. Mungkin itu disebabkan oleh tingkat kejahatan yang cukup tinggi di kerajaan Drakea.

Pemandangan di depan Lemiel dan Selena saat ini terdapat banyak pertokoan, seperti restoran, toko senjata, tempat minum-minum dan masih banyak lagi.

Sinar matahari yang sudah meninggi membuat Lemiel menyipitkan matanya, "Entah sudah berapa lama aku tidak melihat matahari ...."

Wajar saja Lemiel berkata seperti itu, dia sendiri sudah hampir sebulan mendekam di penjara bawah tanah, ditambah kegelapan yang selalu menyelimuti penjara.

Selena menatapnya datar sambil mengedipkan matanya beberapa kali yang membuat Lemiel heran.

"Apa kau juga tinggal di kota ini?"

"Begitulah, lebih tepatnya aku memiliki pekerjaan di sekitar Nacaome."

"Pekerjaan?" Selena menatapnya ragu.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Tentu saja, aku tidak yakin pembunuh sepertimu bisa bekerja di kerajaan ini."

"Enak saja, aku menawarkan jasa di tempatku." Lemiel sedikit tersinggung dengan ucapan Selena yang terdengar meremehkannya.

"Aku mengerti, jadi kau menawarkan jasa untuk wanita-wanita malam. Sudah kuduga kau memang pria yang busuk."

Cara bicara Selena yang tampak yakin itu mulai membuatnya kesal.

"Bukan itu! Bisakah kau berhenti menganggapku seperti seorang sampah?!"

"Maaf tidak bisa."

Lemiel menghela nafasnya, menahan kesabaran menghadapi wanita itu.

"... apapun yang kau pikirkan tentangku sekarang, jawabannya bukan itu. Yang jelas, aku tidak akan memberitahumu."

"Tenang saja, aku juga tidak ingin mengetahuinya."

"Kau ini... seharusnya kau itu bisa membuat wajahmu sedikit lebih ramah. Tatapanmu itu terlalu datar seperti orang mati saja."

"Aku tidak mau mendengarnya dari orang yang punya tatapan pembunuh sepertimu."

"Itu tidak ada hubungannya denganku kan?!”

"Kalau begitu sampai jumpa." Tanpa berbasa-basi lagi, Selena berjalan pergi

"Hei, kalau ada waktu mampirlah ke Bar Tendo di bagian Nacaome, mungkin kita bisa minum-minum di sana, yah... itu kalau kau tidak keberatan."

"Mungkin bisa kupikirkan ....," jawab Selena yang sudah menjauh pergi.

Lemiel memandang punggung Selena yang menjauh dengan ekspresi datar, kemudian menyipit tajam sambil tersenyum tipis.

"Mystin ya ...."

Dia teringat dengan penyataan Arsen tentang identitas Selena yang sebenarnya.

Kerajaan Drakea memang memiliki banyak pasukan tempur selain tentara sihir Shirogami, yaitu 5 keluarga terkuat sekaligus terpandang di kerajaan Drakea. Salah satu dari 5 keluarga itu adalah keluarga Mystin, dan Lemiel tidak asing dengan nama itu.

Tapi dia tidak menyangka, salah satu keluarga Mystin yang terkenal itu bisa mendekam di penjara. Itu menjadi pertanyaan yang cukup membuatnya penasaran.

"Wanita yang rumit ...." Lemiel menggaruk kepalanya yang tidak gatal, menghilangkan pertanyaan bodoh yang sempat dipikirkannya.

Sambil memasukkan kedua tangannya dalam kantung celana hitamnya, Lemiel berjalan pulang dengan menyembunyikan raut wajahnya.

Tapi baru beberapa menit berjalan, terdengar suara teriakan seorang wanita tua tak jauh darinya.

"Tolong siapapun! Orang itu mengambil barang-barangku!"

Wanita itu terus berteriak, namun orang-orang yang berada di tempat itu tampak tak peduli dan sibuk dengan aktivitas masing-masing.

Pencuri yang mengenakan penutup wajah itu terus berlari melewati jalan yang sama di lewati Lemiel dari berlawanan arah.

"Hahaha! Ternyata kota ini mudah sekali!" Pria itu berpapasan dengan Lemiel yang sedang berjalan menyembunyikan raut wajahnya.

"Jika begini terus mu—" Kepala dari pencuri itu tiba-tiba saja tergeletak, perlahan mengalirkan darah. Lalu tubuh pria itu menyusul roboh ke paving jalan, kejang-kejang sebelum benar-benar mati.

Seketika orang-orang yang melihat pemandangan itu berteriak histeris. Beberapa orang juga langsung melarikan diri melihat teror tersebut.

"Kenapa dia tiba-tiba mati?!"

"Siapa yang melakukannya?!"

Beberapa orang terus menanyakan itu dalam keadaan panik dan kebingungan.

Sedangkan wanita tua yang barangnya tercuri, menyaksikan kematian pencuri dari kejauhan. Sorot matanya tampak kosong, bibir setengah keriputnya juga bergetar. Lalu kedua matanya melebar ketika Lemiel melewatinya dengan wajah menurun.

Spontan wanita itu terkejut, memandangi Lemiel yang perlahan menjauh.

"Jangan-jangan orang itu ...."

Lemiel terus berjalan meninggalkan orang-orang itu dalam kebingungan, menunduk, menutupi raut wajahnya.

To be Continued….

Terpopuler

Comments

Jo-Ann

Jo-Ann

bagus ceritanya thor

2022-10-20

0

anggita

anggita

trus.,ceritanya bagus.

2021-02-14

0

kimzky

kimzky

ooke

2021-02-05

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - Underground Jail
2 Chapter 2 - Prisoners
3 Chapter 3 - Sword Clash
4 Chapter 4 - Tendo's Bar & Meals
5 Chapter 5 - Rakshassin
6 Chapter 6 - Naye Village
7 Chapter 7 - Three Assassins
8 Chapter 8 - Scheming
9 Chapter 9 - Heartless
10 Chapter 10 - Unknown Guest
11 Episode 11 - Message
12 Chapter 12 - Lemiel and Kahuko
13 Chapter 13 - The Unexpected
14 Chapter 14 - Lemiel Vs Balt
15 Chapter 15 - Crazy Arrival
16 Chapter 16 - Beauty Can Be Hidden by Mist
17 Chapter 17 - Played Like a Dog
18 Chapter 18 - Human Heart
19 Chapter 19 - Warmth
20 Chapter 20 - One Quite Afternoon
21 Chapter 21 - Wend One's Way Home
22 Chapter 22 - Insults and Questions
23 Chapter 23 - Shirasaki Kyoka
24 Chapter 24 - Noisy
25 Chapter 25 - Bloody Dessert
26 Chapter 26 - Innocence
27 Chapter 27 - Old Friend
28 Chapter 28 - Nivelied
29 Chapter 29 - Vanity
30 Chapter 30 - Inexplicable Things
31 Chapter 31 - Curiosity
32 Chapter 32 - Good and Bad Side
33 Chapter 33 - Neklace
34 Chapter 34 - On The Road to Imais
35 Chapter 35 - Real Purpose
36 Chapter 36 - Trap and Misunderstanding
37 Chapter 37 - Needle of Rage
38 Chapter 38 - Intent of a Reason
39 Chapter 39 - Ravid Determination
40 Chapter 40 - Answer
41 Chapter 41 - At The End of Hopeless
42 Chapter 42 - Sense of Empathy
43 Chapter 43 - Threaten
44 Chapter 44 - Wind Disaster
45 Chapter 45 - Steps That Will End
46 Chapter 46 - The Place Should Be (Arc 1 - End)
47 Chapter 47 - The Visited Place
48 Chapter 48 - Under Passage
49 Chapter 49 - Sudden Changes
50 Chapter 50 - An Unexpected Requests
51 Chapter 51 - Aimless
52 Chapter 52 - Disrupted Way
53 Chapter 53 - Thought
54 Chapter 54 - Rumors of the Wind
55 Chapter 55 - A Man Full of Worries
56 Chapter 56 - Elite Assassin
57 Chapter 57 - Hint of A Coincidence
58 Chapter 58 - Ninazu
59 Chapter 59 - The Next Step
60 Chapter 60 - Suburbs of Capital, Guisa Village
61 Chapter 61 - Poison Wine
62 Chapter 62 - Antique Merchant
63 Chapter 63 - White Vs Green Shard
64 Chapter 64 - Mirror Magic
65 Chapter 65 - Two Investigator
66 Chapter 66 - Full Moon
67 Chapter 67 - After the Moonlight
68 Chapter 68 - Memories...
69 Chapter 69 - Truth
70 Chapter 70 - Little Desire
71 Chapter 71 - Pursuit
72 Chapter 72 - Generous, Expectedly
73 Chapter 73 - Chaos in Front Royal Palace
74 Chapter 74 - Turning Point
75 Chapter 75 - Reflection of Anger
76 Chapter 76 - Explosive Stone
77 Chapter 77 - Kahuko Vs Claude
78 Chapter 78 - Reflected Blood
79 Chapter 79 - Whisper Away
80 Chapter 80 - Gale Impulse
81 Chapter 81 - Nothing Left Unsaid
82 Chapter 82 - A Bound Conversation
83 Chapter 83 - Little Confrontation
84 Chapter 84 - One Question Behind
85 Chapter 85 - Between of All Odds
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Chapter 1 - Underground Jail
2
Chapter 2 - Prisoners
3
Chapter 3 - Sword Clash
4
Chapter 4 - Tendo's Bar & Meals
5
Chapter 5 - Rakshassin
6
Chapter 6 - Naye Village
7
Chapter 7 - Three Assassins
8
Chapter 8 - Scheming
9
Chapter 9 - Heartless
10
Chapter 10 - Unknown Guest
11
Episode 11 - Message
12
Chapter 12 - Lemiel and Kahuko
13
Chapter 13 - The Unexpected
14
Chapter 14 - Lemiel Vs Balt
15
Chapter 15 - Crazy Arrival
16
Chapter 16 - Beauty Can Be Hidden by Mist
17
Chapter 17 - Played Like a Dog
18
Chapter 18 - Human Heart
19
Chapter 19 - Warmth
20
Chapter 20 - One Quite Afternoon
21
Chapter 21 - Wend One's Way Home
22
Chapter 22 - Insults and Questions
23
Chapter 23 - Shirasaki Kyoka
24
Chapter 24 - Noisy
25
Chapter 25 - Bloody Dessert
26
Chapter 26 - Innocence
27
Chapter 27 - Old Friend
28
Chapter 28 - Nivelied
29
Chapter 29 - Vanity
30
Chapter 30 - Inexplicable Things
31
Chapter 31 - Curiosity
32
Chapter 32 - Good and Bad Side
33
Chapter 33 - Neklace
34
Chapter 34 - On The Road to Imais
35
Chapter 35 - Real Purpose
36
Chapter 36 - Trap and Misunderstanding
37
Chapter 37 - Needle of Rage
38
Chapter 38 - Intent of a Reason
39
Chapter 39 - Ravid Determination
40
Chapter 40 - Answer
41
Chapter 41 - At The End of Hopeless
42
Chapter 42 - Sense of Empathy
43
Chapter 43 - Threaten
44
Chapter 44 - Wind Disaster
45
Chapter 45 - Steps That Will End
46
Chapter 46 - The Place Should Be (Arc 1 - End)
47
Chapter 47 - The Visited Place
48
Chapter 48 - Under Passage
49
Chapter 49 - Sudden Changes
50
Chapter 50 - An Unexpected Requests
51
Chapter 51 - Aimless
52
Chapter 52 - Disrupted Way
53
Chapter 53 - Thought
54
Chapter 54 - Rumors of the Wind
55
Chapter 55 - A Man Full of Worries
56
Chapter 56 - Elite Assassin
57
Chapter 57 - Hint of A Coincidence
58
Chapter 58 - Ninazu
59
Chapter 59 - The Next Step
60
Chapter 60 - Suburbs of Capital, Guisa Village
61
Chapter 61 - Poison Wine
62
Chapter 62 - Antique Merchant
63
Chapter 63 - White Vs Green Shard
64
Chapter 64 - Mirror Magic
65
Chapter 65 - Two Investigator
66
Chapter 66 - Full Moon
67
Chapter 67 - After the Moonlight
68
Chapter 68 - Memories...
69
Chapter 69 - Truth
70
Chapter 70 - Little Desire
71
Chapter 71 - Pursuit
72
Chapter 72 - Generous, Expectedly
73
Chapter 73 - Chaos in Front Royal Palace
74
Chapter 74 - Turning Point
75
Chapter 75 - Reflection of Anger
76
Chapter 76 - Explosive Stone
77
Chapter 77 - Kahuko Vs Claude
78
Chapter 78 - Reflected Blood
79
Chapter 79 - Whisper Away
80
Chapter 80 - Gale Impulse
81
Chapter 81 - Nothing Left Unsaid
82
Chapter 82 - A Bound Conversation
83
Chapter 83 - Little Confrontation
84
Chapter 84 - One Question Behind
85
Chapter 85 - Between of All Odds

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!