"Kau tidak kegerahan?" Ririn memang masih menggunakan gaun pengantinnya.
"Gerah banget, badan rasanya lengket."
"Sini aku bantuin membuka gaunnya."
"Bisa... bisa sendiri kok," Ririn menjawab dengan cepat. "Tapi... Mas keluar kamar dulu ya? Aku mau buka gaunnya disini, sayang kalau dibawa ke kamar mandi takut rusak."
"Kok aku jadi diusir? Aku kan suami kamu."
"Bukan ngusir ... mana berani aku ngusir... ini sih namanya minta tolong."
"Nggak mau .... ngapain aku keluar kamar?" Devan sengaja nggak mau mengalah.
"Mmm... kalo gitu... Mas balikin badan aja kesebelah sana ya?"
"Nggak mau .... aku maunya ngadep kesini kok." Devan malah sengaja terus menatap Ririn.
Hadeuh... gimana ini? Ya sudah ngalah aja. Ririn mengambil paper bag berisi baju ganti yang sudah dipersiapkan tadi pagi lalu masuk ke kamar mandi. Bukannya nggak sayang sama baju pengantinnya, ini hanya karena tak ada jalan lain, masa iya dirinya harus buka baju depan Devan...
"Eh.. mau kemana kamu?"
"Mandi dulu," Ririn menjawab dari balik pintu kamar mandi. Ririn mulai membuka kerudungnya, lalu membuka gaunnya. "Lho kenapa resletingnya macet , waduh tolong jangan bikin drama saat genting begini," Ririn mulai panik, ia menggapai-gapaikan tangannya kebelakang punggungnya, masih tetap macet resletingnya, "Duh kalau dipaksa pasti rusak nih baju."
"Mas..." Ririn menyembulkan kepalanya dari belakang pintu kamar mandi, ia mencari sosok Devan. Oh rupanya ia sedang rebahan diatas tempat tidur.
"Kenapa? Mau ngajak mandi bareng ya?"
"Bukan... resleting bajuku macet, susah dibuka, tolong bukain..." Muka Ririn merah karena malu.
"Tuh kan kataku juga dari tadi, biar aku yang bukain bajunya.. sini!" Devan mengganti posisi badannya dari rebahan menjadi duduk.
"Mas aja yang kesini ya.."
"Ya sudah kalo nggak mau kesini.. aku nggak akan maksa." Devan rebahan lagi pura-pura tidak peduli.
"Duh, nikah baru berapa jam aja udah ngeselin kayak gini..."
Akhirnya Ririn yang mengalah datang mendekati Devan. Ia lalu membelakangi Devan. "Tolong Mas.."
Melihat hal itu Devan tersenyum penuh kemenangan. Ia lalu membuka resleting di bagian belakang gaun Ririn yang berukuran panjang. Memang agak sulit tapi akhirnya bisa dibuka juga.
"Makasih Mas." Ririn hendak berlalu lagi ke kamar mandi, tapi tangannya ditarik oleh Devan hingga ia terjerembab keatas tempat tidur. "Aahh... " Ririn kaget ia jatuh keatas tubuhnya Devan.
"Sudah kita rebahan dulu," tangan Devan kini memeluk Ririn. Jantung Ririn berdebar kencang, pipinya memerah. Posisi tubuh mereka menempel, wajahnya berdekatan. "Mas aku mau mandi dulu," tangan Ririn berusaha menjauhkan badan Devan dari badannya, tapi usahanya sia-sia.
Devan menatap Ririn dengan intens, tangannya mulai menyentuh pipi Ririn, lalu dagunya, lalu mengecup bibirnya. Ririn tersentak, badannya terasa gemetar, matanya menatap Devan tak berkedip.
Devan malah tertawa melihat ekspresi Ririn seperti itu. "Ini ciuman pertamamu?" Ririn mengangguk. Devan mengeratkan lagi pelukannya, kali ini ia menciumnya lama, digigit, diisap sampai Ririn megap-megap kehabisan nafas. Tangan Devan terasa mengelus-elus punggung Ririn yang resletingnya sudah terbuka. Ririn merasa lemas.
"Mas .. mmmm... aku mau... mandi..."
Suaranya tersendat karena Devan tak berhenti menciuminya.
"Buka bajunya disini aja" suara Devan terdengar begitu dekat ditelinga Ririn. Tiba-tiba tangannya menarik baju Ririn, karena resletingnya sudah terbuka, otomatis bagian atasan bajunya melorot, refleks kedua tangan Ririn menyilang didepan dadanya yang terekspos "Mas... aku malu..."
"Jangan malu... sekarang aku sudah sah jadi suami kamu" Devan berusaha membuka blokade didepan dadanya Ririn.
"Mas... udah Mas... kayaknya aku mau pingsan nih" Ririn seperti setengah mengancam. Devan malah tertawa, tapi pada akhirnya ia juga melepaskan pelukannya yang membuat Ririn terbebas. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Ririn berlari ke kamar mandi.
Melihat Ririn berlari, Devan terus tertawa. Ia memang sengaja melepaskannya. Anggap saja yang tadi itu pemanasan. Terlihat sekali Ririn gugup dan panik. Ia harus bisa membuat Ririn terbiasa dulu dengan dirinya.
Setelah lari meninggalkan Devan, Ririn bersandar dibelakang pintu kamar mandi. Ia mengatur nafasnya, diraba dadanya... jantungnya masih berdegup kencang, diraba bibirnya... Oh seperti begitu toh rasanya berciuman... Ririn tersenyum sendiri, pipinya tiba-tiba memerah lagi.
Selesai mandi Ririn memakai baju ganti yang dibekalnya dari rumah. Saat keluar dari kamar mandi dilihatnya Devan sedang memainkan ponselnya.
"Tadi aku udah pesenin makan, nanti tolong bukain pintunya kalau pesanannya diantar." Devan pun berlalu masuk ke kamar mandi.
Wah... sungguh pengertian, Ririn memang sudah merasa sangat lapar, karena tadi siang ia hanya makan sedikit.
Tok... tok... tok...
"Room service!" Ririn membukakan pintu, pegawai hotel masuk sambil mendorong troli makanan dan menyimpannya didekat sofa. "Silahkan dinikmati" katanya.
"Terima kasih." Dibukanya penutup makanan... steak... puding... buah-buahan potong.
"Makanannya sudah datang ya?" suara Devan mengagetkan Ririn. "Mmm... iya," Ririn berbalik kearah suara itu. Ternyata Devan tepat dibelakangnya, sehingga kini posisinya jadi saling berhadapan. Refleks Ririn melangkah mundur, tapi Devan sudah lebih dulu menarik tubuh Ririn hingga merapat pada tubuhnya lalu melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Ririn.
Ririn berusaha menahan dada Devan, mendorongnya perlahan .... tapi sulit. "Kenapa nggak ganti baju?" Dilihatnya Devan masih memakai bathrobe.
"Aku nggak bawa baju ganti ... gimana kalo besok kita beli baju?"
"Lho kita memang mau berapa lama nginep disini?" Dilihat dari jarak yang sangat dekat, ketampanan Devan terlihat jelas. Rambutnya masih basah ... mungkin tadi ia keramas... alisnya tebal... hidungnya mancung... dan wangi sabun mandi masih tercium jelas. Jantung Ririn mulai berdebar kencang, pipinya memerah lagi.
"Gimana kalau tiga hari?"
"Kayaknya kelamaan.... mau apa coba kita disini lama-lama?"
"Ya kita bisa pacaran, berduaan... bermesraan..." Devan mendekatkan wajahnya kearah wajah Ririn. Refleks Ririn menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Mmm ... kita makan dulu ya," Ririn mencoba mengalihkan perhatian.
Devan menarik tangan Ririn yang masih menutupi wajahnya. Ririn pun akhirnya menurunkan kedua tangannya, wajahnya masih memerah.
"Kamu cantik walaupun polos tanpa makeup."
Devan memegang dagu Ririn lalu mengecup bibirnya.
Kemudian menuntun tangan Ririn mengajaknya duduk di sofa. Tapi sebelum Ririn duduk, Devan menarik tubuh Ririn sehingga duduk di atas pangkuannya. Kemudian Devan melingkarkan tangannya pada pinggang Ririn, menahan Ririn agar tidak melarikan diri.
"Kalau kayak gini,... gimana coba makannya?"
"Ya kayak gini.." Devan menyuapi Ririn. "Aaa.." Ririn terpaksa membuka mulutnya. "Sekarang steaknya tolong kamu potongin" Bukan hanya memotongnya, Ririn juga menyuapinya. Devan terlihat senang Ririn menurutinya
Ririn memposisikan tubuhnya menghadap Devan, ditatap wajahnya, tangan Ririn membelai wajah Devan ... perlahan, "Suamiku..." Apapun alasan yang membuat akhirnya kita menikah... kini kau adalah suamiku... dan aku kini punya kewajiban sebagai seorang istri...
*********************************************
terima kasih sudah membaca novel ini, mohon beri dukungan author dengan memberikan rate, vote, comment n like ya 😘😘😘
*********************************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Eka Wahyuni
wah ini crita lain dari pada yg lain,,q suka aku suka,,🥰
2021-06-30
1
Fira Ummu Arfi
👍👍👍
2021-05-28
1
Alana Alisha 🌻
mulai baca lagi 😇
2021-05-18
1