Dengan pikiran tak menentu, Ririn kembali ke mejanya di ruangan produksi. Setelah duduk di kursinya ia kembali membuka laptopnya. Ia menatap layar laptopnya dengan tatapan kosong.
"Rin.. modul modem sudah beres ditesting semuanya," suara Rendi mengagetkan Ririn.
"A..apa.. A Rendi?," tanya Ririn sambil membelalakkan matanya.
" Deuhh... makanya jangan ngelamun! Nanti kesambet. Daripada kesambet mendingan Neng Ririn .. Aa sabet," Rendi tertawa senang.
"Sabet ... sabet... emangnya A Rendi jambret," Ririn mengerucutkan bibirnya.
"Nggak apa-apa jadi jambret.. kalo buat ngejambret hati Neng Ririn," Rendi ngegombalin Ririn.
"Wew," Ririn meleletkan lidahnya. "Yang bener ah, tadi ngomong apa?"
"Deuhh.. harus diulang lagi emangnya aku repeater... Neng Ririn yang cantik, nih Aa mau lapor.. kalau semua modul modem sudah beres ditesting... sekian laporannya.. terima kasih," Rendi berkata dengan tempo yang lambat.
Sekarang Ririn yang tertawa. "Baiklah laporan saya terima, modul modem akan segera saya pindahkan ke bagian QC."
Ririn beranjak dari kursinya lalu mengikuti Rendi ke ruang testing. Ketika sampai di ruang testing, Ririn melihat teman-temannya Rendi lagi pada jongkok mengelilingi alat yang sedang dites. Mereka bertiga Opik, Iman dan Erwin.
"Kok lagi ngetes alat, tapi matanya melirik-lirik kearah meja Mbak Erna sekretarisnya Pak Yudha?" gumam Ririn dalam hatinya. Ririn pun ikut berjongkok dan melihat kearah meja Mbak Erna. "Astaghfirullaah... ," Ririn melihat kaki Mbak Erna dibawah mejanya, karena roknya sangat pendek, membuat pahanya terbuka ketika duduk. Mereka lagi pada ngintip rupanya. "Dasar otak mesum!" Ririn berbalik kearah mereka bertiga sambil melotot.
"Mau dibilangin ke Mbak Erna ya?!"
Mereka bertiga langsung berdiri, "Jangan Rin.. jangan ya."
"Awas kalau keliatan ngintip lagi, dilaporin!"
Mereka bertiga malah nyengir kuda.
Di perusahaan ini mayoritas pegawainya adalah laki-laki mungkin karena perusahaan ini bergerak dalam bidang elektronika. Tapi tetap saja ada beberapa sekretaris yang senang memakai rok pendek terkadang super pendek.
"A Rendi mana modemnya?" Ririn tersadar tujuan semula ia kesini.
"Nih.. Rin," Rendi menyerahkan troli yang berisi modul modem.
Ririn mendorong troli tersebut ke ruangan QC. "Nin... nih ada modul yang beres testing ... tolong di cek ya."
"Oke," jawab Nina sambil tersenyum.
...***...
Ririn kembali ke mejanya, matanya kembali menatap layar laptopnya. Ia kembali teringat akan ultimatum yang diberikan oleh Devan. "Huhh...," Ririn menarik nafas panjang. Dadanya terasa sangat berat.
Menikah? Pacaran aja belum pernah. Jangankan pacaran, punya teman dekat pria aja belum pernah. Bukan tidak ada yang mendekati, Ririn tidak punya keberanian untuk menerima pernyataan cinta mereka. Ririn sadar diri dengan keadaan keluarganya.
Bukan malu atau rendah diri dengan keadaan keluarganya, tapi Ririn tidak ingin membebani pasangannya dengan keadaan keluarganya itu. Biarlah dirinya sendiri yang menanggung keluarganya.
"Teh Ririn, pulang duluan ya...," suara itu membuyarkan lamunan Ririn. Karyawan assembling mulai membubarkan diri.
"Oh, ya..ya.. saya pulang sebentar lagi," kata Ririn sambil melambaikan tangannya.
Ririn mematikan laptopnya, mulai membersihkan mejanya. Tadinya ia akan pulang telat untuk mengerjakan laporan, tapi pikirannya kalut, lebih baik pulang cepat pikirnya.
...***...
Ririn melangkahkan kakinya menuju halte bus terdekat. Pada jam-jam begini bisa lama atau bahkan sangat lama menunggu bus lewat dan juga harus rela berdesak-desakan yang penting bisa terangkut.
Ah, akhirnya lewat juga bus ditunggu, Ririn mengacungkan tangannya untuk memberhentikan. Ririn naik bus itu, untunglah tidak terlalu penuh. Walaupun tidak kebagian tempat duduk, Ririn tidak terhimpit.
Perjalanan pulang lumayan lama karena macet. Ini mungkin yang dikatakan padat merayap. Setelah kurang lebih satu jam akhirnya sampai juga di halte dekat rumah Ririn. Ketika bus berhenti, ia pun turun.
...***...
"Assalaamu'alaikum," Ririn melangkah masuk kedalam rumah.
"Wa'alaikumsalaam," jawab ibu Nani. Ririn mencium tangan ibunya itu.
"Makan dulu Teh."
"Teteh mau sholat dulu Mak, makannya habis sholat aja Mak."
Setelah sholat, Ririn duduk di meja makan disamping ibunya. "Masak apa Mak?"
"Sayur asem, asin sepat, kesukaanmu," Emak menjawab.
"Amran sama Tami kemana Mak?" tanya Ririn sambil menyendok nasi ke piringnya.
"Ke Mesjid, sebentar lagi pulang."
"Mak, Teteh teh ada yang mau diomongin sama Emak."
"Ngomong apa Teteh? Emak mah sok asa rareuwas..." (ngomong apa Teteh? Emak suka kaget)
"Teteh ada yang ngajak nikah, tapi mau dijadikan istri yang kedua."
"Euleuh-euleuh Teteh jangan mau! ...Teteh jangan merebut suami orang... itu teh istilahnya pelakor jaman kiwari mah ( jaman sekarang), jangan sampai Teteh teh jadi pelakor... Teteh teh masih gadis, masih muda, cantik, jangan... Teteh jangan ngerebut suami orang," Bu Nani nyerocos hampir tak bernafas.
"Euleuh-euleuh Emak, Emak jangan sewot dulu, dengerin Teteh dulu."
"Siapa laki-laki yang berani nawarin Teteh jadi istri kedua?" tanya Bu Nani tetap sewot.
"Bosnya Teteh di kantor. Dia bilang akan menikahi Teteh karena istrinya yang menyuruh supaya menikah lagi."
"Jangan percaya Teteh! .. jangan!... laki-laki mah begitu.. banyak alasannya kalo pengen nikah lagi, mana ada istri nyuruh suaminya nikah lagi," Bu Nani makin menjadi-jadi sewotnya.
"Kalo Teteh nggak mau diajak nikah, Teteh mau dipecat dari tempat kerja sekarang."
Langsung nyep... Bu Nani diam tak bersuara. Ririn menunduk sambil tetap makan dengan perlahan.
"Dia ngasih waktu tiga hari buat Teteh berfikir."
"Assalaamu'alaikum," Amran dan Tami muncul dari balik pintu.
"Wa'alaikumsalaam."
"Hey udah makan belum? Sini temenin Teteh makan disini."
"Ade hari ini kamu ngapain aja?" tanya Ririn pada Amran.
"Ah Teteh si Ade mah maenin si Beno seharian," Tami yang menjawab sambil mengerucutkan bibirnya. Beno adalah nama ayam jago kesayangan Amran.
"Masa Emak nyuruh ke warung aja si Ade nggak mau, jadi aku yang pergi. Disuruh nganterin kue pesenan Bu RT juga nggak mau, jadi aku juga yang nganterin," tambah monyong deh bibirnya.
Aku menatap Amran. "Ade,... Ade harus jadi anak sholeh, Teteh nggak ngelarang Ade punya piaraan, tapi inget ya,.. tetep bantu Emak di rumah."
Amran menatap Ririn lalu menganggukkan kepalanya. Ririn mengelus-elus kepala Amran.
"Teteh ke kamar dulu, mau istirahat."
Di kamar Ririn mengganti bajunya dengan daster. Kemudian membersihkan mukanya melakukan perawatan rutin malam hari.
Setelah itu ia membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur. Pikirannya mulai melayang, mengingat lagi ultimatum yang diajukan Devan. Kalau saja Devan belum beristri tentu saja Ririn tidak akan terlalu sulit memberi jawaban.
"Atau tolak saja lamarannya, paling dipecat. Kalau dipecat, katanya dapat pesangon bisa sepuluh kali gaji, mudah-mudahan sesudah dipecat, bisa cepat dapat kerja lagi," pikir Ririn.
Tak lama Ririn Tertidur...
*********************************************
terima kasih sudah membaca novel ini, mohon beri dukungan author dengan memberikan rate, vote, comment n like ya 😘😘😘
*********************************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Fira Ummu Arfi
🍓🍎🍇🍏🍑🫐
2021-09-22
0
Fira Ummu Arfi
sukaaaaa
2021-09-22
0
Mommy Gyo
4 like hadir thor mampir juga ya 🥰
2021-09-21
0