"Rin, kata Mas Devan resepsi pernikahanmu mau diadakan dirumah saja.." tanya Citra sambil menyumpit makanannya.
"Iya Mbak Citra, yang penting semua keluargaku dan tetangga tahu kalau aku sudah resmi menikah."
"Kenapa nggak di gedung atau di hotel saja Rin?"
"Kasihan nanti tetanggaku kalau mau datang ke resepsi, kan nggak semua punya kendaraan Mbak," jawab Ririn sambil mengelap mulutnya dengan tissue, ia sudah menghabiskan makanan yang dipesannya.
"Oh kalo itu sih gampang, sediain aja angkutan dari tempatmu ke tempat resepsi, gimana setuju?"
"Baiklah, aku ikutan aja terserah Mbak gimana bagusnya." Ririn merasa lebih baik mengalah saja tak perlu ngotot urusan ini.
"Ada konsep pesta pernikahan yang kamu inginkan?"
"Yang sederhana aja, nggak usah yang ribet" Ririn tersenyum kearah Citra. Diliriknya Devan, rupanya ia juga sudah menghabiskan makanannya.
"Baiklah aku akan menghubungi pihak wedding organizer yang aku kenal, catering kita pake lagi aja yang kemarin waktu acara lamaran, tempat resepsi nih yang harus segera dicari karena waktunya sebentar lagi..."
Sisa perkataan Citra selanjutnya tidak terlalu terdengar oleh Ririn, ia menatap wajah Citra dengan takjub, didepannya itu adalah seorang wanita yang sangat mencintai suaminya sehingga ia dengan sukarela mempersiapkan pernikahan untuk suaminya dan calon istri barunya. Ririn tidak pernah berpikir sebelumnya kalau ia akan melangkah menuju pernikahan seperti begini.
"Yuk sekarang kita pulang, kayaknya udah pada selesai nih makannya... oh ya Mas anterin aku dulu pulang ke rumah sepertinya lebih dekat ke rumah kalo dari sini," kata Citra.
Ternyata betul, dari mall tersebut ke kediaman Citra dan Devan tidak terlalu jauh. Ketika sampai, Citra memaksa Ririn untuk masuk dulu kedalam rumah. Katanya untuk memilah-milah yang mana paper bag milik Citra dan yang mana milik Ririn.
Seperti biasa Ririn manut wae sambil tersenyum. Kalau dalam permainan, Ririn merasa sebagai anak bawang. Saat ini Ririn masih merasa ia sedang bekerja, hanya bukan dikantor seperti biasa, ia mengibaratkan Devan sebagai bos pertama, Citra sebagai bos kedua dan ia pegawai bawahannya yang harus mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya, supaya ia bisa mendapatkan imbalan untuk menghidupi keluarganya.
"Mbak aku ikut sholat ya," kata Ririn sambil menuju musholla kecil di bagian belakang rumah.
Selesai sholat, Ririn duduk di sofa, ia menyenderkan punggungnya, menikmati AC di ruang keluarga Citra, ia memejamkan matanya. Tadi Citra bilang mau ganti baju dulu dan Devan bilang mau mandi dulu, badannya serasa lengket katanya.
"Bu, ini jus stroberi, biar seger," Bi Sari tersenyum sambil meletakkan tiga gelas jus stroberi di meja.
Ririn beringsut dari duduknya, ia mencicipi jus itu. "Wah betul seger Bi, terima kasih ya."
"Seger ya Rin?" Citra yang sudah berganti baju kini duduk disamping Ririn.
"Rin Minggu depan kita ke spa, biar pas pengantenan terlihat bercahaya."
"Lampu kali bercahaya," Ririn berkelakar
Citra tertawa. "Iya bener biar auranya keluar."
"Rin mau pulang sekarang?" Devan keluar dari kamar dengan rambut masih basah.
" Minum dulu jusnya Mas," kata Citra.
"Mbak aku pamit dulu ya," Ririn mencium pipi Citra.
...***...
Saat ini Ririn sedang memperhatikan Devan yang berada dibalik setir mobilnya, bercelana jeans dan memakai kaos berkerah, terlihat lebih muda, sangat tampan.
"Kenapa?" tanya Devan seakan tahu sedang diperhatikan.
"Dikantor Mas jadi bos besar, tapi hari ini Mas jadi sopir kami dan membawakan belanjaan kami," Ririn tersenyum pada Devan.
"Ini tugas seorang suami untuk menyenangkan hati istri," Devan tertawa.
Lama Ririn terdiam hanya memandangi jalan yang sedang dilalui. "Lho Mas kita mau kemana ini?" Ririn bertanya ketika Devan membelokkan mobilnya masuk halaman sebuah butik.
"Kita pesan baju pengantin buat nanti resepsi." Devan membukakan pintu agar Ririn turun dari mobil.
"Selamat sore Pak." Seorang pegawai butik membukakan pintu masuk.
"Selamat sore, saya sudah membuat janji untuk hari ini atas nama Devan untuk pengukuran baju."
"Baik tunggu sebentar." Devan dan Ririn dipersilahkan menunggu disebuah ruangan kecil tapi sangat nyaman, didalamnya terdapat sofa dan meja. Sesaat pegawai itu berlalu, kemudian datang kembali dengan membawa dua cangkir teh.
" Silahkan diminum."
"Terima kasih," Ririn dan Devan menjawab serempak.
Tak lama masuk seorang wanita cantik "Selamat sore, perkenalkan saya Yulia, ini beberapa rancangan saya, silahkan dilihat-lihat dahulu barangkali ada yang berkenan" katanya sambil menyodorkan sebuah map.
"Rin kamu suka yang mana?" Devan memandang Ririn.
"Yang penting jangan yang membuat sulit melangkah atau sulit bergerak Mas."
"Kalau yang ini bagaimana Rin... kamu suka nggak?" Devan menunjuk baju pengantin bertema earthy tone, setelan jas berwarna coklat muda dan gaunnya berwarna mocca.
"Mmm... itu bagus Mas."
Lalu Devan menunjukkan rancangan yang telah mereka pilih. "Yang ini Mbak Yulia."
"Baik, kita mulai nya, silahkan Mbaknya dulu" Ririn dipersilahkan lebih dulu untuk diukur kemudian Devan.
"Mbak Yulia tolong ya pesanan saya ini selesai paling lambat dua minggu" Kata Devan ketika hendak meninggalkan butik itu.
"Baik, saya usahakan Mas Devan."
...***...
"Kenapa baju pengantinnya kita beli, nggak nyewa aja Mas?" tanya Ririn, ketika mereka sudah berada didalam mobil lagi.
"Aku nggak pernah sewa baju Rin, risih rasanya memakai baju bekas pakai orang lain."
Oh, Ririn lupa kalau ia dan Devan beda dunia, beda semboyan hidup, didunia Ririn semboyan yang dipegang 'Kalau Bisa Sewa Kenapa Harus Beli?' kalau didunia Devan kebalikannya, semboyan yang dipegangnya 'Kalau Bisa Beli Kenapa Harus Sewa?'
Seperti biasa Ririn hanya tersenyum.
Dengan semboyan hidupnya, Ririn berusaha hidup sehemat mungkin, yang penting bisa membiayai keluarganya. Cita-cita muluknya bisa menyekolahkan kedua adiknya sampai mendapat gelar sarjana.
Berbeda dengan Devan, ia terlahir dari keluarga yang berada, anak satu-satunya pasti ia sudah terbiasa semua kebutuhannya atau semua keinginannya selalu terpenuhi.
Ririn berpikir mungkin perbedaan seperti ini akan jadi kendala dalam pernikahannya kelak. Bisa saja dalam hal mendidik anak. Misal kalau anaknya minta mainan, Ririn mungkin akan mengajarkan anaknya supaya menabung agar bisa membeli mainan yang diinginkannya. Tapi kalau Devan kayaknya apa-apa langsung beliin toh ia punya banyak uang, pikirnya.
*********************************************
terima kasih sudah membaca novel ini, mohon beri dukungan author dengan memberikan rate, vote, comment n like ya 😘😘😘
*********************************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Isma Aji
semangat 🤗
2021-07-15
0
Melati
hadir lagi
2021-05-27
1
Fira Ummu Arfi
🥰🥰🥰🥰🥰
2021-05-26
1