Saat ini semua tamu dan kerabat sudah pulang. Bu Nani sudah kembali dengan seragam favoritnya, daster.
"Teteh, ayo kesini kita buka seserahannya," Bu Nani sudah standby didepan hantaran pemberian keluarga Devan.
Mendengar Bu Nani yang berteriak, eh yang nyamperin malah Tami sama Amran. Sekarang mereka ikut-ikutan meneliti hantaran, tapi nggak berani membuka karena tahu itu milik Ririn.
"Teh Tami, si Teh Ririn emang bisa pake sepatu kayak begini?" Amran memperlihatkan hantaran yang berisi sepatu pesta dengan hak tinggi.
"Apa Ade? ... ngomongin Teteh ya? Kalo berani ngomongin Teteh... nggak akan lagi dikasih uang jajan, nggak akan dikasih uang buat beli makanan si Beno." Ririn pura-pura cemberut.
"Maaf atuh Teteh... Ade mah bukan ngomongin... cuma tanya Teteh bisa nggak pake sepatu kayak gini... sepatu tinggi kayak gini mah bisa bikin tijalikeuh atuh (keseleo)."
"Jangan menghina pemberian orang... kita harus pandai bersyukur... sepatu itu mau Teteh simpan."
"Teteh, ini mah perhiasan harus Teteh pake." Bu Nani menyerahkan hantaran yang berisi perhiasan.
"Sok sama Teteh buka, terus cincinnya pake, gelangnya... kalungnya juga pake... sini Emak pakein ya."
Ririn mengangguk, ia tidak tega menolaknya , Emak terlihat begitu senang. Cincin dan gelang ia pakai sendiri tapi kalungnya minta Bu Nani yang memasangnya. Kalo di film biasanya si lelaki yang melamar yang memakainya perhiasannya, terus si wanita yang dilamar terlihat terharu dan bahagia. Ini mah malah Emak yang masangin...
"Teteh lihat ini," sekarang Tami yang menyerahkan hantaran berisi uang yang dibentuk seperti kipas. "Berapa jumlahnya ya? Aku mah baru lihat uang sebanyak itu... Teteh .. sama Teteh mau diapain uang itu?"
"Ya ditabungin atuh.. kan Teteh butuh uang banyak kalo nanti Tami pengen kuliah."
"Kalo aku minta selembaaar aja, boleh?"
"Ade juga, selembaaar aja..."
Pletak... pletak... Ririn menyentil jidat kedua adiknya.
"Aduh Teteh sakit, kenapa sih Teteh hobi banget nyentil jidat aku.. Teteh aku ini perempuan.. "
"Iya... siapa bilang kamu laki-laki, si Ade tuh yang laki-laki mah."
"Tuh Teteh tahu aku perempuan, gimana kalo jidat aku benjol-benjol jadi nggak mulus."
"Ya udah Teteh masukin bengkel biar diketok magic, nanti rata lagi."
"Ade ambilin tas Teteh di kamar."
Tak lama kemudian, "Ini Teh," kata Amran sambil menyerahkan tas Ririn.
Ririn mengambil dompet dari dalam tas. Ia mengambil dua lembar uang kertas.
"Nih masing-masing selembar."
"Wih... alhamdulillaah... ini mah seratus rebu... makasih Teh," Amran langsung memeluk Ririn.
"Makasih Teh," Tami menimpali.
"Emak juga atuh," tangan Bu Nani udah menengadah aja.
"Ini buat Emak mah dua lembar," Ririn segera menyodorkan dua lembar uang kertas pada Bu Nani, Wah kalo nggak dikasih bisa pundung, kalo sampe pundung bahaya!
"Teteh... si Aa Devan banyak uangnya ya Teh?" tanya Amran polos khas anak kecil.
"Mungkin... kenapa gitu De?"
"Nanti kayak Teteh nggak ya?... Suka ngasih uang sama Ade."
"Ih, Ade... Ade... diotaknya cuma uang... uang." Ririn mengacak-acak rambut adiknya itu.
"Sayang nggak nanti sama Ade?"
"Kalau si Aa sayang sama Teteh pasti sayang dong sama Ade." *T*api aku juga belum tahu apa Devan akan menyayangiku, gumam Ririn dalam hatinya.
"Teteh nih ada kosmetik sepaket.... boleh nggak..." kalimat Tami terhenti, ia ragu meneruskannya.
"Boleh nggak apa? yang jelas kalo ngomong."
"Mmm.... boleh nggak kosmetik Teteh yang dikamar buat aku? Kan sekarang Teteh udah punya yang baru..."
"Huhh.... ini sih namanya dikasih hati minta jantung..." Ririn mendelik kearah Tami, tapi Tami hanya tertawa meringis takut disentil lagi jidatnya.
"Ya udah sana ambil... tapi cuma pelembab, bedak sama lipgloss ya.. kan kamu belum boleh pake lipstik."
"Makasih Teteh... makasih... sekalian minyak wanginya ya?" Tami memeluk Ririn.
"Lipstiknya buat Emak aja ya?" Bu Nani nggak mau kalah.
Hadeuh.. "Oh iya atuh Mak." Ririn tersenyum.
"Ade... bawain seserahan ini ke kamar si Teteh." Bu Nani memberi perintah pada Amran.
...***...
Ririn membaringkan tubuhnya. Ah, nyaman sekali kasur ini setelah seharian yang melelahkan. Ditatapnya hantaran yang sudah disusun Amran disudut kamarnya. Hantaran yang berisi barang berharga sudah disimpan didalam lemari.
Teringat lagi acara lamaran tadi siang bagi Ririn hanya terasa seperti acara seremonial saja. Tanpa ada rasa didalamnya, hampa. Tak ada excited tapi juga tak ada rasa benci.
Tadi selesai acara lamaran, Ririn hanya mengobrol dengan Citra dan Mama Siska, Devan tidak banyak bicara, sesekali saja mengiyakan perkataan Citra atau Mama Siska. Sesekali Ririn melirik kearah Devan tapi wajahnya terlihat lurus-lurus saja, sama seperti wajah yang ia temui di kantor.
Mungkin ia merasakan hal yang sama denganku, merasa kalau acara tadi hanya sebatas seremonial belaka, mungkin ia melakukan semua ini hanya karena Citra yang memintanya.
Ririn kini menatap cincin yang melingkar di jari manisnya, sebagai penanda ia sudah bertunangan. Tak ada kesan romantis di dalamnya, ia yang menyematkan cincin itu ke jari manisnya sendiri.
Ririn memeriksa ponselnya, barangkali Devan mengiriminya pesan. Ternyata tidak ada pesan masuk.
Hari ini Ririn melihat ibunya begitu bahagia, kedua adiknya juga terlihat senang. Mungkin ia bisa menjalani semua ini demi keluarganya, bukankah Devan sudah berjanji akan menjamin kebutuhan keluarganya.
Anggap saja aku bekerja ditempat lain, aku akan melakukan semua tugas dengan sebaik-baiknya.
*********************************************
terima kasih sudah membaca novel ini, mohon beri dukungan author dengan memberikan rate, vote, comment n like ya 😘😘😘
*********************************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Ana Yulia
like hadir 😘
2021-07-17
0
𝔸𝕝𝕖𝕖𝕟𝕒 𝕄𝕒𝕣𝕊
likes mendarat😍😍
2021-06-18
1
Melati
💪💪💪
2021-05-27
1