Devan menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi setelah Ririn keluar dari ruangan kantornya. Menatap cangkir yang berisi teh manis di depannya, meraihnya lalu meminumnya.
"Ririn pasti kaget dengan ajakanku untuk menikah dengannya. Dia bilang aku maksa karena mengancam akan memecatnya jika menolak menikah denganku. Maaf aku menyeretmu kedalam permasalahan rumah tanggaku. Sekarang aku tinggal bilang sama Citra bahwa aku sudah punya calon istri kedua, hmm... istri kedua? Hal yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya," Devan beranjak dari duduknya kemudian menelpon Pak Danu.
"Pak Danu, saya akan pulang, tunggu di bawah!" Devan segera menuju lobby, ia ingin cepat bertemu Citra, ada yang akan ia ceritakan.
...***...
Pak Danu memarkirkan mobil didepan rumah Devan, tak lama Devan keluar dari mobil.
Citra sudah menyambut kedatangannya didepan pintu. Ia mencium tangan suaminya lalu menggelayutkan tangannya di tangan Devan. "Capek Mas?"
"Nggak.. biasa aja," Devan tersenyum pada Citra. Ia melangkah menuju sofa.
"Minum Mas," Citra memberikan segelas air putih, lalu ikut duduk disamping Devan.
"Mau makan sekarang?"
"Nanti aja... aku mau mandi dulu, badanku rasanya lengket." Devan meminum air yang diberikan Citra lalu beranjak ke arah kamarnya.
"Aku mandi dulu ya.."
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Devan duduk di meja makan. Citra menyiapkan makanan dibantu Bu Sari. Devan makan dengan lahap, ia menyukai ayam balado yang dimasak istrinya.
Setelah selesai makan Devan dan Citra pindah ke sofa. Citra menyalakan TV menonton drama Korea kesukaannya.
"Sayang, ada yang mau aku bicarakan denganmu," Devan memulai percakapan.
"Ya..ada apa Mas?" Citra menatap lekat wajah Devan.
Devan menghadapkan tubuhnya kearah Citra, lalu memegang kedua tangannya. "Ini mengenai permintaan yang telah kau ajukan padaku agar aku menikah lagi. Aku telah memilih seorang calon. Tapi... aku tetap merasa hal ini... tidak benar untukku. Jadi jika kamu akan membatalkan permintaanmu, maka dengan senang hati aku juga akan membatalkannya."
"Jangan... jangan membatalkannya! Benar, kau sudah punya calonnya, Mas? Siapa dia?"
Devan mengeluarkan ponselnya. Dia memperlihatkan foto Ririn. "Dia karyawan di kantorku, namanya Ririn." Lalu Devan membuka email dari Pak Hadi. "Ini data lengkapnya." Ketika melihat foto Bu Nani dan kedua adik Ririn sedang mengejar ayam, Citra langsung tersenyum.
"Kenapa Mas memilih dia?"
"Dia sepertinya perempuan yang baik, dia berasal dari keluarga sederhana, dia tidak akan membahayakanmu atau melukaimu."
"Aku mengizinkanmu untuk menikah lagi," Citra memeluk Devan. Sebagai wanita normal saat ia berbicara seperti itu, hatinya tetap berdesir sedih, tapi ia sangat mencintai suaminya, ia meyakinkan hatinya apa yang ia lakukan saat ini adalah demi kebahagiaan suaminya.
"Kamu pasti tahu cuma kamu satu-satunya yang aku cintai," suara Devan menjadi serak. Dipeluknya Citra dengan begitu erat.
Perlahan Citra melepaskan pelukan Devan, "Apa Ririn sudah bersedia diperistri olehmu?"
"Aku memberinya waktu tiga hari untuk memberikan jawaban. Kalau tidak bersedia, dia akan kupecat."
"Mas...! Kau tega sekali... ," Citra membelalak.
"Bawa saja Ririn padaku, aku akan berbicara padanya."
...***...
Hari ini Ririn berangkat kerja dengan perasaan tak menentu. Hari ini adalah batas waktu yang diberikan Devan untuk memberikan jawaban. Hatinya sudah mantap akan pilihannya. Bismillah...
Sesampai di meja kerjanya, Ririn mulai menyalakan laptopnya. Ia memeriksa apa saja yang harus dikerjakannya hari ini.
"Pagi Teh Ririn."
"Pagi."
Karyawan assembling sudah mulai berdatangan.
"Pagi-pagi, kok muka Teteh suram begini..," kata Ferry sambil cengar-cengir.
"Suram.. suram.. masa depanmu yang suram," kata Ririn sambil mengerucutkan bibirnya.
"Deuh.. si Teteh sampe manyun begitu! Teteh jangan ngedo'ain yang jelek-jelek atuh... Do'ain mah biar aku cepat kaya, banyak rejekinya, punya pacar cantik jangan jadi jomlo aja.." kata Ferry nyerocos panjang kayak gerbong kereta.
"Maaf.. aku khilaf.. Ferry yang ganteng sedunia.. Teteh do'akan semoga Ferry banyak rejekinya biar cepet kaya, biar cewek pada ngejar Ferry kayak rentenir nagih yang punya utang.." Ririn tertawa.
"Ah Teteh mah ngedo'ain nya kok gitu, kayak nggak rido," sekarang Ferry yang manyun sambil pergi menuju meja kerjanya.
Ririn berdiri dari kursinya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Ia perhatikan dengan seksama. "Ah sebentar lagi aku akan meninggalkan ruangan ini. Aku pasti rindu suasana ini," pikir Ririn.
"Rin, tolong periksa ke bagian finishing, shelf converter harus selesai dicat hari ini," suara Pak Yudha membuyarkan lamunan Ririn.
"Baik Pak," Ririn bergegas pergi ke bagian finishing yang berada terpisah dari gedung utama.
"Pak Iding, kata Pak Yudha shelf converter harus selesai hari ini," Ririn berkata pada Pak Iding bagian finishing.
"Ya, ini tinggal nunggu kering Rin, setelah kering nanti diantar ke bagian produksi," jawabnya.
"Makasih ya Pak," Ririn kembali lagi ke ruangannya. Sesampai di mejanya ia mulai mengerjakan kemajuan proyek.
Tak lama telepon di meja Ririn berdering. "Hallo.."
"Hallo Rin.., kamu diminta datang ke ruangan Pak Devan dengan membawa laporannya."
Deg...
"Baik Mbak Shania."
"Bawa laporan? laporan apa lagi?" gumam Ririn. Diambilnya sebuah map lalu ia menuju lift.
"Mbak Shania.."
"Oh kamu udah sampai, langsung ketok aja pintunya Rin."
Tok..tok..tok..
"Masuk," terdengar suara ngebass Devan dari dalam.Ririn melangkah masuk ke dalam.
"Silahkan duduk."
Ririn melangkah menuju kursi tamu. Ia meletakkan map diatas meja.
"Map apa itu?" tanya Devan.
"Tadi Mbak Shania bilang kalo saya ditunggu Bapak dengan membawa laporannya, jadi saya asal bawa map aja, abis laporan apa?... paling Bapak mau dengar jawaban saya kan?"
"Ya... jadi apa jawaban kamu?" Devan menatap tajam.
"Maaf Pak, saya menolak lamaran Bapak. Tapi saya tidak akan mengundurkan diri, saya nunggu dipecat saja. Soalnya kalau mengundurkan diri saya nggak akan dapat pesangon tapi kalau dipecat saya dapat pesangon," Ririn berkata dengan polosnya.
Devan tersenyum mendengarnya. "Tapi bagaimana kalau kamu dipecat dengan tidak hormat?"
"Dengan tidak hormat Pak?.... Saya kan terhormat Pak... eh maksud saya .. saya tidak melakukan kesalahan atau kecurangan.." Ririn sewot mendengar dia akan dipecat dengan tidak hormat.
"Tapi aku bisa membuatmu dipecat dengan tidak hormat, supaya kamu tidak dapat pesangon!" Devan tersenyum licik.
Deg... Ririn menunduk lesu. "Ah, kalo penguasa mah bisa berkehendak sesuka hati," pikirnya.
"Rin, istriku Citra ingin bertemu denganmu, katanya ada yang ingin dibicarakan."
"Ya.. apa Pak? Istri Bapak ingin bertemu dengan saya", Ririn melongo. "Apa saya bisa menolaknya?"
"Tidak!" jawabnya tegas.
Glek ... Ririn hanya bisa menelan ludah. "Nasib... nasib," ia meratapi nasibnya.
*********************************************
terima kasih sudah membaca novel ini, mohon beri dukungan author dengan memberikan rate, vote, comment n like ya 😘😘😘
*********************************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Devi Sihotang Sihotang
lanjut thor
2022-10-23
0
Fatur Rohman
cerita nya ringan tp mengasyikkan....
2022-02-24
0
𝔸𝕝𝕖𝕖𝕟𝕒 𝕄𝕒𝕣𝕊
like mendarat 😍😍
2021-06-18
1