Calon istri...
Kata-kata itu masih saja terngiang di telinga Ririn. Ririn melirik kearah Devan. Benarkah laki-laki yang ada disampingnya itu akan menjadi suaminya?
"Rumahmu kearah Cimahi kan?" tanya Devan mulai menjalankan mobilnya.
"Apa aja yang diomongin sama Citra tadi?" suara Devan memecah keheningan, sebentar ia melirik kearah Ririn lalu fokus lagi menyetir. Sebenarnya tadi ketika Citra ke kamar, ia berbisik pada Devan. "Ririn sudah bersedia menikah denganmu Mas, sekarang dia mau pulang tolong anterin sampai rumahnya."
"Rahasia...," Ririn malu mengatakannya pada Devan. Pipinya terasa panas, kalau saja saat itu siang hari pasti akan terlihat memerah.
"Tadi kata Citra kamu sudah bersedia jadi istriku. Benarkah?"
"Iya..," Ririn mengangguk. "Mbak Citra itu perempuan luar biasa Pak."
"Jangan panggil Pak, mulai sekarang panggil saja Mas..."
"Canggung Pak, Bapak kan atasan saya."
"Biasakan saja... aku kan sebentar lagi bakal jadi suami kamu."
Suami.... perasaan Ririn berdesir aneh. "Mmm ...iya Mas," kata Ririn pelan. "Awalnya saya menginginkan pernikahan itu satu untuk satu. Satu suami untuk satu istri..."
"Sama Rin. Awalnya tak terpikir olehku akan menikahi lagi. Aku mengenal Citra sejak SMA, sudah cukup lama aku bersamanya. Aku pikir cinta kami berdua saja cukup, tidak perlu melibatkan cinta yang lain."
"Ini akan menjadi pernikahan luar biasa untuk saya Pak... eh... Mas... Katanya pernikahan biasa saja yang melibatkan dua orang, banyak yang kesulitan menjalaninya, apalagi pernikahan yang melibatkan tiga orang."
"Jangan terlalu takut menjalaninya Rin. Aku tidak akan membiarkanmu dalam kesulitan.."
"Issh.... mengajakku menikah denganmu itu saja sudah membuatku dalam kesulitan..," Ririn mengerucutkan bibirnya.
Devan terkekeh. "Maaf aku telah memilihmu, aku memulai langkah ini tanpa cinta apalagi nafsu setidaknya aku memulainya bersama wanita yang baik menurutku."
Sekali lagi ia menyebutku wanita baik, pikir Ririn, membuat dadanya berdesir lagi.
"Rin, besok buatlah surat pengunduran dirimu. Aku akan berbicara dengan Pak Yudha agar menunjuk orang yang bisa menggantikan pekerjaanmu."
"Saya tak akan bisa tergantikan," Ririn berseloroh.
Devan terkekeh. "Ya...ya...Pak Yudha banyak memujimu ketika ia memintamu diangkat jadi supervisor, katanya kamu rajin, pekerja keras, bisa bekerja sama... hmm.. apalagi ya.."
Devan melirik kearah Ririn. "Ih kamu gr ya ... senyum-senyum sendiri begitu," ia menggoda Ririn.
"Nggak.." bibir Ririn mengerucut. Tak lama ia berbicara lagi. " Pak eh Mas..tapi kalau aku mengundurkan diri, bagaimana dengan...." kalimatnya terhenti kemudian ia menunduk.
Devan tersenyum mengerti apa yang dimaksud oleh Ririn. "Kamu jangan khawatir dengan penghasilanmu. Mulai sekarang aku yang akan menggajimu. Mulailah mencari informasi tentang perguruan tinggi yang kamu inginkan, bukankah kamu ingin kuliah lagi?"
Ririn menatap Devan yang masih fokus mengemudi. "Aku belum pernah menggantungkan diri pada orang lain sebelumnya, selain sama Bapakku dulu."
"Aku bukan orang lain, sebentar lagi aku jadi suamimu."
"Didepan belok ke kanan Mas," tiba-tiba Ririn memberi aba-aba. "Nah.. nah .. berhenti Mas".
Mereka berhenti dihalaman sebuah rumah sederhana. Devan membuka seat belt, Ririn juga melakukan hal yang sama.
Mereka keluar dari mobil. Devan mengeluarkan beberapa paper bag dari dalam mobil lalu menjinjingnya mendekati Ririn.
"Ayo.."
"Ayo kemana Mas?" Ririn gugup.
"Ya kerumahmu, aku mau ketemu ibumu... calon mertuaku...," Devan tersenyum.
Ririn menatap Devan. "*Kok dia yang mau ketemu calon mertuanya, aku yang deg-degannya*," Ririn bergumam dalam hatinya.
"Assalaamualaikum," Ririn mengucapkan salam sambil masuk kedalam rumahnya.
"Wa'alaikumsalaam..., Teh darimana aja, baru pulang jam segini," tapi interogasi Bu Nani terhenti ketika melihat Devan didepan pintu sambil membawa paper bag yang banyak.
"Oh, ada tamu, silahkan masuk.." Bu Nani melihat kearah Ririn lalu menggerakkan bibir tanpa suara "Siapa dia?"
Devan meletakkan paper bag-paper bag itu dekat Bu Nani lalu menyalami Bu Nani. "Saya Devan teman kerjanya Ririn.."
"Ayo silahkan duduk nak," Bu Nani melirik paper bag yang ada didekatnya. "Kalau ini apa nak?"
"Oh itu ada sedikit bingkisan untuk ibu sekeluarga," Devan tersenyum.
Bu Nani menatap Devan. "Aduh.. meni kasep pisan," pikir Bu Nani.
(*aduh... sangat tampan sekali)
"Ini mah bukan sedikit nak... banyak sekali atuh.. terima kasih."
Ririn membawa tiga cangkir teh manis, lalu ikut duduk disamping ibunya. "Silahkan diminum."
Devan tersenyum pada Ririn, lalu pandangannya kembali pada Bu Nani, "Bu saya berniat melamar Ririn, insya Allah hari Minggu saya akan datang bersama orang tua saya untuk melamar Ririn secara resmi".
"Minggu? itu mah tinggal tiga hari lagi atuh...," Bu Nani terkejut. "Kan harus ada persiapan.."
"Ibu jangan terlalu repot, kalau urusan makanan nanti saya yang pesankan catering."
Ririn menatap kesal pada Devan, bikin rencana tanpa memberi tahu dulu padanya, emangnya siapa yang diajaknya nikah?
Devan tersenyum kearah kamar, ada dua kepala menyembul yang sedang mengintipnya.
Bu Nani mengikuti arah pandangan Devan, weleh-weleh ada dua makhluk sedang mengintip. "Sini keluar.. kenalin dulu sama calon suami Teteh".
Deuh... calon suami... Emak meni bangga gitu nyebutinnya, Ririn mendelik ke arah Bu Nani.
"Tami.."
"Amran.."
Kedua adik Ririn memperkenalkan diri sambil mencium tangan Devan.
"Bu saya pamit dulu sudah malam. Insya Allah ketemu lagi hari Minggu", pamit Devan sambil menyalami tangan Bu Nani.
"Oh.. ya.. hati-hati dijalan nak."
Devan melangkah keluar rumah, Ririn mengantarnya sampai ke dekat mobilnya. Devan membuka dompet dan mengeluarkan sebuah kartu debet. "Pakai ini untuk semua keperluanmu, nomor PINnya aku kirim ke hapemu".
Ragu-ragu Ririn menerimanya. "Terima kasih".
"Aku pulang dulu ya, inget besok kamu harus membuat surat pengunduran dirimu." Ririn hanya mengangguk.
Tak lama mobil Devan melaju meninggalkan rumah Ririn.
Ririn melangkah masuk kembali kedalam rumah. Dilihatnya ibu dan kedua adiknya sedang sibuk mengeluarkan isi paper bag.
"Teteh lihat ini ada baju buat Emak, meni bagus kieu, ukurannya pas,... euleuh-euleuh ada selop juga, meni bagus kieu, cing urang cobaan,.. aduh meni pas", Bu Nani heboh mencoba semua barang pemberian Devan.
"Teteh aku juga dikasih baju sama sepatu, si Ade juga sama, tuh lagi dicobain semuanya," kata Tami sama hebohnya.
"Teteh lihat aku," Amran melenggak-lenggok kayak peragawan dengan memakai baju baru dan sepatu barunya. "Gimana Teteh.. aku ganteng kan?" dia tertawa sambil menggerak-gerakkan alisnya.
Semua tertawa melihat tingkah Amran. "Iya bener meni ganteng pisan euy," kata Tami.
"Teteh kalau yang ini mah kayaknya buat Teteh, atasan sama bawahan, lihat bahannya bagus pisan, pasti mahal itu mah Teh," Bu Nani keukeuh heboh.
"Teteh yang tadi teh bener calon suami Teteh?" tanya Tami
Ririn mengangguk, sebenarnya dia bingung menyebutkan status Devan.
"Teteh kayaknya si Aa yang tadi orang kaya ya?" sekarang Amran yang nanya.
"Dia itu bosnya Teteh, yang punya perusahaan tempat Teteh bekerja."
"Wah keren Teh, udah cakep, gagah punya perusahaan lagi," Tami seperti takjub membicarakan Devan.
"Asyik... Ade sekarang mah bisa ada tambahan uang jajan. Bisa minta sama si Aa," Amran kegirangan.
"Ade awas ya jangan malu-maluin Teteh." Ririn mau menyentil jidat Amran, tapi adiknya keburu lari kedalam kamarnya.
"Emak ... Teteh ke kamar dulu ya".
*********************************************
terima kasih sudah membaca novel ini, mohon beri dukungan author dengan memberikan rate, comment n like ya 😘😘😘
*********************************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Sunarni Narni
hadir&like banyak kak.....
2022-06-06
0
manoppoyuni yuni
Kayaknya Author nich Urang Sunda ... Basa Sundana leumeus
2021-07-04
1
𝔸𝕝𝕖𝕖𝕟𝕒 𝕄𝕒𝕣𝕊
hadir dan like😍😍
2021-06-18
1