“Sejak saat itu, aku diperlakukan berbeda. Papa dan mama bersikap dingin dan antipati padaku. Saat itu aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Meski aku dicap sebagai anak cerdas, saat itu aku masih berusia 5 tahun. Menurutmu apa anak diusia seperti itu akan mengerti dengan kejadian buruk seperti itu?” Kansha tak meminta pembenaran dari Alan. Dia tahu bahwa dia bersalah. Namun dia hanya mau menyuarakan isi hatinya saja.
Disampingnya, Alan mendesah. Cerita Kansha sungguh membuatnya merasakan kesedihan dan kepiluan. Kansha benar, anak 5 tahun, tidak akan terlalu mengerti akan apa yang terjadi.
“Dan aku mulai di cap sebagai pembunuh oleh orang tuaku sendiri. Aku sungguh tidak mengerti. Aku selalu bertanya-tanya mengapa orang tuaku dengan tega mencapku sebagai pembunuh kakakku sendiri.” ujar Kansha dengan kening mengerut.
“Aku bahkan tidak bisa bertanya. Bila aku bertanya tentang apa yang terjadi 13 tahun yang lalu itu, orang tuaku akan memakiku. Aku terkadang menangis. Namun aku masih belum tahu apapun.”
“Hingga, Om Kevin yang memberitahuku semuanya ketika usiaku 13 tahun. Dan aku mulai ingat keseluruhan ceritanya. Dan saat itulah, aku merasakan penyesalan amat dalam. Aku bahkan ikut mengakui bahwa aku memang seorang pembunuh.” Kansha menangis.
“Tapi aku sungguh tidak bermaksud mencelakakan kakakku sendiri. Kalau waktu bisa diulang, aku tidak akan mengajak kakakku mencari kerang di laut.”
Kini Kansha menunduk. Air matanya masih mengalir malah semakin deras. Kisah itu kembali mengingatkannya tentang kenangan paling buruk dalam hidupnya. Kepergian Kania adalah kesalahannya. Dosanya ketika berusia 5 tahun.
“Lalu kedua orang tuaku mulai tidak tahan denganku. Mereka mengusirku tepat dihari kelulusan SMP ku dan memutuskan hubungan keluarga denganku.” Lanjut Kansha.
“Aku menerima keputusan orang tuaku. Aku mungkin membawa sial. Lalu aku bertemu dengan seorang malaikat yang menyamar menjadi seorang wanita paruh baya di kala hujan. Namanya Bu Sari. Kenapa aku bilang malaikat, karena dikala kufikir akan luntang-lantung di jalanan, aku malah bertemu dengannya. Dia dengan baik hati menawarkan tempat berteduh dan aku bahkan disekolahkan olehnya.”
“Dia benar-benar memberikan kasih sayang padaku layaknya ibu pada anak. Bahkan ketika pendapatannya menurun dan aku ingin memutuskan putus sekolah, Bu Sari dengan tegas menolak. Dia bahkan mengunci diri di kamar.” Kansha terkekeh pelan. Bayangan Bu Sari terlintas dibenaknya. Betapa ia merindukan sosok ibu keduanya itu.
“Lalu aku memutuskan untuk melanjutkan sekolah dan tak disangka aku lulus dengan nilai terbaik. Bahkan aku mendapat beasiswa di salah satu PTN terkenal di Jakarta. Kelulusan SMA ku saat itu menjadi hari paling bersejarah, karena untuk pertama kalinya, aku ditemani oleh orang yang kusayangi. Seumur-umur, aku belum pernah merasakan hal itu.” Ucap Kansha.
“Apa kejadian buruk itu menjadi trauma untukmu?” tanya Alan.
Kansha menghirup nafas, “Orang bilang, tempat atau sesuatu yang menyimpan kenangan buruk kita akan menjadi sebuah trauma. Namun aku tidak berfikir demikian. Aku masih suka laut dan kerang.”
“Itu tidak membuatku trauma. Justru aku selalu berharap, suara laut akan memberitahu lewat kerang ini dimana keberadaan kakakku. Namun hingga kini, tak ada satu patah katapun yang terucap dari laut.” Ucap Kansha sendu.
“Jadi sekarang, kamu juga tidak berhubungan lagi dengan kedua orang tuamu?” tanya Alan lagi.
Kansha menggeleng lalu mengangguk, “Awalnya aku selalu mengirim surat pada mereka hingga aku lulus SMA. Namun tidak lagi, aku tahu bahwa mereka tidak pernah menerima suratku. Namun aku tidak berhenti menulis surat. Tiap tanggal ulang tahun Kania, aku selalu pergi ke pantai dan menghanyutkan surat untuk kakakku dan kedua orang tuaku. Tapi—“ kansha tidak melanjutkan ucapannya.
Alan mengangkat alissnya ketika Kansha berhenti berbicara. “Tapi apa?”
“Tapi aku berhenti menulis surat sejak dua tahun lalu.” Tandas Kansha.
“Kenapa?” tanya Alan.
“Saat itu aku mengerti semuanya. Alasan mengapa kedua orang tuaku dengan tega mencapku pembunuh dan mengusirku saat usiaku masih belasan tahun.”
“Ternyata, aku bukanlah putri kandung mereka.” Tandas Kansha lirih.
***
2 Tahun lalu...
Kansha berlari sepanjang koridor rumah sakit. Ia baru saja mendapatkan kabar bahwa sang ayah masuk rumah sakit karena kecelakaan mobil. Kansha berhenti di sebuah kelokan koridor. Di depannya, ada Grace dan Kevin yang tengah berdiskusi dengan sang dokter. Raut mamanya terlihat gusar.
“Dokter, apa tidak ada cara lain? Mengapa bisa stok darah yang dibutuhkan tiba-tiba sudah kosong?” seru Grace.
“Maafkan saya, Nyonya. Tapi sungguh, sudah tidak ada persediaan lagi. Kami sedang berusaha mencari pendonor. Saya harap pihak keluarga juga ikut membantu.” Jawab Dokter itu.
Kansha yang menguping pembicaraan mereka seketika terdiam. Nyawa sang papa sedang dalam ambang kematian dan tidak ada stok darah yang cocok. Kansha lalu segera berlari menuju laboratorium. Ia berniat mendonorkan darahnya pada sang papa.
“Sus, saya putri dari Andrian Williams. Korban kecelakaan satu jam yang lalu. Saya bersedia mendonorkan darah saya.” Ucap Kansha pada salah satu suster yang berjaga.
Suster itu mengangguk. Lalu mengajak Kansha untuk mengecek golongan darah. Kansha berharap-harap cemas. Semoga saja ia bisa menyelamatkan nyawa papanya.
“Maaf, mbak. Tapi golongan Anda tidak cocok dengan pasien.” Ucap suster itu. Kansa membeku. Ia tidak percaya dengan perkataan suster tadi.
“Mana mungkin sih dok? Saya putri kandungnya. Golongan darah saya berbeda dengan mama saya. Jadi sudah pasti saya sama dengan papa saya. Anda tidak mengeceknya dengan benar!” seru Kansha kesal.
“Maaf mbak. Ini hasil testnya. Silakan dibaca.” Kata suster itu lalu menyodorkan selembar kertas hasil tes. Disana tertulis jelas bahwa darah Kansha tidak cocok dengan sang papa. Kansha menatap kertas itu dengan pandangan tak percaya.
***
Sepulangnya ia dari rumah sakit. Ia mengajak Bi Ningsih untuk bertemu. Lalu disinilah mereka, di sebuah restoran yang tak jauh dari rumah sakit.
“Bi, tolong jawab jujur pertanyaan Kansha.” Ucap Kansha tanpa basa basi. Bi Ningsih menatap tidak mengerti. Anak majikannya yang sudah tak ditemui 8 tahun itu tiba-tiba memintanya bertemu.
“Pertanyaan apa Nona?” tanya Bi Ningsih.
“Apa Kansha..bukan putri kandung papa dan mama?” Ucapannya bergetar. Ia sungguh harap-harap cemas. Karena setelah mengetahui hasil lab itu, Kansha mulai menduga-duga sesuatu yang bahkan tidak pernah terfikirkannya selama ini.
“Nona, bilang apa sih? Tentu saja nona putri Tuan dan Nyonya.” Elak Bi Ningsih tertawa. Namun Kansha bisa melihat bahwa Bi Ningsih terkejut dengan ucapannya dan tawa tadi adalah tawa yang dipaksakan.
“Bibi, jangan berbohong. Kansha tadi ke rumah sakit dan mendengar bahwa papa membutuhkan donor darah segera. Kansha pergi ke lab untuk mendonorkan darah, namun betapa terkejutnya Kansha begitu tahu bahwa darah Kansha tidak cocok dengan papa.”
Bi Ningsih terdiam. Ia bingung harus mengatakan apa pada nona kecilnya ini. “Nona, percayalah nona adalah putri Tuan dan Nyonya.” Ujar Bi Ningsih.
“Memang Kansha putrinya, tapi bukan putri kandung kan?” tanya Kansha lagi. Air matanya bahkan sudah diujung mata.
“Bi, jujur saja. Kansha sudah dewasa. Kansha siap mendengar kebenarannya.” Lanjut Kansha. Ia menatap mata pengasuhnya itu berusaha meyakinkan.
Bi Ningsih terdiam lagi. Ia ragu mengatakannya. Namun nonanya ini sudah dewasa, pastilah sudah mengerti. Dan lagi, tidak ada gunanya menyembunyikannya lagi, ketika Kansha sudah mulai mencium curiga.
“Baiklah, nona. Bibi akan memberitahu kebenarannya. Meski nona pasti akan merasakan kesedihan, tapi bibi harap nona bisa tegar.” Kansha mengangguk. Ia sudah siap mendengar kenyataan apapun yang akan keluar dari pengasuhnya sedari kecil itu.
“Nona, memang bukan putri kandung Tuan dan Nyonya Williams.” Ucap Bi Ningsih.
Kansha mematung. ia merasa sudah siap mendengar kenyataan sepahit apapun namun ketika mengetahui bahwa tebakannya benar, Kansha seolah merasa dunianya runtuh. Air matanya terus mengaliri pipi mulusnya.
“Nona? Anda tidak apa-apa?” tegur Bi Ningsih khawatir.
Kansha tersentak lalu menatap Bi Ningsih, “Tidak apa-apa, bi.” Jawab Kansha menggeleng.
“Ceritakan bi. Bagaimana Kansha bisa menjadi bagian dari keluarga Williams.” Lanjut Kansha tegar.
“Tapi, nona—“ Bi Ningsih ragu. Sudah cukup dengan banyak kenyataan pahit yang harus ditanggung nona mudanya ini. dan ia tidak setega itu untuk menambah beban luka.
Kansha tersenyum meski hatinya tengah diiris sembilu, “Ceritakan saja, bi.” Bisik Kansha.
Bi Ningsih mengangguk. Lalu menghirup nafas kemudian berkata, “Nona ditemukan di depan pintu gerbang rumah Williams ketika nona masih bayi.”
“Saat itu, Nyonya sendiri yang menemukan nona berada dalam keranjang berbentuk kerang berwarna putih dengan selimut berwarna biru laut. Tak ada keterangan apapun, bahkan tak ada sepucuk surat pun.” Lanjut Bi Ningsih. Kansha menahan nafas.
“Saat itu awalnya Tuan ingin membawa nona ke kantor polisi atau ke panti asuhan. Namun Nyonya terlanjur jatuh hati pada nona, hingga ingin mengangkatnya menjadi anak. Awalnya tuan menolak, karena tak ada asal usul nona yang jelas. Tuan takut, itu bagian rencana jahat yang dilakukan musuh-musuh bisnisnya. Namun nyonya memaksa hingga tuan mau tidak mau menyetujuinya. Dan nyonya menamakan bayi itu dengan Kansha Andara Williams. Nama yang cantik secantik wajahnya. Dan kini bayi itu sudah dewasa, dia berada dihadapan bibi saat ini.”
Kansha terhenyak lemas di sandaran kursi restoran. Ia menutup mulutnya, membendung isakan yang nyaris lolos dari mulutnya. Namun ia tidak bisa menahannya. Ia menangis tergugu.
Kini dia terhantam kenyataan. Dirinya, Kansha Andara Williams adalah seorang anak pungut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
ダンティ 妹
😢😢😢 ceritanya
2021-09-23
1
amyrizannor edora
kansha
2021-08-24
1
rj
maaf nih thor sebelumnya,cuma mau kasih saran,sebaiknya author juga hrs memperhatikan hitungan umurnya dengan benar thor,sedikit koreksi,karena pas saya baca awal itu umur 25 flshbck kejadian laut 13 thn yg lalu berarti saat itu seharusnya umur khansa 12 taun kan ya...tapi disini khansa msh baru lulus og umur 5 thn.....terus kejadian 2 tahun lalu dari skrg harusnya umurnya ga terlalu kecil kan ya tapi saat part itu tertulis "anak berumur 8 tahun"....maaf banget sebelumnya kalo saya salah bicara soalnya saya juga bingung,tapi alurnya bagus ko thor;))
2021-07-06
0