Alan mengambil buku tentang sejarah islam di dalam ranselnya lalu memasukkan ransel kecilnya ke dalam bagasi. Setelah itu ia duduk di kursi bisnis yang dipesannya. Kebiasaan Alan saat naik pesawat adalah membaca buku atau mendengarkan murotal. Ponselnya pun sudah dalam mode pesawat dengan earphone yang sudah terpasang sambungannya.
Alan adalah seorang pilot, namun kali ini yang mengemudikan pesawatnya adalah salah satu rekannya. Alan adalah pilot yang berkompeten dengan jam terbang tinggi. Namun hari ini, ia mengambil cuti karena ingin menemui calon istrinya sekaligus menjenguk ayah dari calon istrinya yang tengah jatuh sakit.
***
Pesawat sudah lepas landas. Kansha yang punya hobi tidur ketika naik pesawat bahkan sudah tertidur pulas. Ia tidak tidur dengan baik tadi malam, karena harus mempersiapkan segala hal untuk peliputan ilegalnya di Maluku.
Katakan brengsek pada Benny, yang sudah membuatnya seperti ini. Sampai sekarang Kansha masih kesal dengan atasannya itu. Mengambil keuntungan dengan melanggar privasi, jelas bukan prinsip seorang jurnalis.
Namun beberapa menit kemudian, Kansha terbangun karena merasa ada guncangan yang besar. Kansha menoleh sekeliling, para penumpang masih duduk dengan tenang di kursinya masing-masing, nampaknya tidak terpengaruh dengan guncangan tadi. Kansha lalu melirik ke arah jendela, awan- awan terlihat cerah dan putih. Kansha selalu suka melihat ke jendela seperti ini dan menemukan hamparan awan yang seolah menyelimutinya.
Tiba-tiba Kansha merasakan guncangan lagi. Kali ini lebih besar bahkan sampai membuat jantungnya bertalu dan tubuhnya sampai oleng. Lalu ia merasakan sesak nafas, seakan seluruh pasokan udara telah habis. Nafasnya makin berat, paru-parunya pun sama. Dadanya terasa tertekan, jantungnya terus berdetak cepat. Kepalanya terasa pusing serasa ingin pecah.
Kansha kira tengah ada turbulensi, namun ini jauh lebih parah dan menakutkan. Hingga Kansha berteriak. Tidak, bukan hanya dia—tapi seluruh penumpang berteriak.
Kansha ketakutan, adrenalinnya seolah terpacu. Namun ia mencoba tidak panik, firasatnya akan ada sesuatu yang terjadi sebentar lagi, entah buruk ataupun baik. Kansha dengan gemetar segera mengeluarkan rompi pelampung yang selalu setia tersimpan di tas doraemonnya dan memakainya secepat kilat.
Pesawat kembali berguncang dan tiba-tiba ia tidak merasakan apa-apa lagi seiring dengan nada peringatan pesawat dan suara pilot dari kotpit. Matanya memejam.
***
Alan yang sedang asik memejamkan mata sambil mendengarkan murotal, seketika terkejut dengan guncangan yang besar. Ia kira hanya turbulensi, namun guncangan terus semakin besar. Alan merasa ada yang salah pada pesawat, mungkin kesalahan mesin. Dugaannya benar, ketika ia merasakan pesawat seperti menukik turun. Jantungnya mulai berdetak cepat kontras dengan nafasnya yang semakin berat.
Alan mencoba tidak panik, Ia mengeluarkan rompi pelampung yang selalu ia simpan di tas kecilnya dan memakainya. Ia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, maka sebagai pilot ia tahu apa yang harus dilakukan. Ia terus melafalkan ayat suci didalam hatinya, meminta perlindungan dan keselamatan dari Sang Kuasa.
Alan tidak bisa lagi berfikir jernih, kepalanya makin berat hingga ia menyerah. Matanya memejam dan tubuhnya terkulai.
***
Kansha membuka matanya. Kepalanya terasa pusing dan seluruh badannya remuk. Kansha mencoba bangun dengan susah payah. Ia merasakan tulang kakinya retak. Seluruh tubuhnya juga luka-luka. Rambutnya berantakan dan bajunya sedikit terkoyak dan lembab.
“Sssh.” Kansha meringis.
Kansha terduduk lemas, ia melihat dengan samar-samar ada laut dengan gelombang tinggi didepannya. Debur ombak saling menggempur. Lalu setelah itu, laut kembali tenang.
“Ini dimana? Apa aku sudah mati? Apakah ini adalah surga?” gumam Kansha panik.
Lalu dia teringat dengan insiden tragis beberapa saat lalu. Pesawat itu tenggelam ke dasar laut. Beruntung, Kansha sudah mengikuti pelatihan keselamatan di air. Ia melepas safety belt nya tepat ketika pesawat jatuh dan langsung berenang keluar dengan perlahan. Rupanya, sang pilot sempat membuka pintu pesawat sebelum terlambat. Setelah itu yang ia ingat ia hanya terus berenang dan berenang hingga ia kelelahan dan jatuh tak sadarkan diri. Sepertinya, tubuhnya mengapung di atas air dan terdorong oleh ombak hingga ia berada di tepian.
Lalu ia menoleh ke samping kirinya dan menemukan seseorang yang tergeletak dengan badan penuh luka.
Kansha menutup mulutnya. “Apa dia sudah meninggal?” gumam Kansha ketakutan. Lalu sedikit demi sedikit ia bangun dan menyeret kakinya menghampiri lelaki itu.
“Ha—lo.” Ucap Kansha takut. Namun tak ada tanggapan apapun dari laki-laki itu. Kansha pun mencoba menggoyangkan kaki laki-laki itu dengan kakinya yang terasa ngilu dan lemas. Namun lagi-lagi ia tidak mendapat balasan apapun.
“Kurasa dia sudah meninggal. Bagaimana ini?” ujar Kansha cemas dan takut.
“TOLONG! ADA MAYAT DISINI!” tidak ada cara lain, Kansha berteriak minta tolong. Namun pulau itu sunyi—terlalu sunyi.
“Siapa yang kamu sebut mayat?” ucap laki-laki itu lirih. Ia sadar ketika mendengar teriakan cempreng dari seorang wanita.
Kansha menoleh terkejut, “Kamu masih hidup?” pekik Kansha.
Laki-laki itu mencoba bangun sambil meringis. Ia duduk dengan susah payah. Laki-laki itu adalah Alan. “Tentu saja aku masih hidup.” Ucap Alan lirih. Ia merasa sakit luar biasa pada seluruh tubuhnya.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Guncangan itu--?” tanya Kansha tidak meneruskan ucapannya. Ia masih terlalu ngeri dengan kejadian yang baru saja hampir merenggutkan nyawanya.
“Kurasa, ada kesalahan mesin pada pesawat hingga pesawat berguncang dan jatuh.” Jawab Alan menjawab sebisanya.
Alan menoleh pada Kansha lalu beralih pada rompi yang dipakai Kansha. Rupanya Kansha memiliki rencana penyelamatan sama dengannya.”Pernah ikut pelatihan keselamatan diri?” tanya Alan sambil menatap rompi pelampung yang dipakai Kansha.
Kansha menunduk, menatap rompinya yang sudah setengah kering sekarang. Kansha lalu mengangguk, “Iya, baru beberapa bulan yang lalu. Rompi ini dikasih oleh temanku, karena tahu aku selalu bepergian hingga ke luar pulau.” Jawab Kansha.
“Kamu juga--” Tunjuk Kansha pada rompi yang dipakai Alan.
“Aku seorang pilot, tentu saja aku tahu apa yang harus kulakukan bila ada di situasi seperti itu.” Jelas Alan.
Mata Kansha membola, “Jadi—“ tunjuk Kansha pada Alan, membuat Alan bingung. “Kamu yang sudah bikin pesawat jatuh?” tuduh Kansha.
Kening Alan mengernyit, “Apa?” tanya Alan bingung.
“Kamu bilang, kamu pilot, otomatis—“
“Aku memang seorang pilot tapi bukan aku yang mengendalikan pesawat itu. Kamu tidak lihat, apakah aku memakai seragam atau tidak?”
Kansha menatap pakaian Alan, hanya kaus, jaket dan celana jeans hitam. Jelas bukan ciri seragam seorang pilot.
“Aku sedang mengambil cuti. Niatnya aku mau ke Maluku karena ingin menemui calon istriku.” Jelas Alan.
Mata Kansha melunak, nadanya juga kembali biasa. “Begitu toh. Maaf ya.” Ucap Kansha malu.
“Kamu sendiri, ke Maluku untuk apa?” tanya Alan.
Kansha menghela nafas pelan. Ia tanpa sadar merasa lega. “Disuruh seorang atasan yang tidak peduli hukum untuk meliput berita dengan melanggar privasi orang. Untung saja tidak terjadi, Tuhan sepertinya tahu kalau itu bukan niat yang baik.” Jelas Kansha. Entah kenapa ia menghembuskan nafas lega.
“Ya, dan sebagai gantinya kita terdampar di pulau ini.” timpal Alan. Kansha berganti mendesah.
Alan memerhatikan ke sekeliling. Pulau itu memiliki pasir putih yang halus. Ombaknya juga tidak terlalu besar dan suhunya lumayan terik. Ada hutan di arah selatan dengan tempat tinggi seperti puncak bukit di arah utara. Dan Alan bisa melihat deretan pohon kelapa berjajar tinggi. Namun menurut perkiraannya, pulau ini termasuk pulau terpencil dengan jalur laut yang jarang dilalui perahu nelayan sekalipun.
“Omong-omong kita dimana?” tanya Kansha sambil melihat ke sekeliling.
“Kurasa di salah satu pulau terpencil di sekitar Laut Banda.” Jawab Alan tidak yakin.
Kansha mendesah, “Mimpi apa aku semalam? Hampir menjadi korban pesawat jatuh dan kini terdampar di pulau terpencil.” Pekik Kansha frustasi.
Alan hanya diam. Ia juga serasa tidak percaya. “Omong-omong siapa namamu?” tanya Alan mengalihkan topik.
Kansha menoleh. Benar mereka belum sempat berkenalan. “Kansha.” Ujar Kansha lalu mengulurkan tangannya bermaksud berjabat tangan.
“Alandra.” Ucap Alan menangkupkan tangannya di dada. Melihat Alan yang tidak membalas jabatan tangannya, kansha pun menurunkan tangannya. Setelah itu ia kembali melihat ke arah laut yang kini berombak tenang dengan canggung.
Lama mereka terdiam. Merenungi yang sudah terjadi pada mereka berdua. Alan akui, ia sempat marah dalam hati pada Allah. Namun Alan segera berucap memohon ampun. Seharusnya ia bersyukur, dirinya masih diberi kesempatan bernafas sekali lagi.
Kansha juga ikut termenung. Ia sebenarnya tidak menyesali kejadian ini sama sekali. Ia sudah pasrah, bila memang itu adalah akhir waktunya, ia tidak masalah. Ia sudah sangat lelah dengan beban penderitaan yang ia tanggung selama sewindu hidupnya.
Kruyukk
Terdengar bunyi kruyuk pertanda lapar dari perut Kansha. Alan menoleh pada Kansha yang memegang perutnya.
“Aku lapar.” Keluh Kansha mencebik.
Alan terdiam. Ia juga sama laparnya. Namun tak ada yang bisa dimakan untuk saat ini. Tas kecilnya rupanya tidak terbawa juga ketika menyelamatkan diri. Dan ia juga masih terlalu lemas kalau harus mencari makanan sekarang. Lalu matanya terpaut pada tas pinggang Kansha.
“Apa yang ada di dalam tasmu?” tanya Alan.
Kansha terkejut, baru teringat dengan tas Doraemon yang selalu melingkar di pinggangnya. Kansha lalu menunduk menatap tasnya dan membuka tas pinggangnya, seketika matanya berbinar senang. Ia lalu mengeluarkan dua buah roti gandum yang selalu menjadi teman penunda laparnya tiap ia bepergian.
“Ternyata benar ya. Kalau orang lagi sial, minum air dingin saja bisa menyangkut di gigi. Tapi kalau sedang beruntung, selembar kertas bekas juga bisa dijadikan uang.” Gumam Kansha sambil menatap dua roti gandum yang sudah hancur di tangannya.
“Peribahasa darimana itu?” ujar Alan mengernyit.
“Aku melihatnya di drama China.” Jawab Kansha acuh. “ Nih untukmu.” Kansha lalu memberikan satu roti pada Alan.
Alan menerimanya dengan senang dan penuh rasa syukur, “Terima kasih.” Ucap Alan tersenyum pada Kansha.
“Sama-sama.” Kata Kansha.
“Kini aku tahu, kenapa Nana sampai menjuluki tasku sebagai kantung doraemon.” Lanjut Kansha sambil mengunyah.
“Siapa Nana?” tanya Alan.
“Nana--” Kansha menghentikan kunyahannya. Lalu ia menyadari sesuatu, “Astaga Nana!” teriak Kansha mengagetkan Alan.
“Astagfirullah. Ada apa? Kenapa tiba-tiba berteriak?” seru Alan. Ia sampai tersedak.
“Apa yang akan terjadi pada keluarga kita setelah tahu pesawat yang kita tumpangi jatuh?” ucapan Kansha membuat Alan mematung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
amyrizannor edora
kayak seru
2021-08-24
0
ayudisa
padahl tegang la kok khanza teriak teriak buat shok aja
2021-08-22
0
Rahmawaty❣️
ga bisa bayangin aku yg brada didlm pesawat itu...merindingggg...
walaupun aku ga prnh naek pesawat..krna apa2 udh parno dluan..naek kreta api aja blm prnh krna udh sering dnger berita mngerikan tentang kreta api😓😓
2021-06-14
0