Bab 7. Pelengkap Hati dan Teman Pemberi Pisau Lipat

Kansha mengambil kerang yang berada di pesisir pantai. Ia lalu mendekatkannya pada telinganya. Ia selalu melakukan itu bila sedang bersedih dan rindu kakaknya. Ia berharap dengan mendengar suara laut, ia bisa tahu dimana keberadaan sang kakak.

Alan melihat perilaku Kansha mengernyit bingung. Ia menghampiri Kansha yang masih asik menatap laut sambil mendekatkan kerang ke telinganya.

“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Alan.

“Sini.” Alan mendekat lalu kerang tadi didekatkan Kansha pada telinganya.

“Kerang ini adalah telfon laut. Kita bisa mendengar suara laut.” Ujar Kansha.

“Kamu terlalu banyak menonton kartun, Sha. Ini hanya suara angin saja.” Tukas Alan.

“Alan, kamu itu tidak asik ah.” Keluh Kansha.

Alan tertawa lalu ia berjongkok dan secara acak menggali pasir. Tiba-tiba suatu ide melintas di kepalanya.

“Kansha.” Panggil Alan yang masih berjongkok.

“Apa?” sahut Kansha acuh.

“Mau bermain tidak?” tanya Alan sambil berdiri.

“Hah? Bermain apa?” sahut Kansha tidak mengerti.

“Kumpulkan batu sebanyak mungkin, usahakan yang besar dan bawa ke pantai. Siapa yang paling sedikit, dia harus membuat api dan memasak makan malam, bagaimana setuju?” tantang Alan.

“Cih, hanya batu kan. Oke, setuju." Sahut Kansha. Itu hanya sepotong kue baginya.

“Oke siap ya, waktunya sampai langit terlihat jingga, oke?” Kansha mengangguk.

“Siap. 1,2,3.” Setelah itu pada hitungan ketiga, Alan dan Kansha berlari mengambil batu-batu.

Alan dan Kansha terus berlarian mengambil batu-batu. Sesekali mereka saling mengganggu seperti melempar pasir bahkan batu kecil. Suara tawa mereka bergaung di pesisir pantai.

Kansha melemparkan pasir basah pada Alan bermaksud menganggu. Hingga batu-batu yang diangkut Alan terjatuh karena pasir basah itu mengenai wajahnya. Kansha tertawa.

Alan langsung membalas. Ia melemparkan pasir basah pada Kansha. Pasir itu mengenai rambu Kansha. “Alan! Aku udah bilang, jangan rusak rambutku!” seru Kansha lalu mengejar Alan yang sudah kabur duluan sambil tertawa. Bagi Kansha, rambut adalah bagian keramat dari tubuhnya.

Alan dan Kansha saling berhadapan sambil saling membawa senggenggam pasir basah. Alan masih tertawa sambil sesekali mencoba kabur. Namun Kansha terus menghalanginya. “Mau kemana kamu? Tanggung jawab!” kata Kansha tajam.

Alan masih tertawa, membuat Kansha makin geram hingga mereka terus berlarian dan saling mengejar. Warna jingga sudah menghias di cakrawala, pertanda sore sudah tiba dan permainan mereka selesai. Kini Alan dan Kansha berbaring telentang menghadap langit. Nafas mereka masih tak beraturan.

“Wah, langitnya seperti lukisan ya.” Celetuk Kansha. Alan mengangguk.

“Faa bi ayyi alaa’irrabi kuma tukadziban.” Timpal Alan. Kansha menoleh pada Alan dan mengernyit tidak mengerti.

“Apa maksudnya?” tanya Kansha.

“Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan? Al-Qur’an surah Ar-Rahman ayat 13.” Jelas Alan.

“Kitab suci kalian sepertinya menarik ya. Banyak nyanyiannya.” Ujar Kansha.

“Itu bukan nyanyian Kansha. Itu adalah murotal. Mengaji sambil dilagukan.” Jawab Alan mengoreksi.

“Kamu tahu, Al-Qu’an merupakan suatu yang luar biasa. Semua kejadian di alam semesta yang dikaji oleh Sains ternyata sudah ada dalam Al-Qur’an.”

“Contohnya?”

“Contohnya seperti planet yang berada pada garis orbitnya masing-masing. Gunung-gunung yang berdiri tegak bahkan soal penjelasan mengapa ada sungai di laut. Semuanya sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan tentang bagaimana mencari mata pencaharian. Dan menurutku yang luar biasa salah satunya tentang keberadaan air Zam Zam yang sudah dijelaskan dalam Al-Qu’an tentang air jernih penuh manfaat yang takkan pernah kering.”

“Lalu banyak peneliti yang meneliti tentang sumur Zam-zam itu dan mereka juga mengakui bahwa air itu tidak pernah kering dan selalu jernih.”

“Banyak penjelasan dalam Al-Quran yang sesuai dengan sains dan hebatnya di Al-Qur’an sudah tertulis lebih dahulu.” Jelas Alan.

“Agama Islam sepertinya memang menarik.” Komentar Kansha.

Alan mengangguk membenarkan, “Aku memang bukan orang yang religius tapi aku selalu bangga dan beryukur bisa menjadi seorang muslim.” Kansha mengangguk.

“Aku juga bukan orang yang religius. Aku sudah jarang beribadah.” Aku Kansha jujur.

“kenapa?” tanya Alan.

“Aku hanya merasa tidak tenang. Selalu gelisah, merasa kalau apa yang kulakukan tidak benar selama ini.” jawab Kansha sambil mengernyit. Ekspresi yang selalu ditunjukannya ketika bingung.

“Tidak benar soal apa?”

“Entahlah. Aku juga tidak mengerti.” Kansha menggeleng.

“Ya sudah kita hentikan pembicaraan ini. Ada yang harus kita lakukan sebelum malam tiba nanti.” Ujar Alan. Ia lalu tiba-tiba berdiri.

“Apa?” tanya Kansha ikut berdiri.

“Soal batu-batu itu.” Tunjuk Alan pada tumpukan batu-batu yang berserakan.

“Ah iya benar. Jadi siapa yang menang?”

“Kurasa hasilnya seri.” Jawab Alan.

“Kalau begitu kita bagi dua saja. Kamu membuat api dan aku yang memanggang singkong oke?” Ujar Kansha.

Alan menggeleng, “Tidak, kita harus bergantian. Giliran kamu yang membuat api.”

“Alan, aku tidak bisa. Ayolah, kamu saja ya.” Rengek Kansha.

“Tapi pegal Kansha bila harus terus memutar sampai berjam-jam.” Keluh Alan.

“Alan kok mengeluh. Aku janji, akan membuat singkong serasa steak.” Ujar Kansha.

Tawa Alan pecah. “Kamu lucu.” Ujar Alan tertawa keras.

Kansha mencebik dan kembali memohon dengan wajah menggemaskan, “Ya Alan? Please.” Ucap Kansha dengan puppy eyes.

Alan berdeham lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain, “O-oke.” Ujar Alan gugup. Kansha bersorak senang.

“Tapi sebelum itu, bagaimana dengan batu-batu ini?” tanya Kansha bingung.

“Kita akan bikin SOS yang kedua.” Sahut Alan.

“Maksudnya?” Kansha tidak mengerti. Lalu sedetik kemudian, ia berseru. “Ah, kamu mau bikin tulisan SOS, begitu?”

Alan mengangguk. “Kita susun batu-batu ini mengelilingi tiang kayu ini dan membentuknya menjadi SOS.” Ujar Alan.

“Tapi kamu yakin batu ini tidak akan terbang oleh angin? Lalu apa akan terlihat?” tanya Kansha tidak yakin.

“Untuk itulah mengapa kita membutuhkan batu besar. Aku juga sudah mengambil semak-semak untuk di tindih batu-batu itu. Jadi semak-semak ini kita buat mengelilingi tiang kayu, untuk menonjolkan tiang ini dan batu-batu SOS ini nanti.” kata Alan.

“Rencanamu terdengar bagus. Ayo kita coba.” Ujar Kansha. Alan mengangguk.

Mulailah mereka menyusun batu-batu yang mereka peroleh dari permainan seru tadi. Alan dan Kansha saling bekerja sama. Hingga kata SOS sudah terbentuk. Pekerjaan mereka selesai bertepatan gelap menyelimuti.

“Kamu berwudhu saja. Biar aku yang buat api.” Ujar Kansha. Ia kini sudah hafal kapan Alan beribadah.

“Yakin?” tanya Alan memastikan.

“Yakin. Sana.” Usir Kansha. Alan mengangguk, lalu menuju bibir pantai untuk berwudhu.

Kansha melihat dari kejauhan punggung menawan Alan yang kini tengah berjongkok. Menatap Alan dari kejauhan sudah menjadi hobinya belakangan ini. Sudah beberapa hari mereka terdampar di pulau dan dengan adanya Alan, Kansha seperti merasakan kenyamanan berbeda yang belum pernah dirasakannya seumur hidup.

Kansha sadar. Dia sudah punya calon istri. Tegur batinnya. Ia hampir saja terbuai dan membiarkan dirinya larut dalam pesona Alan. Tidak—tidak boleh, lelaki itu—sudah memiliki pujaan hati.

Kansha menghela nafas. Dari dulu tak ada yang benar-benar mencintai dan menghargai keberadaannya. Selama ini hanya Nana, Ruben dan Bu Sari. Dan kini ada Alan yang belakangan ini menjadi pelengkap alasannya bahwa hidup lebih lama tidak ada salahnya. Namun Alan sudah memiliki pelengkap hatinya. Tentu saja dia tidak boleh berharap pada lelaki yang sudah memiliki calon istri.

Kansha lalu berbalik dan mulai menyusun kayu. Ia harus fokus pada pekerjaannya. Alan akan beribadah sebentar lagi, jadi Alan harus punya penerangan agar lebih jelas.

Kansha membuat api sambil sesekali melihat ke arah Alan yang kini sudah berwudhu dan berjalan ke arahnya. Alan terlihat bersinar ditempa cahaya bulan. Dari kejauhan saja, Kansha bisa melihat bulir air laut yang masih bertengger pada wajah dan rambut Alan. Seketika Kansha merasa iri pada air itu.

“Ada apa?” tanya Alan ketika sudah mendekat. Ia mengernyit melihat Kansha cemberut.

Kansha tersadar lalu pura-pura acuh, “Tidak ada.”

Alan hanya mengangguk. Lalu mulai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Beralas pelepah pisang, Alan bersujud dengan khidmat. Kansha melihat dari belakang, suara Alan ketika membacakan surat sangatlah merdu dan membuat hatinya tenang. Tiap kali Alan beribadah, tak terasa bulir air mata selalu beriak di pipinya. Kansha menghapus air matanya, ia tidak tahu apa yang sudah terjadi pada dirinya belakangan ini.

Alan selesai shalat lalu mendekat pada Kansha yang kini sedang membakar singkong. Alan menaruh kedua tangannya di atas api. Rasa hangat menjalari kedua tangannya.

“Suaramu bagus. Apa namanya tadi?” tanya Kansha sambil fokus membakar singkong.

“Mengaji.” Sahut Alan singkat. Kansha hanya ber'oh' ria.

“Alan, kamu bilang kamu datang ke Riau karena ingin menjenguk ayah dari calon istrimu yang tengah jatuh sakit kan?” tanya Kansha lagi. Alan mengangguk.

“Calon istrimu—siapa namanya?” tanya Kansha penasaran. Namun ia sedikit pura-pura acuh. Tidak menganggap bahwa itu penting dijawab.

“Aisyah Zakariyannisa.” Jawab Alan singkat. “Kenapa?” tanya Alan menoleh pada Kansha.

“Namanya bagus. Dia pasti sangat cantik kan?”

“Cantik.” Alan mengangguk. Kansha merasa ada darah panas mengalir di dadanya membuat solar frexisnya berdenyut sakit.

“Dia orang seperti apa?” Kansha seperti cari penyakit. Terus menggali informasi yang hanya membuat hatinya sakit saja.

“Dia--gadis yang baik, akhlaknya bagus dan berhijab. Calon istri idaman tentunya.” Jelas Alan menerawang.

“Kamu pasti sangat mencintainya.” Itu bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan.

“Iya, aku mencintainya. Tapi entah kenapa, terasa ada yang aneh.” Ucap Alan tidak jelas.

“Apa maksudmu?” tanya Kansha tidak mengerti. Alan hanya mengendikkan bahu tidak tahu.

“Giliranku yang bertanya.” Kata Alan.

“Apa?” tanya Kansha.

“Apa kamu mempunyai hubungan dengan si pemberi rompi pelampung dan pisau lipat itu?” tanya Alan serius.

Kansha gagal paham, “A-apa Lan?”

“Apa hubunganmu dengan laki-laki yang memberimu rompi pelampung dan pisau lipat itu?” ulang Alan.

Kansha mengernyit bingung, “Hubungan apa yang kamu maksud? Kurasa aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Ruben.”

“Jadi namanya Ruben.” Gumam Alan.

“Apa Lan?” tanya Kansha tidak jelas. Tadi Alan mengatakan apa ya?

Alan hanya menggeleng, "Lupakan saja."

Terpopuler

Comments

Trinity Trinityelf

Trinity Trinityelf

Alan alim sekalii,berati ini novel ga ad sentuhan fisik dong ???

2022-09-25

0

fa _azzahra

fa _azzahra

masih mendingan terdampar dg cowok yg masih muda tampan.coba sama aki2 terdampar nya.disuruh kerokin trs si aki mgk gara2 masuk angin 😂😂

2021-10-26

1

Rahmawaty❣️

Rahmawaty❣️

mreka umurnya pda brpa tahun thor?

2021-06-14

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Benang Hitam
2 Bab 2. Tragedi Pesawat Jatuh
3 Bab 3. Kabar Duka
4 Bab 4. Bertahan Hidup
5 Bab. 5 Mencari Cara
6 Bab 6. Satu Lagi yang Bersedih
7 Bab 7. Pelengkap Hati dan Teman Pemberi Pisau Lipat
8 Bab 8. Ulah Manusia dan Kelapa Jatuh
9 Bab 9. Titik Terang
10 Bab 10. Jawaban Satu Pertanyaan
11 Bab 11. Aisyah Zakariyanissa
12 Bab 12. Kansha 10 Tahun yang Lalu
13 Bab 13. Kansha 10 Tahun yang Lalu pt 2
14 Bab 14. Kansha 10 Tahun yang Lalu pt 3
15 Bab 15. Titik Cahaya Kecil
16 Bab 16. Kebenaran
17 Bab 17. Rahasia dibalik Tabir
18 Bab 18. Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
19 Bab 19. Penyelamatan di Tengah Krisis
20 Bab 20. Pulang
21 Bab 21. Sungguhan Selamat
22 Bab 22. Percobaan Bunuh Diri
23 Bab 23. Kecemasan Alan
24 Bab 24. Berbincang dengan Adik Alan
25 Bab 25. Trauma
26 Bab 26. kabar Mengejutkan
27 Bab 27. Retak yang Tak lagi Retak
28 Bab 28. Tanpa Pamit
29 Bab 29. Nyaris Punya Jejak
30 Bab 30. Gelang Nene dan Lamaran
31 Bab 31. Gagal
32 Bab 32. Algoritma Takdir tak Pernah Terbaca
33 Bab 33. Kisah Romantis Selalu Tak Ada Kelanjutannya
34 Bab 34. Tinggal Serumah
35 Bab 35. Paralel Terulang
36 Bab 36. Perang 'Urat'
37 Bab 37. Posisi di Hati Harus Dimenangkan Dahulu
38 Bab 38. Kansha dan Aisyah
39 Bab 39. Masokis Cinta
40 BAB 40. Khawatir
41 Bab 41. Mulai Bertindak
42 Bab 42. Tur ARC
43 BAB 43. Dia Memesona
44 Bab 44. Reuni Berujung Petaka
45 Bab 45. Semut Kecil Pemberani dan Angsa Hitam Pendendam
46 Bab 46. Cinta Segitiga
47 Bab 47. 4 Ciri Orang Jatuh Cinta
48 Bab 48. Dilema
49 Bab 49. Pengakuan Paksaan
50 Bab. 50
51 Bab. 51
52 Bab 52.
53 Bab 53.
54 Bab 54.
55 Bab 55.
56 Bab 56.
57 Bab 57.
58 Bab 58.
59 KARAKTER
60 Bab 59.
61 Bab 60.
62 Bab 61.
63 Bab 62.
64 Bab 63.
65 Bab 64.
66 Bab 65.
67 Bab 66.
68 Bab 67.
69 Bab 68.
70 Bab 69.
71 Bab 70.
72 BAB 71.
73 Bab 72.
74 Bab 73.
75 Bab 74.
76 Maafkan Aku!
77 Bab 75.
78 Bab 76.
79 Bab 77.
80 Bab 78.
81 Bab 79.
82 Bab 80.
83 Bab 81.
84 Bab 82.
85 Bab 83.
86 Bab 84.
87 Bab 85.
88 Bab 86.
89 Bab 87.
90 Bab 88.
91 Bab 89.
92 Bab 90.
93 Bab 91.
94 Bab 92.
95 Bab 93.
96 Bab 94.
97 Bab 95.
98 Bab 96.
99 Bab 97.
100 Bab 98.
101 Bab 99.
102 Bab 100.
103 Bab 101.
104 Bab 102.
105 Bab 103.
106 Bab 104.
107 Bab 105.
108 Bab 106.
109 Bab 107.
110 Bab 108.
111 Bab 109.
112 Bab 110.
113 Bab 111.
114 Minal Aidzin, Teman-Teman
115 Bab 112.
116 Bab 113.
117 Bab 114.
118 Bab 115.
119 Bab 116.
120 Bab 117.
121 Bab 118.
122 Bab 119.
123 Bab 120.
124 Bab 121.
125 Bab 122.
126 Bab 123.
127 Bab 124.
128 Bab 125.
129 Bab 126.
130 Bab 127.
131 Bab 128.
132 Bab 129.
133 Bab 130.
134 Bab 131.
135 Bab 132.
136 Bab 133.
137 Bab 134.
138 Bab 135.
139 Bab 136.
140 Bab 137.
141 Bab 138.
142 Bab 139.
143 Bab 140. END
144 Seakhir Kata
145 Bonus Chap : Selamat Datang di Neraka
146 Bonus Chap : Alfin's Initial Story
147 Announcement!
148 Karya Baruuuu!!
Episodes

Updated 148 Episodes

1
Bab 1. Benang Hitam
2
Bab 2. Tragedi Pesawat Jatuh
3
Bab 3. Kabar Duka
4
Bab 4. Bertahan Hidup
5
Bab. 5 Mencari Cara
6
Bab 6. Satu Lagi yang Bersedih
7
Bab 7. Pelengkap Hati dan Teman Pemberi Pisau Lipat
8
Bab 8. Ulah Manusia dan Kelapa Jatuh
9
Bab 9. Titik Terang
10
Bab 10. Jawaban Satu Pertanyaan
11
Bab 11. Aisyah Zakariyanissa
12
Bab 12. Kansha 10 Tahun yang Lalu
13
Bab 13. Kansha 10 Tahun yang Lalu pt 2
14
Bab 14. Kansha 10 Tahun yang Lalu pt 3
15
Bab 15. Titik Cahaya Kecil
16
Bab 16. Kebenaran
17
Bab 17. Rahasia dibalik Tabir
18
Bab 18. Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
19
Bab 19. Penyelamatan di Tengah Krisis
20
Bab 20. Pulang
21
Bab 21. Sungguhan Selamat
22
Bab 22. Percobaan Bunuh Diri
23
Bab 23. Kecemasan Alan
24
Bab 24. Berbincang dengan Adik Alan
25
Bab 25. Trauma
26
Bab 26. kabar Mengejutkan
27
Bab 27. Retak yang Tak lagi Retak
28
Bab 28. Tanpa Pamit
29
Bab 29. Nyaris Punya Jejak
30
Bab 30. Gelang Nene dan Lamaran
31
Bab 31. Gagal
32
Bab 32. Algoritma Takdir tak Pernah Terbaca
33
Bab 33. Kisah Romantis Selalu Tak Ada Kelanjutannya
34
Bab 34. Tinggal Serumah
35
Bab 35. Paralel Terulang
36
Bab 36. Perang 'Urat'
37
Bab 37. Posisi di Hati Harus Dimenangkan Dahulu
38
Bab 38. Kansha dan Aisyah
39
Bab 39. Masokis Cinta
40
BAB 40. Khawatir
41
Bab 41. Mulai Bertindak
42
Bab 42. Tur ARC
43
BAB 43. Dia Memesona
44
Bab 44. Reuni Berujung Petaka
45
Bab 45. Semut Kecil Pemberani dan Angsa Hitam Pendendam
46
Bab 46. Cinta Segitiga
47
Bab 47. 4 Ciri Orang Jatuh Cinta
48
Bab 48. Dilema
49
Bab 49. Pengakuan Paksaan
50
Bab. 50
51
Bab. 51
52
Bab 52.
53
Bab 53.
54
Bab 54.
55
Bab 55.
56
Bab 56.
57
Bab 57.
58
Bab 58.
59
KARAKTER
60
Bab 59.
61
Bab 60.
62
Bab 61.
63
Bab 62.
64
Bab 63.
65
Bab 64.
66
Bab 65.
67
Bab 66.
68
Bab 67.
69
Bab 68.
70
Bab 69.
71
Bab 70.
72
BAB 71.
73
Bab 72.
74
Bab 73.
75
Bab 74.
76
Maafkan Aku!
77
Bab 75.
78
Bab 76.
79
Bab 77.
80
Bab 78.
81
Bab 79.
82
Bab 80.
83
Bab 81.
84
Bab 82.
85
Bab 83.
86
Bab 84.
87
Bab 85.
88
Bab 86.
89
Bab 87.
90
Bab 88.
91
Bab 89.
92
Bab 90.
93
Bab 91.
94
Bab 92.
95
Bab 93.
96
Bab 94.
97
Bab 95.
98
Bab 96.
99
Bab 97.
100
Bab 98.
101
Bab 99.
102
Bab 100.
103
Bab 101.
104
Bab 102.
105
Bab 103.
106
Bab 104.
107
Bab 105.
108
Bab 106.
109
Bab 107.
110
Bab 108.
111
Bab 109.
112
Bab 110.
113
Bab 111.
114
Minal Aidzin, Teman-Teman
115
Bab 112.
116
Bab 113.
117
Bab 114.
118
Bab 115.
119
Bab 116.
120
Bab 117.
121
Bab 118.
122
Bab 119.
123
Bab 120.
124
Bab 121.
125
Bab 122.
126
Bab 123.
127
Bab 124.
128
Bab 125.
129
Bab 126.
130
Bab 127.
131
Bab 128.
132
Bab 129.
133
Bab 130.
134
Bab 131.
135
Bab 132.
136
Bab 133.
137
Bab 134.
138
Bab 135.
139
Bab 136.
140
Bab 137.
141
Bab 138.
142
Bab 139.
143
Bab 140. END
144
Seakhir Kata
145
Bonus Chap : Selamat Datang di Neraka
146
Bonus Chap : Alfin's Initial Story
147
Announcement!
148
Karya Baruuuu!!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!