Pagi hari yang kesekian telah tiba. Alan dan Kansha mulai merasa betah di pulau, tentu saja karena sudah sebulan berada disana.
Pagi ini, Alan dan Kansha akan menyelam dan berburu di laut. Mereka tidak bisa selalu mengandalkan perburuan di darat, itu karena mereka tidak berani menjelajah lebih jauh lagi. Mereka tidak tahu ada apa yang ada di dalam kelebatan hutan pulau.
"Jangan sampai ke tengah, kita harus tetap di garis pantai, ombak Laut Banda sedang tinggi." ucap Alan yang diangguki Kansha.
"Kansha, kamu yakin bisa melakukannya? Kita hanya berbekal diri sendiri." tanya Alan lagi. Ketika dia mengusulkan untuk berburu di laut, Kansha mengajukan diri untuk ikut. Awalnya Alan ragu, Kansha tidak terlihat seperti bisa menyelam.
"Kamu masih meragukan aku ternyata. Lihat saja kemampuanku, menyelam adalah hal yang mudah." sahut Kansha percaya diri.
"Ini juga bukan soal menyelam saja, tapi kita harus berburu untuk mendapatkan makanan." timpal Alan.
"Tenang saja, akan kubawakan ikan paling besar atau kalau perlu udang karang bahkan abalone, kalau ada." imbuh Kansha sembari terkekeh.
***
Langit cerah dengan awan berkumpul membentuk gugusan cantik mengiringi perjalanan berburu mereka di laut. Kansha dan Alan masuk ke dalam laut tanpa ragu. Meski dengan seadanya, mereka tetap berani mengambil resiko. Rasa takut akan keberlangsungan hidup yang tak menentu, membuat keberanian mereka membara.
Insting berburu mereka benar-benar sudah seperti mendarah daging. Pasalnya sudah berjam-jam mereka berburu dan mereka tak pernah beristirahat sama sekali. Panas matahari dan deburan ombak malah mendorong semangat mereka.
"Kurasa aku melihat kerang." batin Kansha. Matanya menatap tajam dan awas di antara terumbu karang.
Kansha bergerak secara perlahan ketika dia berhasil menemukan targetnya. Sebuah kerang besar menempel di bebatuan terumbu karang.
Kansha terus bergerak perlahan dan dengan kecepatan kilat, dia menangkap kerang itu.
Kansha naik ke permukaan dan bersorak senang, "Alan, aku dapat kerang!" pekiknya.
Alan yang tak jauh dari tempatnya menoleh dan seketika memekik senang, "Bagus. Tapi satu kerang tentu tidak cukup, kita harus mencari lagi." katanya.
"Oke." angguk Kansha lalu kembali menyelam ke dasar laut.
Kansha menyelam semakin ke bawah. Sulit rasanya untuk tetap membuka mata tanpa kacamata renang. Dia mendekati batu karang yang biasanya selalu ada kerang, ikan atau gastropoda didalamnya. Namun mata Kansha melebar ketika ada seekor kura-kura yang terperangkap jaring. Kaki depannya berdarah karena lilitan jaring yang kuat dengan kura-kura itu terus mencoba melepaskan diri.
Kansha yang merasa kasihan, mencoba melepaskan jaring itu. Agak sulit karena dia juga harus tetap menstabilkan tubuhnya agar tidak terdorong arus ombak laut.
Setelah beberapa lama, Kansha berhasil melepasnya. Kura-kura itupun langsung pergi ke dalam lubang karang. Kansha menghembuskan nafas lega.
"Dasar manusia gila." umpat Kansha begitu dia naik ke permukaan. Dia merasa amat kesal sekali. Jaring itu sudah usang dan nampak seperti sampah. Dan ulah siapa itu kalau bukan manusia yang tidak punya hati membuang sampah sembarangan ke laut?
Alan mendekat pada Kansha yang menampilkan raut kesal. Alan mengernyit bingung, "Kamu kenapa?" tanya Alan. Suaranya agak teredam oleh angin laut yang berhembus kencang.
"Aku akan menceritakannya nanti. Ayo pulang." kata Kansha datar. Dia pun langsung berjalan mendekati bibir pantai diikuti Alan yang membawa beberapa kerang berukuran sedang.
Alan dan Kansha duduk di batang pohon dekat dengan gubuk mereka. Di depan mereka, api unggun tengah memanggang kerang yang mereka tusukkan ke ranting seperti dijadikan satai.
"Jadi ada apa? Kenapa mukamu sedari tadi keruh?" celetuk Alan. Ia membalikkan satai kerang itu dan membiarkan asap menyelimuti daging agar menimbulkan sensasi rasa hangus.
Kansha mendesah, "Kamu tahu apa yang kutemukan di laut tadi?" Alan menggeleng menanggapinya.
"Aku menemukan seekor kura-kura tersangkut sampah seperti jaring. Kaki depannya bahkan terluka. Aku merasa kasihan sekaligus marah." tutur Kansha.
"Benarkah? Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" Alan terkejut.
"Aku mencoba melepaskannya dan setelah terlepas, kura-kura itu berjalan pelan ke dalam lubang terumbu karang, dia nampak kesakitan." jawab Kansha sedih.
"Aku benar-benar kesal dan marah. Bagaimana bisa manusia membuang sampah seperti itu ke laut? Laut penuh dengan makhluk hidup, mereka bisa mati kalau begitu!" lanjut Kansha dengan emosi.
"Itu adalah fakta ironis dan bukan hal aneh lagi. Kamu tahu, sampah seperti plastik tidak akan lebur hingga ratusan juta tahun, sedangkan jumlah sampah kita sangat besar hingga banyak orang yang membuang sampah di aliran air, seperti sungai. Dan sungai kan mengalir ke laut. Dan akibat sampah sampah itu, biota laut menjadi korbannya. Contohnya, baru-baru ini, ada paus yang didalam perutnya ditemukan sampah plastik. " kata Alan.
Kansha mendesah pelan, "Ulah manusia memang kadang membahayakan dan terkesan sadis." timpal Kansha menggeleng pelan.
"Jadi, kurasa solusi terbaik adalah jangan membuang sampah sembarangan ke sungai atau ke laut. Lebih baik mengurangi penggunaan sampah yang tidak bisa didaur ulang. Dewasa ini, sudah banyak produk yang bisa didaur ulang dan ramah lingkungan."
Kansha mengangguk setuju, "Ya, teknologi semakin maju tanda perabadan makin berkembang. Dan sudah sepatutnya manusia juga melangkah maju, tinggalkan hal-hal yang sudah kuno." komentar Kansha.
"Perkataanmu bagus sekali, Kansha." ucap Alan takjub sambil mengangkat jempolnya.
"Tentu saja. Aku lulusan terbaik di kampus." Kansha tersenyum bangga.
***
"Aku haus." kata Kansha lesu. Sinar matahari kini sangat terik. Kansha merasa dehidrasi seharian ini.
"Ada air tawar yang kemarin kamu susah payah suling. Minum saja itu." balas Alan.
Kansha berdecak, "Ck, airnya bahkan belum sepertiganya. Disini ada banyak pohon kelapa, kenapa tidak kita petik satu?"
Alan menengadah, dia menatap satu pohon kelapa didekatnya yang menjulang tinggi, "Kalau kamu bisa memetiknya, silakan." ucapnya.
Kansha ikut menengadah, "Pohonnya lumayan tinggi, kurasa kamu bisa menjangkaunya, Lan."
Alan menggeleng, "Sudah kubilang tidak bisa. Aku tidak bisa memanjat pohon." tolaknya lagi.
"Bohong sekali kamu. Masa kamu tidak bisa memanjat?" Kansha berujar tidak percaya.
"Aku hidup di kota besar, mana pernah aku belajar memanjat." kata Alan sedikit malu.
"Cih, anak kota." ejek Kansha.
Alan melotot, namun Kansha hanya membalasnya dengan menjulurkan lidahnya.
"Nah, anak kota, coba perhatikan baik-baik kemampuan memanjat seorang Kansha." usai mengatakan itu, Kansha dengan percaya diri mulai memanjat pohon kelapa. Alan terngaga melihatnya.
"Kamu bisa memanjat?" Alan takjub bercampur tidak percaya, "Setinggi itu?"
"Tentu saja, memangnya kamu." ejek kembali Kansha.
Alan mendongak, "Kansha, jangan dulu di--"
Bug
Terlambat, Kansha sudah memelintir kelapa itu hingga menyebabkan kelapa itu jatuh ke tanah. Namun yang menjadi masalahnya adalah..
"Alan!" pekik Kansha terkejut. Dia bergegas turun dan mendekati Alan yang terkapar.
Kansha meringis, "Kepalamu.."
"Kansha, kenapa ada banyak burung di atas kepala ku?" tanya Alan pelan. Dia sungguh pusing. Setelah itu Alan malah jatuh pingsan.
Kansha hanya bisa meringis pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Ida Blado
gk gegar otak tuh kepala kejatuhan kelapa 😅😅
2022-12-12
1
buk e irul
🤣🤣🤣🤣🤣
2021-12-20
0
Meity Manoppo
Sdh sebulan mrk ga ganti baju ya...wah kebayang daleman/cd di pake sebulan..😆😆😆
2021-08-31
0