Andrian dan Grace duduk berhadapan dengan seorang wanita paruh baya yang masih cantik parasnya. Namanya Bu Sari, orang yang sudah menolong Kansha 10 tahun yang lalu.
“Ceritakan pada kami bagaimana Kansha 10 tahun yang lalu.” Ucap Andrian.
“Kalian benar orang tuanya?” selidik Bu Sari. Ia terkejut ketika kedua orang dihadapannya ini mengaku sebagai orang tua Kansha. Pasalnya Kansha pernah bilang bahwa ia hidup sebatang kara namun siapa sangka ternyata Kansha masih memiliki orang tua lengkap yang kaya raya pula.
Andrian mengangguk. “Saya akan menceritakannya. Namun sebelum itu, ceritakan dulu bagaimana hidup Kansha dulu.” Ujar Andrian.
Bu Sari terdiam cukup lama. Lalu mulai bercerita, “Jadi awal kami pertama bertemu adalah saat hujan.”
10 tahun yang lalu..
Hujan deras membasahi kota Jakarta. Mengiringi langkah kecil seorang gadis berusia 15 tahun yang membawa tas besar. Jaketnya sudah basah kuyup dan kakinya sudah lemas. Ia kelelahan.
Gadis itu Kansha. Tepat di hari kelulusannya sekaligus hari ulang tahunnya, ia diusir oleh kedua orang tuanya. Kansha hanya membawa tas besar berisi baju-baju dan perlengkapan sekolahnya. Ia hanya memiliki uang sebesar satu juta yang diberi oleh papanya.
Kansha kemudian melihat sebuah cafe. Ia memutuskan untuk singgah sekedar berteduh. Ia lalu berdiri di depan pintu cafe. Bermaksud menunggu sampai hujannya reda. Semoga saja pemilik cafe tidak mengusirku, harap Kansha dalam hati.
Kansha terus berdiri dengan terus mengusap-usap tangannya yang dingin. Hujan terus turun dengan deras. Banyak pasang mata yang memperhatikannya ketika masuk ke cafe. Tapi Kansha tidak peduli. Ia hanya ingin hujan segera berhenti agar ia bisa secepatnya mencari tempat tinggal. Ia juga kelaparan saat ini.
Kansha lalu berjongkok sambil memeluk erat tasnya, mencoba menghalau rasa dingin. Bibirnya sudah biru karena suhu dingin terus memeluknya. Jemari tangannya bahkan sudah mengerut.Tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya menghampirinya.
“Hai, nak.” Sapa wanita itu.
Kansha mendongak. Ia mulai takut dan khawatir. Apa jangan-jangan ia akan mengusirku? Cemasnya dalam hati.
“Maaf bu. Saya izin menumpang berteduh sampai hujan reda.” Ujar Kansha menunduk takut.
Wanita itu tersenyum lalu mengangguk, “Kenapa diluar? Ayo masuk, berteduhnya di dalam saja. Nanti kamu bisa kedinginan.” Ajak Wanita itu. Ia terenyuh dengan penampilan gadis itu. Bajunya basah kuyup dan membawa tas besar yang tengah dipeluk erat.
Kansha mendongak, “Tidak apa-apa bu saya disini saja.” Tolak Kansha sungkan.
“Tidak apa-apa. Ayo didalam saja.” Ajak wanita itu lagi. Kansha akhirnya mengangguk lalu mengikuti wanita itu sampai ke dalam cafe.
Wanita itu mengajak Kansha duduk di salah satu kursi cafe. Setelah itu ia meminta salah satu pelayan untuk mengambil selimut dan membawakan segelas teh hangat untuk Kansha yang sudah sangat pucat. Setelah dibawakan oleh pelayannya, Bu Sari memakaikan selimut pada Kansha dan menyuruh Kansha minum teh hangat. Kansha menerimanya dengan sungkan.
“Nama saya Sari. Kamu bisa panggil saya Bu Sari.” Ucap Bu Sari memperkenalkan diri.
“Saya Kansha.” Ucap Kansha sungkan.
“Kansha kamu mau kemana hujan-hujan begini? Dan kenapa kamu bawa tas besar?" tanya Bu Sari penasaran.
Kansha menunduk, “Saya mau cari tempat tinggal bu.” Jawab Kansha.
Bu Sari mengerutkan kening, “Maksudnya?”
“Saya tidak punya rumah.” Lagi tambahnya dalam hati.
“Apa? Orang tua kamu kemana?” kaget Bu Sari.
Kansha tidak tahu harus berkata apa. Ia bingung apakah ia harus jujur atau tidak. Sedangkan bu Sari adalah orang asing. Ia tidak mungkin sembarangan menceritakan pada Bu Sari.
“Saya sebatang kara bu.” Hanya itu yang bisa dijawab Kansha.
Bu Sari nampak terkejut, “Orang tua kamu sudah meninggal?”
Kansha hanya menunduk, tak berani menjawab. Bu Sari mengerti. “Jadi sekarang kamu mau kemana?” tanya Bu Sari lembut.
Kansha menggeleng. Ia tidak tahu harus kemana. Yang ia tahu, ia harus segera mencari tempat tinggal atau kalau tidak, bisa-bisa ia tidur di jalanan.
“Mau tinggal bersama ibu saja?” tawar Bu Sari. Ia kasihan pada Kansha. Gadis seusia itu tidak punya tempat tinggal. Bagaimana bila ia diculik atau lebih parahnya menjadi korban kekerasan seksual atau perdagangan manusia? Bu Sari tidak sanggup membayangkannya.
Kansha menatap Bu Sari. Apa tadi ia tidak salah dengar?
“Ibu bilang apa barusan?” tanya Kansha memastikan.
“Mau tinggal bersama ibu saja?” ulang Bu Sari.
Kansha terkejut. Ia hampir menangis ketika ada yang mau menawarinya tempat berteduh. Namun cepat-cepat Kansha menggeleng. Ia tidak mau merepotkan orang lain. Ia tidak mau menjadi beban siapapun lagi. Cukup orang tuanya saja.
Bu Sari mengerut kening melihat Kansha yang menggeleng dengan bibir pucat yang menganga. “Kenapa Nak, kamu tidak mau?”
Kansha menggeleng, “Saya tidak mau merepoti ibu. Saya bisa cari tempat tinggal lain.” Tolak Kansha sopan.
“Kamu mau cari kemana dengan keadaan hampir malam ini? hujan pun masih deras.”
“Kemana saja bu.” Jawab Kansha seadanya.
“Kansha, saya tidak tega melihat kamu seorang diri membawa tas besar harus berkeliaran di jalanan mencari tempat tinggal. Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan kamu? Ibu tidak bisa membayangkannya.” Ujar Bu Sari berkaca-kaca. Kansha terlihat menyedihkan dimatanya.
Kansha tersenyum sebisanya, “Saya tidak apa-apa bu. Jangan khawatir.” Ujar Kansha serak. Ia hampir saja tidak bisa menahan air matanya.
“Kansha.” Panggil Bu Sari lembut. “Saya pernah punya anak seusia kamu. Suatu hari dia berjalan sendiri dan akhirnya tersesat. Saya mencarinya kemana-mana tapi dia tidak ditemukan. Menurut kabar dari kepolisian, dia menjadi salah satu korban perdagangan organ manusia.” Ucap Bu Sari berkaca-kaca.
“Saya sangat menyesal dan bersedih. Dan melihat kamu seusia anak saya berkeliaran tak tentu arah, saya takut hal yang sama terjadi sama kamu. Saya tidak mau mengulang dosa yang sama.” Lanjut Bu Sari.
Kansha menunduk. Ia tidak sanggup menahan laju air matanya. Ia menangis tersedu-sedu. Dalam hatinya, ia bersyukur ada orang yang mengkhawatirkannya. Bu Sari menarik Kansha ke pelukannya, Kansha menumpahkan segala kesedihannya. Menumpahkan segala beban yang tak seharusnya ditanggung oleh anak berusia 15 tahun terlebih itu bukan murni kesalahannya.
“Tinggal sama ibu ya, Nak.” Ucap Bu Sari. Kansha mengangguk kuat-kuat. Dalam hati ia berterima kasih pada Tuhan yang masih memberinya kesempatan bertemu orang baik seperti Bu Sari.
***
Kansha akhirnya menyetujui untuk tinggal bersama Bu Sari. Ternyata cafe Bu Sari ini memiliki 3 tingkat. 2 tingkat untuk cafenya dan satu tingkat untuk tempat tinggalnya. Dan Kansha juga ikut menghuninya. Kansha tentu tidak menerima dengan sukarela. Ia bilang ia akan membayar uang sewa dengan cara menjadi pelayan di cafe Bu Sari. Awalnya Bu Sari tidak setuju, namun karena Kansha memaksa dengan dalih tidak enak akhirnya Bu Sari mengizinkannya.
Kini adalah waktu yang membingungkan untuk Kansha. Sebentar lagi ajaran baru dimulai. Namun Kansha bingung apakah ia harus melanjutkan sekolahnya atau tidak. Sedangkan ia tidak punya biaya sama sekali. Satu-satunya uang yang ia miliki adalah satu juta yang papanya beri. Itupun ia bermaksud akan memberikannya pada Bu Sari sebagai uang sewanya.
Bu Sari menyadari kebingungan dan kegelisahan Kansha. Maka dari itu setelah cafe tutup, Bu Sari mengajak Kansha berbincang. Bu Sari bermaksud menanyakan apa yang membuat Kansha gelisah.
“Saya bingung harus lanjutkan sekolah apa tidak.” Jawab Kansha saat itu.
Bu Sari ber-oh. “Jadi itu yang menganggu fikiran kamu. Kenapa kamu bingung? Tentu saja kamu harus sekolah.”
“Kansha tidak punya biayanya bu.” Ujar Kansha.
Bu Sari mendesah, “Tidak usah memikirkan biaya. Biar itu jadi urusan ibu.” Ucap Bu Sari.
Kansha terkejut dengan penuturan Bu Sari, “Jangan bu. Saya sudah banyak merepotkan ibu.” Tolak Kansha cepat.
“Kansha. Kamu itu ya!” seru Bu Sari marah. “Saya sudah anggap kamu sebagai anak saya. Tidak usah menolak, saya akan mendaftarkan kamu ke SMA yang bagus.” Ujar Bu Sari. Ia yakin Kansha akan diterima dimana saja, mengingat nilai Kansha sangat bagus ketika melihatnya di sertifikat kelulusan.
“Ibu serius?” tanya Kansha tidak percaya.
“Tentu. Kamu itu anak yang pintar, sayang kalau tidak dilanjutkan.” Sahut Bu Sari tersenyum.
Kansha tersenyum sumringah. Ia langsung memeluk Bu Sari dengan erat. “Terima kasih bu.” Bisik Kansha bahagia.
Setelah pendaftaran sudah diurus dan Kansha dinyatakan lulus pendaftaran, Kansha akhirnya bisa bersekolah. Sebenarnya impian Kansha adalah bersekolah di luar negeri. Namun kini tak apa, sudah bisa melanjutkan SMA saja sudah syukur. Kansha diterima di salah satu SMA negeri di Jakarta.
Kansha juga mencurahkan kebahagiaannya melalui surat yang akan ia kirim pada orang tuanya. Meski ia tak yakin, apakah orang tuanya akan membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Dewi Astuty
kyaknya nana sodaranya kah?
2021-05-07
2
Ida Zubedd
semangaat thor
2021-04-23
1