"Singkongnya dibakar yang merata dong Lan.” Protes Kansha pada Alan.
Ufuk sudah menyingsing. Suhu panas mulai menjalar. Ternyata siang hari di pulau terpencil ini membuat mereka kepanasan. Rasanya seperti matahari berada satu kaki di atas mereka.
Kansha terus mengoceh sejak tadi. Alan yang sedang membakar singkong harus menahan kesabarannya. Alan baru tahu, Kansha adalah wanita yang cerewet.
“Ih Alan, yang sebelah kanan masih belum matang itu, jangan dibalik dulu.” Protes Kansha lagi.
Alan hanya mendesah sabar, “Sabar Kansha. Ini kan sedang usaha.” Jawab Alan seadanya.
“Katanya mau bikin gubuk serasa restoran, masa bakar singkong saja tidak bisa.” Cibir Kansha. Alan hanya diam mendengar Kansha yang terus mengoceh.
Akhirnya seiring dengan ocehan Kansha, singkong yang dibakar Alan sudah matang. Kansha bersorak senang. Lalu Alan membaginya menjadi dua. Mereka harus berhemat karena tidak tahu sampai kapan akan disana.
Alan dan Kansha makan dengan tenang. Baru kali ini mereka merasa makanan apapun jadi lebih enak daripada sebelumnya. Mungkin karena hati mereka sudah lapang pada hal yang sudah terjadi.
"Kita harus memperbaiki gubuk nanti. Sekarang kan kita punya pisau. Kita tidak tahu sampai kapan terdampar disini." celetuk Alan.
Kansha mengangguk, "Iya, kita juga harus buat atap untuk melindungi kita dari hujan." Alan mengangguk setuju.
Setelah itu hening mulai kembali menyergap. Tak lama, Kansha memecah keheningan.
“Menurut kamu, kenapa pesawat bisa jatuh?” celetuk Kansha.
“Kurasa ada kesalahan mesin pada pesawat. Kru pesawat tidak menyadarinya sampai terjadinya guncangan. Lalu mereka melakukan yang terbaik semampu mereka untuk menimalkan resiko. Meski kenyataannya, pesawat tetap jatuh. Andai kita lebih lama disana, bukan hanya pesawat yang jadi puing-puing, tubuh kita juga akan terbelah-belah.” Jawab Alan.
Kansha mengusap lengan dan bahunya, ”Penjelasanmu terlalu horor.”
Alan terdiam seperti tengah berfikir keras, “Pesawat jatuh di Laut Banda. Menurutmu apa sebelumnya disini mengalami tsunami akibat jatuhnya pesawat?” tanya Alan.
Kansha terdiam dan berfikir, “Entahlah. Tapi ketika aku membuka mata, ombak terasa besar dan suaranya sangat keras. Hanya sebentar sih lalu kembali tenang.” Alan mengangguk.
“Eh, Lan. Menurutmu mereka sedang mencari kita kan?” tanya Kansha penuh harap.
“Aku yakin kabar hilangnya pesawat sudah tersebar. Dan pasti pihak maskapai dan tim SAR juga sedang mencari dimana jatuhnya pesawat. Kalau dugaanku tidak meleset, mereka pasti menyasar kesini, karena jatuhnya pesawat diperkirakan di perairan.” Jawab Alan.
“Kuharap juga begitu. Tapi bagaimana bila itu tidak terjadi? Alan, aku tidak mau menjadi orang gua selamanya!” seru Kansha frustasi.
“Makanya kita harus terus berdo’a sambil kita juga mencari cara juga untuk keluar. Jangan hanya berharap mendapatkan bantuan pertolongan. Kalau kita berhasil saja keluar dari pulau ini lalu ke pulau yang lebih banyak penghuninya seperti Sulawesi atau Riau, kurasa kita bisa selamat. Jadi kita harus menemukan kapal yang melintas juga untuk meminta tumpangan.” Kansha hanya mengangguk.
“Oh ya, rompi pelampung itu dimana?” tanya Alan tiba-tiba. Sebuah ide terlintas di benaknya.
“Ada di gubuk. Kenapa?”
“Sebentar.” Lalu Alan bangkit dan masuk ke dalam hutan. Kansha panik, lalu mengejar Alan. Ia tidak mau ditinggal sendiri.
“Alan! Kenapa tiba-tiba lari sih?” keluh Kansha setelah berhasil mengejar Alan. Alan diam saja ia asik memotong kayu kecil dengan pisau lipat milik Kansha.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Kansha heran.
“Membuat tiang.” Jawab Alan singkat.
“Hah?”
“Ayo.” Ajak Alan kembali ke pantai diikuti Kansha yang masih bingung.
Alan lalu mengambil rompi pelampung mereka di gubuk. Ia lalu mengikatkannya masing-masing satu pada tiang kayu yang ia potong tadi. Dia memberikan satu pada Kansha.
“Sebenarnya apa sedang kamu lakukan sih?”
“SOS.” Alan lalu menancapkan tiang itu di pesisir pantai. Seketika, rompi orange itu berkibar ditiup angin. Lalu Alan mengambil pasir basah dan menaruhnya di sekeliling tiang, agar tiang lebih kuat dan tahan angin.
“Sini.” lalu Alan meminta tiang kayu satunya pada Kansha. Kansha memberikannya. Ia sudah mulai mengerti apa rencana Alan.
Alan berjalan ke sebelah utara, ke tempat lebih tinggi diikuti Kansha. Setelah menemukan tempat yang pas dengan banyak angin yang berhembus, Alan menancapkan tiang itu.
“Selesai.” Ujar Alan sambil menepuk-nepuk tangannya.
“Woah, kerja bagus, kapten.” Puji Kansha bertepuk tangan.
“Seperti yang kukatakan, kalau dugaanku tidak meleset. Mereka pasti akan menyisir sampai kesini, entah pakai helikopter atau kapal laut. Dan tiang ini bisa memberi sinyal dan petunjuk tentang keberadaan kita. Mereka pasti penasaran, ada siapa di pulau terpencil yang tak ada orang itu.”
“Sudah kuduga. Kamu pantas jadi pilot.” Ucap Kansha bangga. Alan hanya tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
hitamanis
dari sulawesi ke riau jauh bgt
2023-01-26
0
Kusmini Mini
Ceritay mirip film luar yg terdampar, cuma film y semi
2021-08-21
1
Dwi Agustin
di tengah tengah riau dan sulawesi ada kalimantan thor...
2021-03-12
5