PESONA Suami Kedua
"Pak sudah ya, nggak papa nggak usah dibantu lagi. Sebaiknya bapak temani Mila aja, dia sendirian bermain diruang tamu." Aku masih menggosok-gosok piring kotor yang ada ditangaku menggunakan sabun.
"Gimana donk, bapak masih ingin membantu kamu Dita. Bapak kasian liat kamu ngerjain semuanya sendirian." Sambil berdiri disamping ku, ia terus saja mengambil piring-piring itu dan membilasnya.
"Nggak usah. Kalau aku bilang nggak usah dibantu itu berarti nggak usah dibantu pak." Aku begitu kesal karena ia berdiri terlalu dekat denganku, dan terkadang tubuhnya tersenggol dengan tubuhku.
"Dita, masakan kamu selalu enak ya? Bapak bisa gendut nih kalau lama-lama tinggal bersama kalian disini." Dia mengalihkan pembicaraan, sedangkan tangannya meraba-raba kedalam air wastafel hingga menyentuh tanganku.
"Ah, apaan sih pak."
" Maaf nggak sengaja." Elaknya. Tapi aku melihat kalau itu memang sengaja.
"Yasudah bapak aja yang nyuci piringnya, aku mau nemenin Mila main aja." Aku meletakkan piring itu dan langsung membilas tanganku dengan gelagat kasar.
Kutinggal mertua tiriku itu sendiri didapur agar ia menyelesaikan pekerjaanku. Aku beranjak dari sana dan menuju ketempat anak ku bermain.
Mila, umurnya 2 tahun. Dia gadis cantik yang ku miliki dengan mas Tio suamiku. Ya, mas Tio Ramadan adalah suamiku. Sekarang mas Tio sedang bekerja dikantor. Dia meninggalkan aku dan Mila tinggal dirumah bersama pak Burhan bapak tirinya mas Tio.
Skiipp..
Ku ingat kejadian buruk seminggu lalu, ketika itu aku menolak pak Burhan untuk tinggal bersama kami.
"Mas, bukankah sebaiknya bapak dibiarkan saja tinggal dirumahnya? lagian kan dia masih kuat dan segar bugar gitu, umurnya juga belum tua-tua amat." Pintaku pada mas Tio suamiku yang sedang duduk di kursi teras.
"Hush,, udah ah jangan ngomong sembarangan. Lagian dia itu sudah seperti bapakku sendiri." Ujar mas Tio padaku dengan nada mempertegas.
"Mas,, tapi kan?"
"Nggak ada tapi-tapi Andita. Kamu harus ingat, pak Burhan itu sudah dua tahun lamanya menemani ibu ku yang sakit-sakitan hingga akhirnya ia meninggal. Jadi nggak mungkin dong sekarang aku terlantarkan dia sendirian?" Mas Tio, ia menunjukkan raut wajahnya dengan sedikit goresan kecewa karena penolakan ku tadi.
Andai dia tau siapa pak Burhan sebenarnya, dan bagaimana kelakuannya selama ini. Bisa kupastikan, Suamiku tidak akan pernah mau menerima bapak tirinya itu untuk tinggal bersama kami.
Sayangnya, aku tidak punya cukup bukti untuk membuat suamiku mengurungkan niatnya. Apalagi waktunya sangat mepet, karena ia memang sudah menunggu pak Burhan datang dalam beberapa menit kedepan.
Tapi sebisa mungkin, aku akan terus berusaha untuk membuat mas Tio mengubah keputusannya itu, karena aku benar-benar jijik jika harus tinggal satu rumah dengan pak Burhan.
Aku melangkah lebih dekat lagi dengan mas Tio dan duduk disampingnya. Aku memegang lengannya dan berbicara lebih lebih lembut lagi, semoga kali ini dia bisa mengerti ketakutan dengan pak Burhan.
" Begini saja mas,, kita akan ajak pak Burhan untuk tinggal bersama, Tapi jika memang nanti dia sudah membutuhkan kita. Toh kalau sekarang kan dia masih bisa mandiri, tokonya juga sangat maju, penghasilannya begitu banyak."
" Cukup Dita, aku tidak mau dengar apa-apa lagi. Keputusan ku sudah bulat, pak Burhan tetap akan tinggal bersama kita. Kamu benar-benar berubah Dita, jiwa penyayang kamu sudah sirna. Satu lagi, tolong panggil pak Burhan itu sebagai bapak. Hargai dia !"
"Iya mas." Jawab ku singkat.
Sekarang aku pasrah saja dengan kehadiran pak Burhan kedalam rumah tanggaku. Dan berharap semoga saja pak Burhan benar-benar menganggap kami sebagai anaknya. Walaupun aku tetap saja tidak bisa menganggap lelaki tua penzina itu sebagai bapak mertuaku.
"Jangan cemberut seperti itu didepan bapak !"
"Iya mas, yasudah aku masuk dulu ya mas mau cek Mila kekamar, takutnya dia sudah bangun."
"Nggak usah, kalau Mila bangun pasti tangisannya bakalan kedengaran sampai sini. Kita tungguin bapak sama-sama."
"Iya mas." Suamiku memiliki sifat yang keras, semakin dibantah maka dia akan semakin keras. Yasudah akhirnya ku ikuti saja keinginannya.
" Ah, itu dia bapak sudah datang." Suamiku langsung berdiri dari duduknya untuk menyambut kedatangan pak Burhan.
"Tio,, cucu bapak kemana?" Ia menyalami mas Tio dan menanyakan anakku seakan sangat peduli.
"Ada pak dikamar lagi bobo siang."
"Wah, mantu bapak makin cantik aja." Pujian itu mungkin bagi mas Tio biasa saja. Tapi ditelingaku terdengar eneg ingin kumuntahkan.
Pak Burhan langsung menyodorkan tangannya ingin bersalaman denganku. Tangan ku terasa berat untuk bersentuhan dengan tangan pak Burhan. Demi mas Tio, akhirnya aku terpaksa juga memberikan salaman ku.
"Ia pak, Kesehatan bapak bagaimana,, sehat-sehat aja kan?" Tanyaku seadanya.
"Iya donk, bapak masih sangat kuat." Ia tersenyum puas dengan tangannya yang masih menggenggam erat jemari ku.
Perlahan aku menarik tangan ku, Rasanya sangat berat seakan tidak mau dilepaskannya. Sedangkan mas Tio, ia bahkan tidak memperhatikan kami, karena ia sedang sibuk mengambil tas perlengkapan baju pak Burhan.
Ah, aku semakin jijik dibuatnya. Akhirnya aku menarik dengan kuat tangan ku dari genggaman pak Burhan.
" Pak silahkan masuk dulu." Ku ucapkan kalimat itu dengan hati yang sangat berat.
" Hehe iya." Jawabnya sambil tersenyum.
Mas Tio mengangkat Tas pak Burhan, lalu ia masuk kedalam dengan langkah kakiku yang mengikutinya dari belakang. Sedangkan pak Burhan berjalan mengekoriku.
Aku benar-benar merasa tidak nyaman berjalan didepan pak Burhan. Perasaan batinku yang begitu kuat mengatakan bahwa Pak Burhan, ia sedang berjalan sambil menikmati pemandangan tubuhku dari belakang.
"Bapak mau kamar yang mana? kalau kamar yang ini lebih dekat dengan kamar kami, kalau yang belakang itu lebih dekat kolam renang."
" Yang ini saja ya Tio, nanti kalau bapak butuh apa-apa akan lebih mudah saat memanggil kalian, iya kan?"
"Hah, iya benar bangat pak." Jawab mas Tio yang sangat menyetujui.
Lain halnya denganku, aku benar-benar benci dengan situasi yang sekarang. Rumah ini terasa sudah tidak nyaman lagi bagiku semenjak kedatangan pak Burhan.
Sembari mas Tio membereskan barang pak Burhan, aku merasa gerah dan berpamitan pada mas Tio untuk mandi.
"Mas, aku mau mandi dulu ya? Sebentar aja gerah banget."
"Jangan lama-lama, kamu harus masak untuk bapak." Jawab Mas Tio.
"Iya mas." Aku langsung pergi dari sana, dan masuk kekamar ku untuk mandi.
Didalam kamar mandi. Dengan air yang mengalir deras dari shower, aku terus membasahi tubuhku yang terasa begitu penat. Rasanya begitu lelah setelah tadi berdebat dengan Suamiku.
Ketika aku berbalik badan. Dintara celah pintu yang terbuka, sekilas terlihat seperti ada bayangan wajah laki-laki yang mencoba menghindar dari tatapanku.
"Siapa disana?" Aku berteriak kencang.
Halo Readers ku yang tercinta, makasih ya karena kalian juga sudah mengikuti cerita ini.
Author tunggu komentar kalian, agar Athour semakin semangat dan tidak malas update.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Assalamu'alaikum mampir ya thor
2023-11-20
0
🌈 єνιʝυℓιє ♓ℹ️🅰🌴
mampir thor
2022-05-03
0
🐝 Kim Jihan 🦋
ya Alloh amit² jabang bayi punya mertua begitu
2021-12-13
1