"Kamu kemana aja Maisaroh? ngapain kebelakang rumah hah,, nyari tempat nyantai ya kamu?"
"Bukan bu, tadi mai nyari kunci lemari yang hilang, sepertinya jatuh disekitar sini."
Bentak tetangga ku kepada pembantunya Maisaroh. Aku sama sekali tidak bisa melihat wajah mereka, karena ada pembatas pagar yang sangat tinggi. Jadi aku hanya bisa mendengar suara mereka saja.
"Kamu kalau sering keluyuran dan kerjaan nggak selesai, nanti aku pecat kamu Maisaroh. Sana masak dulu, bentar lagi bapak mau pulang."
"Iya bu."
Akhirnya suara Maisaroh dan majikannya sudah menghilang. Ah, sebenarnya itu bukan urusan ku. Aku kebelakang rumah karena mau mencari tau, kenapa pak burhan bisa ngos-ngosan seperti tadi.
"Dita,, ngapain kamu disana? " Tanya mas Tio yang sedang berdiri di pintu dapur.
"Kamu sudah pulang ya mas? Aku cuman lihat-lihat taman belakang aja kok."
"Yasudah cepat masuk, tolong bikinin kopi ya?"
"Baik Mas!"
"Oh iya, jangan lupa untuk bapak juga."
" Iya mas baik." Aku langsung masuk dapur dan bikinin dua kopi seperti yang disuruh mas Tio.
Iya, sekarang hanya sebatas itu saja komunikasi ku dengan mas Tio. Selain bertanya, menjawab, meminta dan dan menyuruh, tidak ada hal lain lagi. Mas Tio memang sudah sedikit berubah, ia sudah tidak semanis dulu.
Bukan wajahnya tetapi sikapnya yang sudah berubah. Apa mungkin benar yang dikatakan sama pak burhan jika aku sudah kurang merawat diri. Seburuk itukah penampilanku sekarang.
"Ini mas kopinya." Aku meletakkan kopi untuk mas Tio diatas meja.
"Punya bapak kamu antar kekamar ya? Seharusnya kamu itu tidak mesti disuruh dulu buat bikinin kopi untuk bapak."
"Apa mas?"
"Apanya yang apa? Kalau udah waktunya ngopi langsung bikinin buat bapak." Bentak mas Tio.
Aku tidak menyahutnya lagi. Langsung saja aku beranjak dari hadapan mas Tio dengan perasaan kecewa. Karena ucapan mas Tio, terdengar seperti racun yang dipaksakan untuk kutelan. Bagaimana tidak, dengan mudahnya dia membentak ku hanya karena pak Burhan. Dan lagi, mas Tio menyuruhku melayani pak Burhan agar selalu menyuguhkan kopi untuknya.
Bisa dikatakan pak Burhan itu bukan siapa-siapanya mas Tio, jika mengingat pak Burhan menikahi ibunya mas Tio selama dua tahun saja.
"Permisi pak, ini kopinya." Aku mengetuk pintu kamarnya tapi tidak ada jawaban.
"Pak, ini Dita bawain kopi." Masih tidak ada jawaban.
Ah, bodoh amat. Ngapain juga aku berlama-lama disini, Lagian memang pak Burhan nya yang nggak ada. Aku membawa kopi itu kembali kedapur.
Betapa terkejutnya ketika kudapati pintu dapur sedikit terbuka. Perasaan tadi pintunya sudah aku kunci rapat-rapat. kucoba melangkah perlahan dan mendekati celah pintu dapur, Aku mengintip lewat sana.
Hah, pak Burhan. Ngapain dia dipagar sana? apakah mungkin ada kaitannya dengan Maisaroh? nggak mungkin. Pak Burhan kan umurnya sudah 50 lebih, sedangkan Maisaroh baru 19 tahun, mana mungkin diantara mereka memiliki hubungan.
Ku perhatikan gelagat pak Burhan lebih detil lagi. Ia seperti kebingungan dan mondar mandir disepanjang pinggiran pagar, akhirnya kulihat pak Burhan menyelipkan secarik kertas pada pintu pagar.
"Apa yang kamu intipkan Dita?"
"Ini mas, aku nyariin bapak mau ngasih kopi."
"Memangnya bapak dimana?"
"Di belakang mas."
"Yasudah ngapain bengong, sana kebelakang antar kopi buat bapak."
"Iya!" Heran, apa sisa kelembutan mas Tio sudah benar-benar sirna.
"Sebentar Dita."
"Iya, kenapa mas?"
"Sekarang aku mau keluar karena ada keperluan sama teman kerja. Jadi mungkin malam ini aku pulangnya agak sedikit terlambat."
"Pulang jam berapa mas?"
"Jam 10 malam, makanya kamu itu tidak aku ajak. Nanti Mila pasti nangis-nangis disana karena ngantuk."
"Mas mau ketemu teman yang mana? perempuan atau laki."
"Laki-laki lah, Kamu mau menuduhku selingkuh?"
"Nanya aja mas buat jaga-jaga. Siapa nama laki-laki teman mas itu?"
"Itu lho si Rian. Ah, lagian kamu juga nggak akan kenal. Kenapa? awas ya kalau kamu berani mikir macam-macam."
"Mas, hidup ini nggak boleh dibawa terlalu santai. Tau-tau nanti punya kita udah jadi hak milik orang, nggak ada salah donk kalau aku menanyakan beberapa pertanyaan sebagai antisipasi untuk menjaga suamiku."
"Terserah kamu Dita. Yang penting kamu cemburunya tidak berlebihan, apa lagi sampai mikirin yang nggak-nggak."
Mendengar perkataan mas Tio, aku hanya bisa diam menatapnya. Rasanya malas sekali untuk menjelaskan lebih panjang lagi tentang kekhawatiran ku. Toh, mas Tio sepertinya juga tidak memihak pada apa yang kurasa.
Mas Tio langsung pergi tanpa sepatah katapun lagi. Bahkan hampir 5 bulan sudah, mas Tio menghilangkan kebiasaannya berpamitan sambil mengecup keningku. Ya, paling tidak seharusnya ia meninggalkan secercah senyumannya sebagai penyemangat.
Banyak laki-laki yang tidak mengerti. Para istri sangat butuh penyemangat dari suaminya, sebelum para suami meninggalkan mereka dirumah dengan segudang pekerjaan.
Kuatnya seorang istri dalam merawat anak, membersihkan rumah juga menyiapkan keperluan suami dan sebagainya. Semua itu mereka kerjakan, sedikit pun tidak mengharapkan bayaran mahal. Melainkan Kasih sayang dan perhatian dari suami sudah cukup membuat para istri merasa tangguh.
"Melamun disiang bolong, nanti suamimu diambil orang." Suara itu mengejutkan ku.
"Ini pak kopinya." Perkataan pak Burhan ku anggap angin yang berlalu. Aku langsung meletakkan nampan di atas meja.
"Dita.. saran bapak. kamu itu harus memakai baju yang lebih seksi untuk membuat Tio semakin cinta, Dan dia tidak akan bosan melihat penampilan kamu."
"Iya pak." Aku melangkahkan kakiku untuk pergi karena tidak ingin berlama-lama menatap mukanya.
"Sebentar Dita,"
"Lepaskan tangan Dita pak!"
"Bapak perhatikan, kamu tidak pernah mau menatap bapak, kenapa?"
"Iya, lepasin dulu tangan Dita ! ngapain bapak mengang-megang gini." Aku melotot marah kearahnya dan menarik tanganku dengan kuat hingga terlepas.
"Dengar ya pak ! Jangan pernah berani menyentuhku lagi. Kita ini bukan mahram, karena bapak itu hanya bapak tirinya mas Tio." Jariku menunjuk kearah pak Burhan, dan akupun langsung pergi secepatnya dari sana, ia menyentuh tanganku rasanya itu benar-benar jijik.
Dengan langkah yang sedikit berlari, aku bergegas masuk kedalam kamar. Ya, ada sedikit perasaan takut yang kurasakan dengan kalakuan pak Burhan yang mulai berani.
Apalagi ketika aku mengingat rumor tentangnya, yang tidak lama ini dikatakan putri. Beredar gosip kalau Pak Burhan pernah dituduh menghamili anak gadis orang, mirisnya gadis itu memiliki gangguan jiwa.
Mila sudah terbangun dari tadi. Untungnya dia bukan anak cengeng. Asalkan ada banyak mainan disampingnya, Kecuali kalau memang dia sudah lapar, barulah tangisannya akan terdengar sampai keluar kamar.
Aku merasa sendiri dirumah ini semenjak mas Tio selalu sibuk ngantor. Dulu sih tidak jadi masalah karena ada Mila sebagai penyemangatku. Tapi akhir-akhir ini aku merasa terancam dan ketakutan karena kehadiran pak Burhan.
"Hhhaaauuumm... Nak, mama bobok sebentar ya? sini mainnya lebih dekat sama mama."
Setelah menarik Mila kesamping ku,, akupun tertdur pulas dilantai dekat putriku bermain. Tidurku begitu nyenyak, mungkin karena tubuh yang sudah merasa begitu penat dengan beban. Bukan karena pekerjaan ku yang terlalu banyak, tetapi kenyamanan ku dirumah ini yang mulai bermasalah.
2 Jam kemudian, tepat jam 7 magrib aku terbangun karena rengekan Mila, Ia sudah haus dan lapar. Dengan perasaan was-was aku keluar lagi mengambil makanan untuk Mila.
Dan dengan cepat tanganku membuat susu lalu mengambil nasi, sedangkan mataku selalu Melirik kiri kanan untuk berjaga-jaga.
"Syukurlah, pak Burhan mungkin lagi dikamarnya." Langsung saja aku bergegas kembali masuk kamar.
Aku meletakkan piring nasi beserta airnya didepan Mila. Untungnya putri ku yang berumur 2 tahun sudah pandai makan sendiri, bahkan dia merasa kesal jika minta disuapi.
Setelah Shalat magrib, tiba-tiba terlintas diingatanku tentang bayangan kertas itu. Langsung ku gendong Mila yang baru selesai makan menuju kebelakang rumah.
"Ternyata kertas ini masih disini." Ku nyalakan lampu senter hp untuk membaca tulisannya.
"Maisaroh.. Nanti jam 1 malam pak Han tunggu dibelakang gudang ya?
kamu harus pakai baju bagus, tapi nggak usah pakai dalemannya ya? ingat, jangan pakai dalemannya.
kalau kamu nurut, pak Han akan cepat-cepat ngasih hadiah buat kamu. Masih ingat kan hadiah besar yang pak Han janjikan?
Oh iya Maisaroh, pak Han sangat kagum karena kamu masih perawan. Tadi siang kita sempat gagal, tapi malam ini pak Han janji , kita akan berhasil ya Maisaroh."
"Nah, terbongkar sudah kebusukan kamu pak Burhan. Lihat saja nanti jam 1 malam, Aku akan mengajak mas Tio untuk menangkap basah perbuatan kamu. Dan secepatnya ia akan mengusir kamu dari rumah ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Mom jo
sepertinya tio tau dah tentang kelakuan bpk tiri nya mungkin dia sengaja umpanin istrinya spy tio pny alesan buat selingkuh juga😤
2021-06-09
1
Rhania lesta
wah wah tua tua keladi ini
2021-04-17
1
Kimyumi
dasarrrrrr
2021-03-22
1