"Dita buka sebentar." Terdengar seperti suara Hesty yang memanggil.
"Iya mbak Hesty, sebentar."
Ngapain Hesty hujan-hujan begini kerumahku. Mungkin dia mau mencari mas Tio, apakah memang benar apa yang dikatakan tetanggaku tadi.
"Mbak Hesty kenapa ya?" Aku langsung membukakan pintu.
"Kok nanya kenapa ! Kamu ini ada tamu yang datang, bukannya di persilahkan untuk duduk dulu." Dia tersenyum kearah ku.
"Oh iya mbak silahkan duduk."
"Masak kita duduk diluar sih, kamu tidak kedinginan apa." Tanya mbak Hesty.
"Tidak mbak." Aku langsung duduk diatas kursi diteras.
Walaupun aku tau. Dari kata-kata Hesty barusan, sebenarnya terdengar kalau dia itu memang ingin masuk kedalam.
Mana mungkin aku membawa Hesty masuk kerumah dengan penampilannya yang seperti itu. Dia memakai baju kembang selutut, mungkin untuk menutupi perutnya yang buncit. Tapi ketiga kancing bajunya dibuka, sehingga menampakkan kedua pangkal dadanya.
"Mbak Hesty ada apa ya kemari? '
"Itu lho Dit. Hujannya kan sangat deras, suara petir juga gedek gitu, jadi aku takut banget Dit. Kan kamu tau sendiri kalau aku nggak ada teman dirumah."
"Mbak Hesty sudah berapa lama tinggal sendirian dirumah?"
"Dua tahunan Dit, sejak cerai sama suamiku mas Bambang."
"Maaf lho mbak Hesty, boleh tau nggak itu cerainya kenapa?"
"Masak kamu nggak tau sih Dit. Mas Bambang itu orangnya pemalas banget. Bukan dia yang ngebiayain hidup aku, tapi aku yang harus ngasih makan dia. Coba bayangin deh Dit, kapan aku bisa kaya kalau gitu terus. Kamu sih enak ya, punya suami super tajir, rumah juga besar gini."
Mbak Hesty menjelaskan itu dengan matanya yang berputar ke segala arah menulusuri rumah ku.
"Iya sih mbak, Alhamdulillah. Ini hanya titipan, nggak selamanya akan jadi milik kita juga kan."
"Oh benar sekali Dit. Dan Roda kehidupan juga akan selalu berputar, mungkin hari ini kita orang kaya dan tetangga kita yang miskin. Tapi bisa jadi.. besoknya dia yang kaya, dan kita yang miskin."
"Iya, mbak Hesty benar sekali."
"Iya donk Dit. Dan bisa jadi juga, apa yang kita miliki hari ini akan menjadi milik orang di hari esok."
Mendengar kata Hesty barusan, mataku jadi terbelak. Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan Hesty. Tapi sekilas terdengar seperti disengajakan, atau bisa dibilang juga ucapannya itu adalah sebuah kode."
"Kenapa Dit kok bengong."
"Ya, lagi mencerna apa yang mbak Hesty bilang barusan."
"Iya lho Dit. Sudah hukum alamnya seperti itu. Oh iya Dit, Kamu tau nggak? Kita itu jadi perempuan harus mandiri, punya penghasilan sendiri. Bisa ngebiayain diri sendiri, ke mall shopping beli baju bagus, kesalon mempercantik wajah dan tubuh. Seperti aku ini, dan sekarang banyak lelaki yang klepek-klepek sama aku lho Dit. Bahkan yang masih perjaka juga banyak, pemuda tinting. Ha ha"
"Iya sih, mbak Hesty memang gampang ngomong gitu karena mbak heaty punya salon sendiri. Tapi kenapa mbak nggak milih aja salah satu dari mereka?"
"Ah, nggak suka Dit. Aku trauma sama laki yang nggak ada penghasilan. Rasanya itu seperti di cekik tiap hari waktu ngasih makan buat dia."
"Mbak Hesty masih punya rencana untuk menikah lagi?"
"Punya banget Dit. Tapi harus yang tajir seperti mas Tio suami kamu. Dan aku yakin suatu hari nanti aku pasti bisa memilikinya."
"Maksud mbak??"
"Eh, kamu jangan salah paham lho Dit. Maksud ku itu.. memiliki suami yang tajir seperti mas Tio."
"Iya mbak. Mbak Hesty bentar ya mau lihat Mila, aku segera keluar lagi kok?"
"Okey."
Kok aku jadi merasa nggak rela gini ya, waktu ingat mas Tio dekat sama Hesty. Sebenarnya aku memang mau pisah sama mas Tio. Tapi kan gak mesti sama Hesty juga dia dekatnya. Banyak wanita lain diluar sana.
"Sayang.. putri mama, kamu lagi main ya?"
"Iya ma, main belbi."
"Yasudah sayang, lanjutin aja lagi mainnya, Mama duduk diteras ya?" Aku bersyukur banget karena Mila bukan anak yang rewel. Bahkan bagiku dia adalah gadis kecil yang sangat pintar.
Sekarang aku berjalan masuk kekamar. Dan aku mengambil syal milikku, yang terlipat rapi didalam lemari, lalu kubawakan keluar.
"Mbak Hesty.. ini dipakai."
"Nggak usah Dit nggak papa."
"Dipakai saja mbak, memangnya mbak Hesty nggak kedinginan?"
"Nggak kok, hujan disiang bolong gini mana mungkin aku bisa kedinginan."
"Lho, bukannya tadi waktu baru nyampe kemari, mbak Hesty bilang kita akan kedinginan kalau duduk diluar? ini mbak pakai aja."
"Nggak papa Dit, benaran. Tadi itu aku kedinginan karena basah sama hujan sedikit, waktu lari kemari. Kalau sekarang udah nggak kok Dit, karena udah kering lagi bajunya."
"Udah mbak pakai aja, nanti kedinginan."
"Kok kamu maksa gitu sih Dit? kan aku udah bilang nggak usah." Wajah Hesty tiba-tiba berubah kesal.
Sebenarnya, aku memang sengaja untuk sedikit memaksanya. karena aku ingin dia menutupi pangkal dadanya itu yang kelihatan. Apalagi mas Tio sebentar lagi sudah mau nyampe rumah.
"Aneh mbak Hesty ini. suka sekali berpakaian terbuka seperti itu, padahal ini lagi hujan deras."
"Hei Dita ! aku nggak suka ya kalau ada orang yang mengomentari hidup ku. Siapa saja, termasuk kamu. Aku paling benci sama orang yang mengatakan, kalau dia itu tidak suka dengan gaya aku berpakaian, atau dengan sikap ku atau pun dengan cara aku berbicara !" Bentaknya.
Hesty mulai membentakku dirumahku sendiri.
"Sama, aku juga paling nggak suka sama orang yang gak tau diri. Memarihi seseorang dirumah orang tersebut, Tidak tahu malu."
"Kamu ya Dita?" Dia marah merasa tersindir lalu berdiri dan langsung menunjuk kearah ku.
Tiba-tiba terlihat mas Tio yang baru pulang, Dia langsung turun setelah memarkirkan mobilnya didepan rumah.
"Mas Tio sudah pulang?" Hesty langsung menanyainya sambil tersenyum, seakan dialah istri mas Tio bukan aku.
"Iya nih, dingin banget. hujannya deras sekali. Kamu sudah lama disini?" Tanya mas Tio kepada Hesty. Ia juga tersenyum lebar, bahkan sudah lama mas Tio tidak tersenyum seperti itu untukku.
"Barusan saja. Duduk dulu mas, kita ngobrol-ngobrol." Sikap Hesty langsung berubah. seakan tidak pernah terjadi apa-apa. padahal jika mas Tio belum pulang, mungkin pertengkaran tadi akan bertambah hebat.
"Okey, jarang-jarang ya kita bisa ngobrol diwaktu hujan gini."
"Iya lho mas Tio. Hujan-hujan gini biasanya enak diatas kasur ya mas?"
"Ha ha iya bener banget. Kamu ini Hesty bisa aja." Mas Tio tertawa lepas seakan Dia sangat bahagia.
Aku hanya bisa diam. Lagian aku mau nyahut pembicaraan siapa? Kalau sama mas Tio aku lagi marahan. Apalagi Hesty, kami baru saja bertengkar.
Tapi untuk meninggalkan mereka berdua, aku juga nggak mau. Mana mungkin aku biarkan mereka berduan, keenakan jadinya tu orang.
"Kalau hujan gini enak yang hangat-hangat ya mas?" Ucap Hesty pada mas Tio.
"Eh, Dita. Bikinin teh ya buat aku dan Hesty."
"Teh sudah habis." Sahutku singkat membohonginya. Mana mungkin aku mau membuat teh untuk Hesty yang tidak tau diri itu.
"Bikinin minum apa aja kek, pokoknya yang hangat-hangat. Kopi juga boleh, jangan bilang habis, tadi pagi aku lihat masih banyak.
"Gulanya yang sudah habis." Sahutku lagi.
"Kamu sengaja ya mau mempermainkan aku?" Mas Tio sangat marah, dia langsung bangun dan menunjuk kewajahku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Rhania lesta
patut dicurigai ini
2021-04-17
1
@ Ela Sukma Thea*
aku mampirlagi thor
2021-03-30
1
Nesa Satria
hadeh dasar si pelakor
2021-03-16
2