"Halo ma? Iya, ini aku pakek handphone orang bentar. Oh iya ma, kok papa tiba-tiba bisa ngasih keputusan itu?
Iya melangkah beberapa langkah untuk menjauh dariku. Tapi masih jelas terdengar kalau dia itu sedang nelvon mamanya.
"Iya aku ngerti. Tapi kan ma, aku itu baru aja pulang kemari. Masak sih papa setega itu langsung ngirim aku ke kampung?"
"Itulah ma, pokoknya mama harus ngerayu papa ya? Paling nggak untuk setahun lagi. Iya oke ma 3 jam lagi aku nyampe rumah, sekarang mau ketempat teman dulu.. yaudah ya ma ini handphone punya orang. Bye ma !"
Pemuda tampan itu, ia berbalik badan dan berjalan kembali kearah ku.
"Mbak ini handphonenya, terimakasih ya?"
"Iya sama-sama."
"Oh iya mbak. Ini buat ganti pulsa mbak." Ia mengeluarkan satu lembar uang merah, lalu diberikannya padaku.
"Nggak papa, aku punya paket nelvon bulanan. Jadi nggak ngehabisin pulsa sedikitpun."
"Ma beyi esykim."
"Hai gadis kecil, Kamu kok cantik bangat sih. Ini ya buat beli esykimnya." Dia menggenggamkan uang seratus ribu itu di telapak tangan Mila.
Dan secepatnya aku meraih kembali uangnya dari genggaman anakku.
"Maaf, aku tidak pernah membiarkan anakku untuk memegang uang. karena lain kali dia pasti akan selalu memintanya. Untuk mengajari anakku tentang perbedaan nominal uang, cukup dengan hanya menunjukkannya saja." Tidak ada niat untuk cerewet dihadapan pemuda itu. Aku hanya berusaha menjelaskannya saja.
"Oh iya, sorry. Ya sudah, sini gadis kecil.. kamu ikut sama om ya kita beli esykim." Tanpa basa-basi lagi dia langsung menggendong anakku.
"Eh, Mila mau dibawa kemana ini?"
"Kan mbak tadi nggak mau Nerima uang ini. Jadi uangnya aku beliin eskrim aja buat si gadis kecil. Ya kan cantik?" Putri ku Mila, ia mengangguk dan tersenyum bahagia didalam gendonganya.
"Gadis kecil kita kesana ya? Itu esykimnya ada didepan sana."
Aku tidak mengenal laki-laki itu, tapi aku sangat senang melihat Mila yang terlihat bahagia didalam gendonganya.Tubuh yang tinggi dan tegap itu, ia terus berjalan didepan tanpa menoleh kearah ku yang ada dibelakangnya.
"Gadis kecil, nama kamu siapa?"
"Miya, jawabnya sambil tersenyum."
"Oh Miya?" Tanya pemuda itu lagi.
"Butan miya, api miya." Sahut Mila kembali.
"Apa katanya?" Akhirnya dia menoleh kebelakang kearah ku.
"Bukan Miya, tapi Mila." Sahut ku memperjelas kata-kata Mila.
"Ha ha iya gadis kecil. Jadi nama kamu Mila ya?" Tertawa lepas sambil mengelus kepala Mila.
"Iya, Miya." Putri ku tersenyum lebar, papanya saja tidak pernah memperlakukan Mila seperti itu. Mas Tio sudah terlalu sibuk semenjak Mila bayi.
"Gadis kecil, kamu mau makan eskrim rasa apa?" Tanya pemuda itu lagi setelah sampai pada tempat dijualnya eksrim.
"Esykim Lasya stobeyi."
"Ok cantik, ini yang rasa strawberry nya buat kamu. Buat mamanya Mila mau rasa apa?"
"Nggak usah terimakasih."
"Mama, esykim Cokat om." Jelas Mila.
"Ouh, mama suka cokat. Bentar ya?" Tangan kirinya menggendong Mila. Sedangkan tangan kanannya, meraba kedalam box dingin besar yang berisikan berbagai macam jenis eskrim.
"Rasa coklat buat mamanya Mila. Ini ambil, halo.. kenapa bengong gitu?"
"Iya, terimakasih." Ku hayati, andaikan sikap mas Tio seperti itu.
"Nah, sekarang buat om ya? Mila tau om sukanya rasa apa?"
"Stobeyi."
"He he bukan, om suka rasa coklat. Sama seperti mama kamu."
Tawa dan senyum pemuda itu terlihat tidak asing di mataku. Padahal sebelum ini aku belum pernah bertemu dengannya. Kami bertiga kembali ketaman sambil menikmati eskrim itu.
"Maaf mbak, itu lebam di pipi kenapa?"
"Terpeleset dikamar mandi." Aku berbohong karena aku tidak suka mengumbar aib rumah tangga ku pada orang lain.
"Diputul papa." Sahut putriku.
"Gadis kecil bilang apa? Om tidak dengar."
"Yuk sayang kita pulang sekarang." Aku langsung merampas Mila dari gendongannya.
"Om, Miya Puyang ya?"
"Iya gadis kecil. Semoga nanti kita bisa ketemu lagi ya?"
"Terimakasih untuk eskrimnya." Ucapku.
"Sama-sama mbak. Namaku Rifqan, boleh tau nama mbak siapa?"
"Andita." Aku tersenyum lalu berjalan pergi darinya.
Aku berjalan sambil menggendong Mila. Mungkin sudah sedikit menjauh darinya, kira-kira jaraknya sudah10 meter.
Tapi entah kenapa, tiba-tiba hatiku merasa penasaran. Akupun berbalik badan dan melihat lagi kearahnya.
Rifqan, pemuda itu ternyata masih berdiri mematung melihat ke arahku. Ya, aku sangat kaget dan langsung melanjutkan lagi langkahku. Aku bertanya-tanya, memangnya apa yang dia perhatikan dari wanita seperti ku.
Aku ini ibu dengan seorang anak. Tubuhku kurus kering, belum lagi umurku mungkin sudah lebih tua darinya. Apa mungkin dia merasa kasihan dengan nasibku.
"Mbak Dita kemari sebentar." Tiba-tiba ada yang menghentikan langkah ku.
"Iya mba tutik ada apa ya? seperti ada yang penting sekali."
"Ini lho mbak Dita. si janda gatel,"
"Hesty?"
"Iya mbak Dita, janda di kompleks kita itu cuman Hesty. mana ada yang lain lagi?"
"Iya memang, jadi kenapa dengan Hesty mbak?"
"Mbak Dita tau nggak. sekarang orang-orang pada ngomongin Hesty, katanya Hesti sedang hamil 6 bulan atau 7 bulan gitu."
"Iya lalu?"
"Jadi kita kan nggak tau itu siapa bapaknya? Dan banyak yang bilang, kalau Hesty itu sedang mencoba mendekati Mas Tio suami mbak Dita. "
"Apa?"
"Iya lho mbak, takutnya Hesti nanti akan menuduh mas Tio sebagai dalang dibalik kehamilannya. Jadi aku mau memperingatkan mba Dita sebelum terlambat, supaya mbak Dita bisa menyelamatkan rumah tangga mbak dengan Mas Tio."
"Terimakasih mbak Tutik."
"Sama-sama mbak Dita. Aku paling benci lho mbak sama yang namanya Janda."
"Kalau misalkan aku menjadi janda, apakah mbak Tutik akan membenciku juga?"
"Hush.. pamali ngomong seperti itu."
"Bukan seperti itu mbak Tutik. Kita memang bisa berusaha, tapi kita kan tidak pernah tau bagaimana nasib rumah tangga kita kedepannya."
"Benar mbak Dita. lagian aku hanya membenci janda gatal saja, seperti si Hesty itu."
"Yasudah ya mbak Tutik, ini mau hujan sepertinya. Aku pulang dulu ya mbak?"
"Baik mbak Dita, Hati-hati !"
Melihat langit yang semakin mendung. Aku berjalan cepat sambil menggendong Mila sampai kerumah.
Ku lihat Hesty sedang duduk di depan terasnya. Ia melihat kearah ku, tapi langsung membuang kembali wajahnya.
Jadi teringat kata-kata mbak Tutik barusan. Sudah pasti aku tidak ingin mempertahankan rumah tangga ini, tapi bagaimanapun juga mas Tio adalah bapak dari putriku Mila.
Jadi, mungkin aku harus menjaga mas Tio dari perangkap Hesty. Aku tidak mau jika mas Tio sampai dipermalukan, karena dituduh menghamili Hesty seperti kata mbak Tutik barusan.
"Ma ujan" Butiran hujan mulai berjatuhan diiringi dengan besarnya suara guntur yang menggelar.
"Iya sayang, ini kita udah sampai rumah. Sebentar ya mama tutup dulu pintunya." Kuletakkan Mila diatas sofa dalam ruang tamu. Lalu aku menutup pintunya.
Tokk!!
Tokk!!
Tokk!!
"Siapa diluar?"
Terimakasih untuk semuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Putrie Rahardjoe
jgn2 hesty hamil anak nya si tio
2021-05-29
2
Rhania lesta
wahhhh siapa y
2021-04-17
2
Irmawati Wati
siapa iya...
2021-03-07
1