Sementara itu Yudha, Efi dan Tomo tetap bekerja seperti biasa di Work shop Bersama milik Bu Jihan. Beberapa orang menanyakan keberadaan Bu Jihan dan Gendis yang juga belum kembali.
Suami bu Jihan tenang saja, karena sudah mendapat kabar langsung dari istrinya.
" Kok lama banget Bu Jihan perginya...,"
" Iya, udah hampir sepuluh hari lho...,"
" Enak ya si Gendis diajak jalan-jalan sama Bos...,"
" Iya. Gendis kan ga ada tanggungan, makanya bisa pergi kemana aja ga ada yang ngelarang...,"
" Iya lah. Masa ngajak Efi, kan penganten baru, bisa ngamuk Bang Yudha...,"
" Bisa-bisa ga bisa tidur Yudha ga ada yang ngelonin...,"
" Ngajak Tomo malah lebih ga mungkin...,"
" Ha ha ha...,"
Demikianlah obrolan ringan yang terjadi di rumah Bu Jihan saat menanggapi kepergian Gendis dan Bu Jihan.
Sesekali Efi ikut menanggapi guyonan teman-temannya. Sedangkan Tomo dan Yudha lebih cuek, mungkin karena mereka adalah laki-laki.
Saat sedang sibuk mengerjakan pesanan, tiba-tiba ada tamu yang datang mencari Pak Bagus, suami Bu Jihan.
" Assalamualaikum, Pak Bagusnya ada...?" tanya sang tamu.
" Wa alaikumsalam, darimana ya Pak...?" tanya Yudha ramah.
" Teman lama Pak Bagus...," kata sang tamu lagi.
Yudha pun mempersilakan sang tamu yang berjumlah dua orang itu untuk duduk di kursi teras depan rumah Bu Jihan.
" Silakan duduk dulu Pak. Biar Saya panggilin Pak Bagus sebentar ke dalam...," kata Yudha ramah.
" Baik. Makasih ya Mas...," kata kedua tamu Pak Bagus itu.
Yudha pun masuk ke dalam rumah menemui pak Bagus yang sedang menonton berita kriminal di TV.
" Assalamualaikum Pak, maaf ada tamu di luar mau ketemu sama Bapak. Katanya temen Bapak...?" kata Yudha sopan.
" Wa alaikumsalam, biar Saya temui, Saya emang lagi nunggu mereka dari tadi. Makasih ya Yud...," kata pak Bagus saat Yudha memberitahukan kedatangan tamunya.
" Baik Pak, permisi...," kata Yudha lagi sambil tersenyum.
Yudha pun meninggalkan rumah Bu Jihan yang bersebelahan dengan Work Shop Bersama. Lalu kembali mengawasi pekerjaan rekan sekerjanya seperti biasa.
\=\=\=\=\=
" Bisa Kita bicara di tempat lain aja Pak...?" tanya kedua tamu pak Bagus.
" Baik, kalo begitu. Begini aja, Kita ketemu di rumah makan lesehan dekat perempatan jalan sana. Anda ke sana duluan, nanti Saya nyusul...," usul pak Bagus.
" Boleh juga. Tempatnya ga terlalu mencolok. Kita bisa lebih nyaman ngobrol di sana...," kata sang tamu sambil beranjak pergi meninggalkan rumah bu Jihan.
Setelah kepergian tamunya, Pak Bagus pun keluar dari rumah dengan mengendarai mobilnya.
Yudha sempat curiga pada sikap suami atasannya itu. Tapi apa daya, Yudha menyadari keberadaannya yang hanya karyawan di sana.
" Kok sikap Pak Bagus agak aneh ya. Kaya ada yang disembunyiin. Jangan-jangan Pak Bagus mau main curang sama Bu Jihan, tapi apa mungkin...," batin Yudha.
" Kenapa bengong disini...?" tanya Efi.
" Ga, cuma bingung sama sikapnya Pak Bagus. Tapi ya udahlah, bukan urusan Kita. Masuk yuk, nerusin kerjaan...," kata Yudha sambil merangkul bahu istrinya.
Efi yang tak mengerti yang dipikirkan suaminya hanya menuruti perintah sang suami lalu kembali ke work shop melanjutkan pekerjaannya yang sempat terhenti tadi.
\=\=\=\=\=
Setelah keluar dari rumahnya, Bagus mengendarai mobilnya menuju sebuah tempat makan lesehan. Disana sudah ada dua orang yang menunggunya. Ternyata mereka adalah dua orang yang baru saja bertamu di rumah Bagus.
Bagus turun dari mobil sambil sesekali memperhatikan sekitar, kawatir ada yang menguntit. Setelah dirasa aman, lalu Bagus pun masuk ke dalam rumah makan itu.
" Gimana Pak, aman...?" tanya Kevin.
" Aman, gimana kelanjutannya...?" tanya Bagus pada orang bernama Kevin dan Chandra.
" Ya, Kami curiga sama salah satu dari mereka bertiga...," jawab Chandra.
" Apa sudah dapat bukti yang akurat Pak...?" tanya Bagus sambil memijit kepalanya yang mendadak pening.
" Sedang Kami crosscheck dengan bukti lainnya di TKP Pak...," jawab Kevin sambil meneguk minumannya.
Perbincangan mereka pun masih terus berlanjut.
\=\=\=\=\=
Sedangkan di rumah dokter Erna, Gendis nampak berjalan mondar mandir gelisah.
Bu Jihan bermaksud kembali ke rumahnya, karena merasa Gendis sudah lebih baik saat dijaga Oyoh, Emaknya.
Tapi Oyoh juga tak mungkin meninggalkan rumahnya terlalu lama, karena anak dan suaminya juga membutuhkannya.
" Ya udah Mak. Gendis tinggal disini aja dulu. Kan Bu dokter nyuruhnya gitu...," kata Gendis memberi solusi.
" Iya Bu, biarkan Gendis tinggal disini bersama Saya. Saya janji akan menjaga Gendis seperti adik Saya sendiri...," pinta dokter Erna.
" Nah kalo udah deal semua, Saya bisa ngajak Bu Oyoh pulang bareng sama Saya...," kata Jihan senang.
" Iya, bener juga. Saya kan ga berani pulang sendirian...," kata Oyoh senang karena ada teman seperjalanan.
Akhirnya malam itu diputuskan bahwa Bu Oyoh dan Bu Jihan akan pulang ke Lampung besok pagi, setelah meninggalkan kampung mereka selama hampir sebulan.
" Kamu kenapa Dis, kok mukamu pucet banget...," kata Oyoh kawatir.
" Wah, jangan sampe gagal pulang gara-gara Gendis sakit yaa...," kata Jihan.
" Gapapa Mak, cuma ga enak badan aja. Perut Gendis juga rasanya ga enak, kaya kenceng banget...," keluh Gendis.
Duerrr !!!
Oyoh dan Jihan terkejut bagai tersambar petir saat mendengarnya. Mereka saling berpandangan dengan kawatir. Mata Oyoh nampak berkaca-kaca.
Jihan pun tampak kalut dan meremas ujung bajunya kuat-kuat.
Dokter Erna masuk saat mendengar keluhan Gendis. Dengan wajah yang sama cemasnya dengan Oyoh dan Jihan.
" Kamu ikut Saya sebentar ya...," ajak dokter Erna lembut.
" Kemana...?" tanya Gendis bingung.
" Ikut aja, Bu dokter lebih tau apa yang harus dilakuin...," bujuk Jihan pada Gendis.
Gendis menuruti saran Jihan dan mulai melangkah mengekori dokter Erna.
Dokter Erna membawa Gendis ke Rumah Sakit tempatnya bertugas. Setelah mendaftar di bagian pendaftaran, lalu dokter Erna membawa Gendis ke poli Ibu dan Anak.
Disana Gendis diperiksa oleh dokter Zahra yang kebetulan sedang bertugas malam itu.
" Gimana...?" tanya dokter Erna cemas. Ia sudah menduga sesuatu yang tak diinginkan terjadi pada Gendis.
" Kamu benar...," kata dokter Zahra lirih.
Ia ikut prihatin pada nasib Gendis.
Gendis yang tak mengerti pembicaraan dua orang dewasa yang berprofesi dokter didepannya itu hanya menatap keduanya bingung.
Tiba-tiba dokter Erna memeluk Gendis dengan erat, sambil berbisik
" Kamu yang sabar ya Dis, Kamu harus kuat. Allah akan selalu bersama orang yang teraniaya...,"
Gendis mengurai pelukan dokter Erna. Matanya nampak berkaca-kaca.
" Apa Saya hamil dok...?" tanya Gendis dengan suara serak.
Erna tak sanggup menjawab. Ia hanya mempererat pelukannya.
Gendis menatap dokter Zahra dan meminta penjelasan. Dokter Zahra mengangguk mengiyakan, karena melihat dokter Erna yang hanya diam tak menjawab pertanyaan Gendis.
" Aku harus gimana dok, Aku takut...," kata Gendis lirih.
Air mata Gendis jatuh dengan sendirinya. Gendis menyadari sekarang bahwa dirinya adalah calon ibu, karena di rahimnya telah tumbuh janin yang tak bersalah, hasil perbuatan be**at seorang pria tak bertanggung jawab.
Gendis menangis tanpa suara sambil mengelus perutnya pelan.
Sedangkan dokter Zahra dan dokter Erna hanya mengelus punggung Gendis bergantian dengan lembut tanpa mampu berkata-kata.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
Nur Bahagia
nasib mu Gendis 🥺
2024-06-21
1
Guntar Nugraha S
Bintang yg bicara Ok BossQu 🙏
2024-01-07
1
Enok Wahyu.S GM Surabaya
seandainya Bi Oyoh Nerima pinangan pak Ahmad untuk Gendis mungkin lain ceritanya ya...
tapi itulah takdir, gak ada yg tahu jalannya kemana 😭😭😭
2023-01-20
0