Di panti semua orang panik saat menyadari Aren tak juga kembali, padahal hari sudah jauh malam.
Pihak panti segera menghubungi para preman bayaran untuk mencari dimana Aren.
" Hei Meng, cariin Anak panti yang kabur hari ini. Cewek, sebelas taon, biasa ngamen di lampu merah...," perintah Samsul pada preman bayaran.
" Siap Bos. Jangan lupa komisinya naekin lah, hari gini duit segitu mah kedip aja juga abis...," kata sang preman bernama Komeng mencoba bernegosiasi.
" Hah, Lo kerjaan aja belom beres udah mikirin bayaran. Tenang aja Gue tambahin ntar...," janji Samsul.
" Tumben Bos langsung Ok. Bibit unggul ya Bos...?" kelakar si Komeng.
" Udah Lo cari aja. Tuh anak emang udah mau Gue jual, barang bagus pasti mahal lah...," kata Samsul tertawa.
" Ok Bos...!" jawab Komeng.
Komeng segera memerintahkan anak buahnya mencari Aren. Para preman mulai menapaki jejak Aren hari itu. Tapi nihil. Tak ada satu pun yang melihat Aren. Aren bagai hilang ditelan bumi.
" Kemana tuh bocah...?" kata Komeng kesal.
" Jangan-jangan udah mati Bos. Tadi pagi ada kecelakaan di lampu merah. Saya denger korbannya Anak cewek yang biasa ngamen disitu Bos...," lapor anak buah Komeng.
" Sia**n . Udah Kita ga usah terusin lagi. Sia-sia kalo orangnya udah mati...," kata Komeng kesal.
" Terus Kita ga dapet apa-apa Bos...?" tanya anak buah Komeng.
" Lo pikir si Samsul kikir itu mau ngasih uang kalo ga ada hasil ?. Udah biar dia cari sendiri aja tuh bocah yang udah m*m*us. Kita cari mangsa baru di tempat laen aja...," kata Komeng sambil menertawakan kebodohan Samsul.
Komeng dan anak buahnya pergi dan menghentikan pencarian mereka. Sementara itu Samsul merasa kesal karena kehilangan tambang emasnya yang berharga, yaitu Aren.
Beberapa orang datang melapor pada Samsul, bahwa anak panti yang dijual sebagai PSK cilik sedang sekarat karena harus melayani lima orang dewasa sekaligus.
Samsul bertambah kesal karena harus mengeluarkan uang lagi untuk mengurus kematian anak panti yang di manfaatkannya itu.
\=\=\=\=\=
Mang Oding mengikuti saran mertuanya untuk ikut program Transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah pada waktu itu.
( Transmigrasi adalah sebagai salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk penyebaran penduduk dari tempat yang padat di pulau Jawa ke tempat lain di luar pulau Jawa. Mereka biasanya disediakan lahan pertanian untuk diolah,untuk menjadi sumber mata pencarian mereka di sana. Jadi kehidupan perekonomian mereka bisa lebih baik, karena selain mendapat tempat tinggal mereka juga mendapat pekerjaan. Transmigrasi terjadi pada era pemerintahan Presiden Soeharto ).
Mang Oding bersama istrinya membawa bekal uang secukupnya, mengajak Aren turut serta sekaligus memberi identitas baru untuk Aren. Mereka bertiga hijrah dari kota itu menuju ke Lampung, sebuah kota di pulau Sumatra.
\=\=\=\=\=
Aren mendapatkan identitas baru berkat perjuangan Mang Oding dan istrinya. Dengan bantuan tokoh masyarakat di kampung Bi Oyoh, akhirnya Aren mendapatkan identitas baru sebagai Gendis, anak Mang Oding dan Bi Oyoh.
Aren atau Gendis mulai menjalani hidup dengan identitas baru yang disandangnya. Aren ingin melupakan semua kenangan buruknya di masa lalu. Nama Gendis, yang artinya manis, diberikan oleh bapak Bi Oyoh yang menyayangi Aren seperti cucu kandungnya.
" Abah suka sama Anak ini. Anak yang manis dan pintar. Maka Abah kasih nama Kamu Gendis, yang artinya manis. Semoga perjalanan hidupmu selalu manis...," doa bapak Oyoh yang sekarang dipanggil kakek oleh Gendis.
" Makasih Kek...," kata Aren atau Gendis sambil memeluk kakek angkatnya itu.
" Sama-sama cucuku...," kata kakek sambil mencium kepala Gendis.
" Nenek juga mau peluk cucu Nenek dong...," pinta ibu Oyoh sambil menitikkan air mata.
Gendis pun memeluk nenek angkatnya. Dia merasa senang karena sudah dibawa masuk ke dalam sebuah keluarga yang tulus menerimanya dan menyayanginya.
\=\=\=\=\=
Semua orang perlahan mengubur nama Aren dan menggantinya dengan nama Gendis.
Gendis adalah anak yang baik. Karena belum pandai membaca, Gendis dimasukkan ke sekolah khusus untuk mengejar ketinggalannya. Meski banyak tertinggal, tapi Gendis tak malu mengakui kekurangannya pada teman-temannya.
" Assalamualaikum Mak...," sapa Gendis.
" Wa alaikumsalam...," jawab bi Oyoh yang sedang hamil besar.
" Emak sakit lagi...?" tanya Gendis cemas.
" Iya Dis, dari tadi perut Emak kram. Mana Bapakmu belom pulang lagi...," keluh ibu Gendis (bi Oyoh).
" Emak tunggu disini, biar Gendis susulin Bapak ya...," usul Gendis.
" Ga usah, Kamu temenin Emak aja. Ntar kalo ada apa-apa Emak sendirian gimana...?" tanya ibu Gendis sambil meringis menahan sakit.
Tiba-tiba mang Oding datang bersama bidan desa. Yang sudah siap membantu persalinan Bi Oyoh di rumahnya.
" Assalamualaikum...," kata bapak Gendis (Mang Oding).
" Wa alaikumsalam. Bapak gimana sih. Nih Emak udah ga kuat nahan si dedek di dalam perut, kaya udah mau brojol aja rasanya...," keluh ibu Gendis.
" Si Emak lupa ya, kan tadi Emak yang nyuruh Bapak jemput Bu Bidan. Udah yuk masuk ke dalam...," ajak bapak Gendis menahan tawa.
Akhirnya, dibantu Bidan desa, Bi Oyoh bisa melahirkan bayinya dengan selamat.
Bayi laki-laki yang sehat itu diberi nama Patih.
Mang Oding berharap, dengan memberi nama itu anaknya kelak bisa menjaga dan melindungi keluarga mereka dari orang yang berniat jahat, seperti seorang patih yang melindungi Rajanya dari serangan musuh-musuhnya.
Gendis sangat senang mendapat adik laki-laki. Dia sudah membayangkan harinya bakal penuh warna dengan kehadiran sang adik.
Kelahiran Patih tidak membuat Mang Oding dan istrinya berubah sikap pada Gendis. Mereka tetap menyayangi Gendis, bahkan kehadiran Patih adalah pelengkap kebahagiaan mereka.
Patih dan Gendis hidup dalam kasih sayang yang sama. Sehingga Gendis tak merasa jika Bapak dan Emaknya adalah orangtua angkat.
Setelah melahirkan Patih, Bi Oyoh tidak bisa hamil lagi, karena usianya yang sudah lumayan berumur. Tapi Mang Oding dan istrinya tak berkecil hati. Bagi mereka Gendis juga adalah anak mereka.
Kehidupan mereka di lahan transmigrasi juga mengalami pasang surut.
Mang Oding mengolah kebun kelapa sawit bersama beberapa Kepala Keluarga. Jika panen sedang baik, mereka akan memperoleh keuntungan yang besar. Tapi jika sedang gagal panen seperti saat ini, mereka harus bisa bertahan hidup seadanya.
Beruntungnya Bi Oyoh pandai mengolah keuangan keluarga. Apalagi ditambah tabungan milik Gendis, jadilah keuangan keluarga Mang Oding tetap stabil meskipun gagal panen.
Saat awal pergi mengikuti Mang Oding dan istrinya, Mang Oding sudah menyerahkan uang tabungan Gendis yang dititipkan padanya. Tapi Gendis menolak menerimanya.
" Tolong jangan ditolak Pak, Mak. Uang Gendis pake aja buat bantu nutupin kebutuhan Kita disini. Gendis ikhlas, Gendis rela, kalo Emak nolak Gendis malah sedih...," kata Gendis waktu itu.
Mendengar ucapan Gendis, Bi Oyoh dan Mang Oding terharu dan mengiyakan permintaan Gendis. Mereka bertiga saling berpelukan bahagia.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
Aya Vivemyangel
di tempatq Gendhis kok gula ya , tp sama manisy sih 😂😂😂
2022-06-23
1
[Bayu Pratama]
siip
2022-05-09
1
Ghiets'Enay
cerita ini kalau di ambil dari kisah nyata anjing bgt dech si pengurus panti hatinya udah hitam bgt brengsek😠😠😠😠😠👿👿👿👿👿👿👿👿👿👿👿🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬🤬
2022-01-25
2