Sejak peristiwa hari itu Gendis dan Ahmad mulai menjalin kedekatan yang lebih.
Gendis menerima kehadiran Ahmad dalam hatinya, karena kedua orangtuanya menyetujui permintaan Ahmad waktu itu. Ahmad memang terang-terangan meminta ijin untuk mengenal Gendis lebih dekat. Oding dan istrinya memberi 'lampu hijau' untuk Ahmad karena mereka merasa Ahmad adalah orang yang baik.
" Mohon maaf sebelumnya Pak. Tapi Saya suka sama Putri Bapak, Gendis. Kalo Bapak ijinkan, Saya bermaksud ingin kenal lebih dekat sama Gendis...," kata Ahmad meminta ijin.
" Karena Nak Ahmad punya niat baik sama Anak Saya, tolong jaga dia ya. Gendis itu masih muda, masih lugu. Tolong jaga perasaannya, jangan sakiti dia...," pinta Oding sekaligus memberi lampu hijau pada Ahmad.
" Baik. Saya janji akan menjaga Gendis dan bikin Gendis bahagia Pak...," jawab Ahmad antusias.
Oding pun mengangguk senang.
\=\=\=\=\=
Sore itu Ahmad menjemput Gendis pulang dari work shop milik bu Jihan. Hal yang menjadi rutinitas Ahmad sekarang sejak dekat dengan Gendis.
Ahmad belum pernah bertemu bu Jihan, karena selalu menolak jika diajak masuk ke dalam Work shop. Alasannya tak ingin mengganggu pekerjaan Gendis dan teman-temannya.
" Udah selesai...?" tanya Ahmad ramah sambil mulai menstarter motor kesayangannya.
" Iya, udah...," sahut Gendis tersenyum sambil duduk di belakang Ahmad.
Motor pun melaju perlahan di jalan desa. Sambil ngobrol, Ahmad mengajak Gendis untuk mampir di sebuah kedai Es di pinggir jalan. Gendis pun setuju, setelah Ahmad mengatakan bahwa ia telah meminta ijin pada orangtua Gendis.
Mereka duduk berhadapan di batasi sebuah meja yang terletak di dalam kedai.
Kedai mulai ramai didatangi pembeli karena memang belum banyak kedai semacam itu disana.
" Pesan apa Dis...?" tanya Ahmad.
" Terserah Kakak aja...," jawab Gendis malu-malu.
" Mmm, es campur mau...?" tanya Ahmad ragu.
" Boleh, sama donatnya ya Kak...," pinta Gendis antusias.
" Ok, pesen es campur dua sama donatnya empat...," kata Ahmad pada pramusaji yang berdiri di samping mereka.
" Baik, ditunggu sebentar ya Pak...," kata pramusaji sambil berlalu.
Sambil menunggu pesanan mereka tiba, Ahmad meraih tangan Gendis di atas meja lalu menggenggamnya. Mereka saling tatap sejenak, dan tersenyum.
" Dis, gimana perasaan Kamu buat Saya...?" tanya Ahmad hati-hati.
" Saya...," Gendis tampak kebingungan.
" Kan Kamu tau kalo Saya tuh suka sama Kamu, masa Kamu ga bilang apa-apa...," kata Ahmad lagi.
" Iya, Saya juga suka sama Kak Ahmad...," kata Gendis lirih hampir tak terdengar.
Ahmad tersenyum lebar. Ia sangat gembira mendengar pernyataan Gendis. Itu artinya, cintanya tak bertepuk sebelah tangan.
Pramusaji tiba dengan membawa pesanan mereka. Ahmad terus tersenyum sambil memandangi pujaan hatinya, Gendis nampak malu karena sikap Ahmad padanya.
" Udah Kak, jangan ngeliatin terus. Saya malu...," kata Gendis.
Ahmad menghentikan tatapannya sejenak sambil mengulum senyum.
Pernyataan Gendis membuat Ahmad semakin berani untuk membawa hubungan mereka ke arah yang lebih serius.
Bahkan Ahmad berani meminang Gendis pada Oding, yang tentu saja terkejut sekaligus senang.
" Tapi Gendis masih terlalu muda untuk menikah, umurnya baru aja 18 tahun...," ujar Oyoh pada suaminya.
" Iya Mak, kasian kalo umur semuda itu harus menanggung beban rumah tangga...," sahut Oding mengiyakan.
" Apalagi dia belum lama menikmati kebebasannya, tunggu dua tahun lagi lah. Itu usia yang cukup untuk Gendis jika mau menikah...," sambung Oyoh dengan sedih mengingat nasib buruk Gendis dulu.
" Ya udah. Nanti Bapak bilang aja sama Pak Guru Ahmad tentang hal ini. Kalo dia berjodoh sama anak kita, pasti akan ada jalan buat bersatu, ya kan Mak...,"
Oyoh mengangguk menyetujui perkataan suaminya.
\=\=\=\=\=
Oding pun meminta Ahmad datang ke rumahnya sebelum Gendis pulang dari bekerja.
" Maaf Nak Ahmad. Apa Nak Ahmad sungguh-sungguh ingin melamar Gendis...?" tanya Oding hati-hati.
" Iya Pak. Saya serius...," jawab Ahmad tegas.
" Kalo boleh tau, alasan Nak Ahmad apa, kenapa ingin menikahi Gendis buru-buru...?" tanya Oding lagi.
" Papa Saya sakit parah Pak. Jadi kedua orangtua Saya minta Saya segera memberinya cucu. Dan itu hanya bisa terjadi jika Saya menikah. Makanya Saya berniat menikahi Gendis. Jika tidak, Saya akan dijodohkan dengan wanita pilihan orangtua Saya Pak...," kata Ahmad sedih.
Oding menatap iba pada Ahmad tanpa bisa membantu. Ia juga tak ingin Gendis mengalami nasib buruk karena menikah muda.
\=\=\=\=\=
Ahmad tampak merenung di kamarnya. Setelah pertemuannya dengan Oding tadi, Ahmad masih belum bergerak.
Ahmad memejamkan matanya sejenak. Lalu kembali membuka matanya sambil menghela nafas panjang. Ia teringat ucapan Oding yang menolaknya dengan halus tadi.
" Gendis masih terlalu muda untuk menikah Nak Ahmad. Kami kawatir Gendis cuma jadi beban hidupmu saja. Kalau Nak Ahmad bersedia menunggu hingga Gendis berumur 20 tahun...," ucapan Oding selanjutnya tak bisa lagi dicerna oleh Ahmad.
Ahmad kecewa dengan penolakan Oding. Bukan menolak, hanya menunda saja pernikahannya dengan Gendis hingga dua tahun ke depan. Tapi, apakah Ahmad sanggup menunggu selama itu ?.
Ahmad mondar mandir di kamarnya.
" Apa Aku ajak kawin lari aja si Gendis. Tapi gimana ntar pekerjaanku. Padahal Aku sangat senang dan betah menjadi guru di desa ini. Tapi kalo nunggu Gendis dua tahun lagi, rasanya kok berat ya...
Atau Aku terima aja perempuan pilihan Mama, perempuan yang ga Aku sukai. Mama pasti ga akan setuju kalau Aku menunda pernikahanku. Apalagi sakit Papa tambah parah...," kata Ahmad bermonolog dalam hati.
\=\=\=\=\=
Sejak penolakan Oding padanya, Ahmad pun mulai jarang menemui Gendis.
Ia bahkan tak memberi kabar apapun. Gendis yang tak mengerti penyebab perubahan sikap Ahmad masih menjalani rutinitasnya seperti biasa.
" Kayanya Pak Guru Ahmad udah ga pernah jemput Kamu lagi Dis. Kenapa, marahan ya...?" tanya Efi kepo.
" Aku ga tau. Mungkin dia sibuk. Kan udah musim ulangan juga, pasti repot nyiapin soal dan raport muridnya...," jawab Gendis seadanya.
" Tapi Kamu punya rencana apa sama Pak Guru...?" tanya Efi lagi.
" Rencana, ga ada. Hubungan Kami biasa aja. Cuma deket tapi ga ada rencana pacaran apalagi menikah...," jawab Gendis datar.
" Masa sih...," kata Efi tak percya.
" Iya. Apalagi Bapak sama Emak kan belom ngasih ijin Aku buat pacaran. Aku juga masih pengen ngumpulin duit buat sekolah Patih...," kata Gendis lagi.
Sebenarnya Gendis tak tahu seperti apa perasaannya pada Ahmad. Mungkin hanya cinta mo**et, cinta sesaat, atau hanya kagum saja.
Makanya saat Ahmad mulai menjaga jarak dengannya, Gendis tak merasa keberatan.
Gendis sama sekali tak tahu, bahwa sikap Ahmad yang menjauh adalah bentuk tanggung jawab Ahmad akan janjinya untuk menjaga Gendis.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments