Gendis tumbuh menjadi gadis cantik, rendah hati dan santun berkat didikan Emak dan Bapaknya. Gendis menjadi kebanggaan Oyoh dan Oding. Meskipun cantik tapi Gendis ringan tangan dan tak malu membantu kedua orangtuanya.
Patih sang adik, yang terpaut usia 12 tahun dengan Gendis juga tumbuh menjadi sosok yang pemberani, santun dan penyayang, apalagi terhadap kakak dan kedua orangtuanya.
Usia Gendis masuk 18 tahun. Dengan kecantikan yang dimilikinya membuat Gendis menjadi salah satu gadis tercantik di desanya yang baru.
" Hai Gendis, boleh Aku anter ga nih...?" kata seorang remaja pria yang menyukai Gendis.
" Ga usah makasih...," jawab Gendis santun.
Penolakan Gendis tak berarti apapun untuk para pemuda itu. Mendengar suara Gendis saja cukup membuat mereka terhibur.
Banyak pemuda berlomba ingin mendapatkan hati Gendis bahkan banyak juga yang berniat menikahinya.
" Emak jadi pusing nih Dis. Tiap hari ada aja yang nanyain kapan mau besan. Itu mulu, sampe sempit rasanya berjalan di desa yang luas ini...," kata Emak siang itu sepulang dari kebun.
" Masa sih Mak...?, ada yang mau nerima Patih jadi mantu juga ga Mak...? tanya Patih bergurau.
" Kamu sekolah dulu yang bener. Kerja, cari duit yang banyak, baru mikirin nikah...!" kata Oyoh sambil menjewer telinga Patih.
" Aduuhh, sakit Mak. Kan Patih cuma bercanda...," sungut Patih sambil mengusap telinganya yang merah dan panas.
Melihat tingkah Patih membuat Oyoh dan Gendis tertawa geli.
Jika di lain waktu Oyoh mengatakan hal yang sama, maka Gendis hanya minta Oyoh untuk mengabaikan saja.
" Ga usah diambil pusing Mak. Cuekin aja...," saran Gendis di sela tawanya.
" Emang Kamu belom ada calon gitu ?, Emak liat banyak juga yang naksir sama Anak Emak yang manisnya kaya gula ini...," kata Oyoh sambil menoel dagu Gendis.
" Apaan sih Mak, Gendis belom mau nikah dulu Mak. Mau kerja dulu aja buat bantuin Emak sama Bapak sekolahin Patih, biar jadi orang sukses...," kata Gendis berangan-angan.
" Kakak Patih ini emang orang hebat. Baiiikkk banget, jadi tambah sayang deh sama Kakak...," kata Patih yang nongol dari pintu dan langsung memeluk Gendis dengan sayang.
Oyoh tersenyum, terharu melihat kasih sayang diantara kedua anaknya. Oyoh pun ikut memeluk kedua anaknya itu.
" Pantesan pada ngumpul disini. Eh..., ada acara apaan ni. Kok pada pelukan tapi Bapak ga diajak...?" tanya Oding saat masuk rumah karena salamnya tak mendapat jawaban.
" Bapak udah pulang...," kata Patih senang.
" Ga usah peluk Bapak, bau belom mandi...," kata Gendis sambil menutup hidungnya.
Sikap Gendis disetujui oleh Oyoh dan Patih yang ikut menutup hidung menggoda bapaknya.
Oding memonyongkan bibirnya karena rentangan tangannya untuk memeluk mereka bertiga tak mendapat respon. Lalu Oding berjalan ke kamar mandi pura-pura ngambek.
" Ha ha ha, liat Kak. Bapak lucu banget kalo lagi ngambek...," kata Patih tertawa diikuti tawa Gendis dan Oyoh.
" Bapak denger ya, awas Kalian nanti...," sahut Oding dari kamar mandi.
Suara sahutan Oding memancing tawa ketiganya lebih keras.
Sementara Oding tersenyum puas di kamar mandi melihat ketiga orang yang disayanginya nampak bahagia.
\=\=\=\=\=
Patih sudah siap berangkat ke sekolah pagi itu. Biasanya diantar Oyoh ke sekolah. Tapi hari itu Patih sedang ingin bermanja dengan kakaknya dan memilih diantar Gendis sang kakak.
" Ayo, ntar kesiangan. Kalo Kamu terlambat nanti dimarahin Bu Guru lho...," kata Gendis.
" Iya Kak...," kata Patih sambil mencium punggung tangan ibunya.
" Hati-hati di jalan, jangan nakal, dengerin kalo Bu Guru ngasih tau...," kata Oyoh yang memang menyadari anaknya agak hyperaktif.
" Beres Mak...," jawab Patih tegas.
Oyoh mencium kening kedua anaknya sebelum mereka pergi.
Dengan menaiki sepeda mereka menuju sekolah Patih. Gendis terlihat makin cantik dengan celana panjang dan kaos pink serta rambut di kuncir satu.
Tiba di sekolah Patih, Gendis turun dan menuntun sepedanya saat masuk gerbang sekolah. Tampak security yang menyambut Gendis dengan senyum
" Waahh, nganter lagi Mbak..." sapa sang security.
" Iya nih Pak, Patih lagi kolokan, minta dianter sama Kakak katanya...," ujar Gendis membalas sapaan sang security.
Gendis berjalan menuntun sepedanya untuk bisa parkir dan menunggu bel masuk sekolah. Gendis duduk di sebuah kursi yang terdapat di teras kelas Patih. Ia memandang sekeliling sekolah. Ia merasa senang berada di sekolah adiknya itu.
Gendis kembali mengedarkan pandangannya. Pandangannya terpaku pada taman kecil yang ada di area sekolah. Ada berbagai macam bunga yang ditanam di taman kecil di depan kelas itu. Terlihat apik dan sangat terawat. Dan itu membuat suasana sekolah menjadi segar dan sangat nyaman.
Mata Gendis memandang ke ruang guru, dimana sedang berkumpul beberapa orang guru seperti sedang menunggu seseorang.
Di depan ruang guru juga ada beberapa guru tengah asyik ngobrol sebelum jam pelajaran di mulai.
" Jadi guru baru itu dateng hari ini...?" tanya Pak Santoso wali kelas lima.
" Iya Pak, saya denger Pak Kepsek bilang gitu kemarin...," jawab bu Ita guru seni di sekolah itu.
" Mudah-mudahan orangnya ga sombong kaya guru yang waktu itu. Males ngajak ngomongnya, sombong sihh...," jawab guru lainnya.
Akhirnya Guru baru yang ditunggu pun tiba.
Seorang pemuda tampan memasuki halaman sekolah dengan sepeda motornya. Ia turun dari motor dan langsung menuju ke ruang guru.
" Assalamualaikum, Selamat pagi...," sapa si guru baru bernama Ahmad.
" Wa alaikumsalam, Pak Ahmad...?" tanya pak Santoso.
" Iya bener, Saya Ahmad, guru baru yang ditugaskan mengajar disini...," kata Ahmad memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.
Semua guru pun berdiri untuk bersalaman dengan Ahmad, sang guru baru itu.
Tak lama kemudian bel tanda mulai pelajaran pun berbunyi.
Gendis berdiri dari duduknya dan merapikan pakaiannya yang agak kusut. Lalu menoleh ke arah kelas Patih. Dilihatnya sang adik yang sudah membaur dengan teman kelasnya. Dan yang paling penting Patih sudah duduk rapi di tempatnya sebelum sang guru masuk kelas.
Gendis tersenyum tipis lalu mulai beranjak meninggalkan sekolah Patih.
Sambil mengayuh sepedanya pelan, Gendis menikmati udara pagi hari di desanya itu. Tak perlu terburu-buru, karena tugasnya sudah diselesaikan tadi.
Di jalan Gendis juga berpapasan dengan gadis sebayanya. Mereka berhenti sejenak, saling menyapa dan sedikit bergosip.Teman sebaya Gendis ada juga yang masih melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, walau hanya satu dua orang saja.
Yang lainnya sama seperti Gendis, hanya lulusan SMA.
Bahkan ada juga yang sudah menikah dan punya anak.
" Gendis, tau ga Kamu kalo si Diana dikawinkan sama Bapaknya untuk bayar hutang...," kata Asmi saat berpapasan dengan Gendis.
" Ya Allah, kasian ya Diana. Emang harus ya nikah buat bayar hutang...?" tanya Gendis prihatin.
" Abis gimana lagi, udah ga nemu jalan lagi kali...," jawab Asmi sambil berlalu dan melambaikan tangannya pada Gendis.
Gendis memandangi tubuh Asmi yang menjauh dan kembali melanjutkan mengayuh sepedanya.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
Hary Kurniawan
si Amel gimana nich ceritanya??
kok gk diterusin lg Thor
2021-04-25
5
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
smp sini blum nemu korelasinya dg kisah Amelia di eps 1😯😯
2021-04-18
5
Atin Supriyatin
visual ny dong ,, 😁
2021-03-21
3