19. Nasi padang

***

Siapa dia? Dari keluarga konglomerat mana?

Shiren mencoba mengingat, apa dia kenal.

"Selama ini tidak ada yang berani memerintahkan ku, tapi kau? Siapa kau berani memerintah ku? Coba katakan sekali lagi apa yang kau bilang?" Mata wanita itu semakin menajam.

"Kalau dia katakan sekali lagi, aku khawatir kau akan jadi mayat." tiba-tiba seseorang sudah berdiri di sebelah Thifa.

"Ar-fen!" Thifa menatap pria di sebelahnya ini. Arfen juga menatap Thifa, ia mengelus lembut kepala istrinya itu.

Chuppp

"Terlalu kangen itu merepotkan yah, kalo gak ketemu rasanya nyesek-nyesek gimana gitu," Arfen merangkul Thifa penuh kehangatan.

Gadis begaun merah itu menatap Arfen, agak tersipu malu. Oh tidak! Ketampanan Arfen ini benar-benar memanag siapapun yang memandangnya.

"Siapa kau berani memotong pembicaraan ku?" ujarnya, terdengar angkuh dan sombong, namun wajahnya menampilkan hal sebaliknya, dia seolah ragu,

"Oh aku? Aku Arfenik Arkasa, putra pertama Nathan Arkasa," Arfen menatap rendah wanita itu.

Deg! Celakalah gadis itu! Dia sudah salah berurusan dengan orang lain.

"Dan, yang baru kau bentak tadi adalah menantu kesayangan Nathan Arkasa, eh aku cuma ngasih tau doang loh ya," celetuk Shiren, niat ga niat.

Deg, jantung gadis itu semakin berdebar. "Maaf, aku gak tau, aku salah, aku yang gak mau minggir, " wanita itu menunduk seketika, dia menyingkir membiarkan rombongan Thifa dan Arfen lewat. Namun, gadis itu tak memiliki keberanian lagi.

***

"Eh, neng jago datang lagi, gak datang sama cowoknya neng, kemarin sama cowoknya loh?" sapa penjual Nasi padang itu. Warung sederhana yang terdiri dari rajutan bambu-bambu, tapi itu menjadi daya tarik sendiri pada warung ini.

Yah, warung biasa, namun makanannya benar-benar luar biasa. Warung pinggir jalan, dengan harga bersahabat bukan berarti makanannya tidak begitu enak, seperti warung nasi padang sederhana ini. Shiren bahkan ketagihan untuk makan di sini!

Shiren tau pak tua pemilik warung ini ramah karna menyapa dan mengenalinya, yang ia tidak suka adalah kenapa harus menyeret cowok itu! Cowok terese yang pernah Shiren kenal. Tapi, cowok itulah penyebab Shiren tau warung nasi padang terenak ini.

"Pertama, pak, saya ga pacaran sama dia. Kedua, jangan bahas dia pak, saja eneg. Ketiga, saya pesan nasi padang tiga, es teh manis dingin tiga juga ya." pesan Shiren langsung kepada sang koki. Tidak ada pelayan di sini, ini hanya warung sederhana.

"Gak pacaran neng? Tapi kemarin kata masnya udah mau nikahan malah, bulan ini tunangan kan?" kekeuh sang penjual.

Shiren menepuk kepalanya sendiri. "Pak, tolong jangan bahas orang gila itu. Bapak pikir orang kayak cowok itu waras?" Tambahnya tak habis pikir. Ah, di banding Shiren harus berdebat lebih baik dia kembali ke meja itu. Meja di mana sepasang suami istri itu memamerkan keuwuan mereka, melepas rindu setelah 6 jam tidak bertemu.

Virus Bucin itu mengerikan ya? Kayak ada aneh-anehnya gitu, aku berharap aku ga bakal kena virus itu. Cinta boleh, tapi ga se---

Shiren tak kuasa melanjutkan ucapannya, meski dalam hati. Menghakimi orang yang jatuh cinta itu tidak boleh, apalagi saat diri sendiri belum merasakan apa itu cinta.

"Kamu kenapa ke sini? Kalo papa tau hukuman kamu bisa di tambah tau," Thifa menatap datar Arfen. Cukup sudah satu minggu jangna hukuman itu, jangan coba di perpanjang!

"Papa gak ada di sini, jadi gak bakal tau, bawa santai aja." sahut Arfen enteng memainkan rambut istrinya itu.

"Arfen..., mending kamu balik ke kantor."

"Ogah, di kantor gak ada kamu, cewek di kantor utama juga jelek-jelek, gak ada bahan cuci mata." kata Arfen enteng, seolah menghakimi wajah orang itu hal biasa.

"Lah? Bukannya kak Aurel cantik yah? Itu loh, GM di perusahaan utama kita. Perasaan pegawai cewek di sana cakep parah sih, kakak katarak iya?" Shiren mengernyitkan sebelah alisnya.

"Kamu, kalo gak adik Kakak, juga udah kakak katain jelek parah, hidung nyepor, gak ada kalem-kalemnya, untung adik sendiri, jadi bilang aja cakep."

Tolong jangan di lanjutkan, Shiren ingin menampar orang ini.

Thifa diam membeku, entahlah, kenapa Arfen selalu saja punya bahan untuk membuat wanita ini berdebar.

"Kata Dilan Rindu itu berat, aku pikir cuma gombalan anak SMA, ternyata bener yah, berat sih." Arfen menatap mata Thifa.

"Udah oke, ini bukan masa kita buat eksplor keromantisan, ja--"

"Karna ada Shiren yang jomblo di sini?" Tanya Arfen memotong ucapan istrinya.

Plakk

Sudah habis kesabaran gadis itu, sendal Shiren sudah melayang satu ke badan pria berjas mewah itu. Bodoamat berapa harganya.

"Nah, ini pesanan nya, selamat di nikmati." Pak penjual itu datang membawa nampan berisi tiga porsi nasi padang, dan tiga es teh manis.

"Makasih Pak,"

Thifa memakan Nasi padang itu, uh! Ada sensasi yang berbeda di mulutnya, sensasi yang tak dapat dia utarakan. Ah, nasi padang ini benar-benar enak! Begitu juga Arfen yang langsung diam. Tidak salah pilih tempat.

Tidak perlu waktu lama bagi ketiganya menghabiskan makanan itu, tentu karna nafsu makan mereka bertambah karna cita rasanya yang luar biasa.

Arfen melihat ke kiri, ada sebuah gitar berdiri di atas kursi, dia yang baru selesai makan entah kenapa ingin bernyanyi sebentar.

Arfen memegang sebuah gitar, menatap Thifa di sebelahnya yang tengah menikmati nasi padang yang gak ada duanya itu.

Dia untuk ku,

Bukan untuk mu,

Dia milik ku

Bukan milik mu

Pergilah kamu,

Jangan kau ganggu

Biarkan aku mendekatinya,

Kamu

Tak akan mungkin

Mendapatkannya, karena dia

Berikan aku, pertanda cinta

Janganlah kamu banyak bermimpi

Oooohhh~

Cukup! Thifa tidak tahan! Wajahnya merona malu, dia segera menyembunyikan wajahnya yang merona panas ke dada bidang suaminya. Ah benar-benar malu rasanya.

Gak nyangka, kak Thifa yang Shiren pikir dingin banget bisa ngeblushh gitu, kalo udah cinta susah ya,

Tapi, Shiren mulai tak menyukai gitar semenjak cowok itu sering bermain gitar, dan bernyanyi gak jelas di depan Shiren, yang membuatnya risih.

Amit-amit!!

***

"Makasih pak, makanan bapak sangat enak, mau coba kerjasama dengan saya?" tawar Arfen, sayang sekali jika makanan seenak ini tidak di kenal banyak orang.

"Maaf pak, gak bisa, saya suka yang begini saja, sederhana saja. Hehe." Sahut pak tua itu.

Arfen mengernyitkan dahinya sebelah, ah keinginan semua orang berbeda-beda.

Benar juga, kebahagiaan bukan di ukur dari banyaknya harta dan kekuasaan, mungkin saja dia lebih bahagia dengan hidup sederhana?

"Lain kali kita mampir ya pak, jadi langganan nih,"

***

Terpopuler

Comments

Hasna

Hasna

ada ya Thor es teh manis hangat? ,😂

2021-10-22

1

Tania Permatasari

Tania Permatasari

kasih tau donk thor.itu nasi padang ada dijalan apa???g sabar pgn nyicipiiiin

2021-09-23

0

♕𝒴𝓾𝓛 🐍👏꧂

♕𝒴𝓾𝓛 🐍👏꧂

hahaha penasaran gmn tuh cowo suka maen gitar nyanyiin bwt shiren.. 🤣🤣🤣🤣

2021-05-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!