18. Hukuman dari Nathan

***

Semuanya berkumpul di meja makan kecuali Shiren yang memang sudah pergi duluan, entahlah dia cuma bilang malas berpapasan dengan orang yang mukanya bikin mau muntah.

Arfen dengan wajah berseri-seri duduk di sana, dia selalu tersenyum. Berharap senyumannya dapat memudarkan hukuman dari Nathan.

"Percuma, hukuman tetaplah hukuman, karna kamu gagal, ini adalah resikonya." Kata Nathan santai.

Arfen menghela napasnya, ketampanannya tidak akan berfungsi terhadapa kebijakan papanya.

"Jadi, hukuman buat Arfen apa pa?" tanya Arfen acuh tak acuh.

"Gampang kok, selama seminggu kamu angkat kaki dari rumah ini. Alasannya, karna papa iseng aja."

Arfen mengerutkan dahinya sebentar. Tidak buruk juga! Batinnya, kepalanya mulai melayangkan imajinasi hidup berdua, satu rumah, bebas melakukan apa saja mau di ruang tengah, kamar, dapur, taman, ah seminggu selama berdua itu sangat menyenangkan di otak Arfen.

Di banding di bilang hukuman? Bukankah lebih baik kalau di sebut keberuntungan?

"Aku ga setuju Nat, gak! Thifa lagi hamil, dia gak boleh jauh dari aku, dia harus di rumah ini. Tetap di rumah ini, " sanggah Sheryl cepat.

"Yang bilang Thifa akan ikut Arfen siapa? Thifa menantu kesayangan tetap di rumah, dan Arfen silahkan angkat kaki selama seminggu, gak boleh datang ke sini." Tambah Nathan enteng, memasang wajah tanpa dosa telah memisahkan dua insan saling mencintai itu.

"Enggak pa! Arfen boleh di hukum dengan cara apapun, tapi enggak di pisahin sama Thifa, enggak pa!" Bantah Arfen keras, enam jam tanpa Thifa saja hidup Arfen sudah hampa, apalagi kalau sampai satu minggu. Celakalah hidupnya!

"Dan hukuman mu di mulai dari sekarang, angkat kaki mu sekarang." Lanjut pria tua itu enteng.

Thifa diam saja, meski berat baginya untuk berpisah dengan Arfen, tapi dia tidak boleh melawan titah Nathan, bagaimanapun Nathan adalah kepala keluarga ini.

Arfen masih diam, menatap papanya tak suka. Tolong jangan pisahkan mereka apalagi untuk seminggu.

"Kenapa diam? Ini hukuman, kau tak berani? Arfenik Arkasa?"

Arfen diam, dia berdecak kesal, chuppp.

"Aku pergi ya, sampai ketemu minggu depan," Arfen mengecup kening Thifa. Entahlah, Thifa merasa sesak dan sakit, dia merasa tak ikhlas. Tapi bibirnya terlalu beku untuk bergerak. Dia tak kuasa berbicara di depan Nathan, bahkan demi cintanya.

"Papa parah sih, masa iya misahin anak menantunya." Arfen berjalan keluar dari rumah mewah Arkasa itu.

Nathan menaikkan sebelah alisnya menatap Thifa.

Nah, Thifa terlalu pendiam, dan sedikit kaku, juga terlalu patuh, aku penasaran, apa dia bisa melanggar peraturan ku demi cintanya?

Lalu, Arfen bodoh ku itu, apa bisa menerobos masuk melanggar hukuman ku dan menemui Thifa?

Aku memang udah tua, cuma aku terlalu penasaran dengan seberapa besar cinta keduanya?

Padahal aku berharap Thifa mencegah Arfen, dan Arfen membantah keras, apapun alasannya dia tak kan meninggalkan Thifa. Sepertinya harapan ku sia-sia. Keduanya malah menerima keputusan ku secara pasrah.

"Udah, jangan dipikirin, Nak. Cuma seminggu kok, udah ayo makan, kamu jaga kesehatan."

***

Sudah dua jam dua manusia itu saling bertelepon tapi banyak diamnya, itu karna Thifa fokus baca Novel dan Arfen sibuk dengan proyeknya. Namun begitu, Arfen tak mau menutup telponnya. Mereka sudah bagai remaja yang menjalin hubungan LDR.

"Uda ya, kamu fokus kerja, aku mau tidur, udah siang juga. Kamu makan ya, " Kata Thifa mengingatkan, Thifa tau pasti fokus Arfen tengah terganggu, ada rasa tak enak di hatinya. Thifa tau, Arfen tengah kesal saat ini.

Arfen menarik napasnya, sulit sekali menutup telpon itu, tapi dia harus terbiasa kan? Ya, setidaknya selama seminggu.

"Oke, kamu makan, terus tidur, istirahat yang cukup, jangan sering naik turun tangga, itu gak baik." peringat Arfen, dia menutup teleponnya. Tidak! Dia benar-benar tudak bisa terpisah satu hari pun dengan Thifa.

***

Thifa melemparkan hp nya di kasur, ikut membaringkan tubuhnya, dia menatap ke langit-langit kamar, entahlah dia benar-benar sakit saat membayangkan tidak akan tidur dengan suaminya malam ini, dan itu sangat berdampak bagi Thifa. Kamar ini benar-benar terasa hampa.

"Udah Shiren duga pasti kakak bakal bosen dan kepikiran, emang papa gitu kak, keisengannya itu geregetkan otak. Jadi, bawa santai aja, oke?" Ujar Shiren yang masuk tanpa izin, ikut membaringkan tubuhnya di sebelah kakak ipar kesayangannya itu. Bukannya tidak sopan, hanya saja ya itulah Shiren. Lagipula selama Arfen di kantor Thifa memberika kebebasan pada Shiren untuk langsung masuk.

"Kamu udah pulang? Udah makan belum?"

Shiren menggeleng, "Belum sih kak, Shiren bosen nih, keluar yuk, cari makan, main-main atau apa kek, ke taman bermain aja gimana kak? Tenang, ga bakal Shiren ajak main bianglala kok,"

Thifa diam, sudah lama juga dia tidak bermain wahana-wahana itu, kedengarannya sedikit menarik.

"Eh, oke deh, kakak bosen juga, kepikiran dari tadi pagi malah."

"Jangan dipikirin kak, kakak kan lagi hamil nih. Baik-baik jaga kesehatan."

***

Keduanya sudah memasuki taman bermain itu, saat di sana mata Thifa langsung tertuju pada penjual es krim. Ah, itu memang kesukaan Thifa sejak SMA kan?

"Beli es krim bentar yuk?" ajak Thifa menarik tangan Shiren.

"Eitsss, ga bisa. Kata mama kakak belum makan nasi, makan nasi dulu ayo, dimana gitu." larang Shiren. Dia harus ekstra tegas demi calon keponakannya baik-baik saja.

Thifa menghela napas panjang, dia tau dia suka es krim, tapi tidak untuk merusak masa depan anaknya. Dia. Memilih meredupkan egonya.

"Makan nasi padang aja yuk kak?" Shiren menarik Thifa.

Namun, jalan keduanya terhenti karna ada seorang perempuan berbaju merah menyala di depan mereka, tak lupa ada dua bodyguardnya di belakang. Jujur, Thifa dan Shiren tak tau dia siapa. Tapi, melihat dari gayanya, dia pasti bukan orang biasa.

"Minggir, kita duluan." Kata Thifa, ah mengalah bukan bagian dari sikap Thifa. Maklum, udah ketularan Arfen selama ini.

"Beraninya kau ini, coba ulangi sekali lagi! Katakan sekali lagi apa yang kau katakan tadi!" Jawab Wanita itu tegas, dia membuka kacamatanya menatap benci Thifa. Baru pertama, tapi kebenciannya sudah sebesar itu. Ah mungkin karna dia gadis dari keluarga kaya yang angkuh dan arogan, dan tidak pernah di perintah oleh siapapun. Tapi malah di perintah oleh Thifa.

Siapa dia? Dari keluarga konglomerat mana?

Shiren mencoba mengingat, apa dia kenal.

"Selama ini tidak ada yang berani memerintahkan ku, tapi kau? Siapa kau berani memerintah ku? Coba katakan sekali lagi apa yang kau bilang?" Mata wanita itu semakin menajam.

"Kalau dia katakan sekali lagi, aku khawatir kau akan jadi mayat." tiba-tiba seseorang sudah berdiri di sebelah Thifa.

"Ar-fen!"

***

Terpopuler

Comments

Merzin Prismi

Merzin Prismi

nathan iseng akut 😂 😂

2021-08-14

1

Iis Aisyah

Iis Aisyah

di tunggu kelanjutan nya kak...seru bangeut

2020-12-23

2

Ryu dominiq

Ryu dominiq

Riyan Vania tegangx minta ampun..
baca arfen thifa bisa mencairkan ketegangan itu.. keren thorrr👍👍👍👍

2020-12-23

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!