***
"Hentikan kurang ajar!! Kau tidak tau siapa aku?!! Aku adalah Afdy efanan!! Aku sangat berpengaruh di Arkasa Group!! Kau bisa di pecat karna menyakiti ku!!!" Teriaknya menahan pukulan Arfen.
"Aku..., tidak..., perduli...," Arfen kembali memukul habis wajah itu, dia benar-benar emosi saat ini.
"Beraninya kau! Kau pikir kau siapa!! Aku hanya mengatakan fakta bahwa kau tak layak mendapat istri secantik itu!!!"
"Siapa kau yang menentukan layak atau tak layaknya aku, aku Arfenik Arkasa." Arfen melepas tompel, kumis, gigi dan seluruh alat bantu penyamarannya.
Semua orang di sana terdiam membisu, jantung mereka seolah berhenti berdetak, karna hampir semua dari tamu-tamu ini menjelekkan Arfen dalam bentuk penyamarannya tadi.
Habislah mereka, saat ini mereka benar-benar ketakutan. Jika mereka bisa mereka ingin memutar waktu lagi dan kembali memuji orang jelek berperut buncit tadi.
Habislah,
Matilah...,
Harta dan kekuasaan ku, apa aku akan di pecat?
Begitulah kira-kira ucapan yang bisa tergambar dari wajah tegang mereka semua. Fakta ini benar-benar di luar dugaan. Siapa yang mengira bahwa pewaris Arkasa Group, yang bisa saja memiliki semuanya harus repot-repot menyamar menjadi orang jelek.
Thifa hanya bisa menggelengkan kepala, dia menepuk jidatnya. "Kan..., sia-sia deh penyamarannya. Pasti papa Nathan bakal marah dan ngamuk, Arfen sih kebawa emosi. Jadi ketahuan kan, pasrah aja deh."
"Tu-tuan muda Arfen!" Pria itu, Afdy sudah gemetar ketakutan. Dapat di pastikan masa depan pengangguran sudah di dapatkannya. Siapa suruh mengganggu istri mungil kesayangan tuan muda satu ini.
"Apa aku tidak pantas mendapatkan istri secantik Thifa ku? Coba katakan sekali lagi." Arfen menatap sinis orang yang tergeletak gemetar di bawah itu. Kaki Arfen sesekali menyenggol kasar badan Afdy.
"Enggak! Itu salah saya tuan muda! Maafkan saya! Saya janji tidak akan mengulangnya lagi," Afdy bangkit, dia berlutut memeluk kaki Arfen. Ah, entah dimana harga diri yang dia bangga-banggakan tadi.
"Tcih! Menjauh dari kaki ku, kau kotor, hatimu kotor!" Arfen menendang kuat orang itu.
"No-nona muda maafkan saya, saya tidak sopan pada anda. Maafkan saya, saya mohon...," pria itu merangkak ingin mendekati Thifa, hanya sekedar minta maaf.
Bukhh!!!
Arfen langsung menendang wajah orang itu. "Jauh-jauh dari istri saya, kau terlalu kotor."
Melihat itu semua hadirin hanya bisa diam, mereka tau Arfen itu sangat kejam di balik wajahnya yang begitu tampan. Tapi, mereka biasanya hanya mendengarnya tidak menyaksikannya langsung seperti sekarang.
"Arfen udah, kamu jadi pusat perhatian loh," Thifa menarik lengan suaminya itu, untuk berhenti memukuli manusia yang tak lagi berdaya ini.
"Biarin aja kak, biarin manusia ini tau cara menghargai orang lain." celetuk Shiren melangkah mendekat ke arah Thifa.
Byurr!!!
Jus jeruk yang tadi ada di tangannya, dia siramkan ke dua wanita di sebelahnya, yah dua wanitu itu adalah mereka yang menganggu Thifa.
"Entah dari cabang perusahaan manapun kalian ini, aku Shiren Arkasa, memecat kalian dari Arkasa Groub."
Rasa dingin dan penyesalan turut mereka rasakan pada malam ini. Mereka benar-benar menyesal telah berurusan dengan keluarga Arkasa. Entahlah harus dimana mereka mencari kerja, setelah di pecat seperti itu. Perusahaan mana yang mau menerima mereka?
Jika mereka tau bahwa akan berakhir begini, mereka mungkin tak kan mengganggu Thifa.
"Satpam, bawa tiga orang itu keluar dari sini. Baiklah, mari lanjutkan pestanya." Ujar Nathan melerai keributan itu.
***
Di dalam sebuah kamar itu sudah berkumpul anggota keluarga Arkasa. Mereka membiarkan para tamu menikmati pestanya di luar, dan di dalam sini sudah ada Arfen yang berpenampilan seperti biasa, tanpa penyamaran anehnya.
Nathan menatap Arfen dan Thifa bergantian.
"Mision failed, " celetuk Shiren membuka pembicaraan.
"Maaf pa, ini semua juga karna Thifa, Arfen gagal karna salah Thifa, " Thifa menunduk sendu, tapi dia tidak takut. Dia tau, mana mungkin papa mertuanya akan mengusir menantu yang tengah mengandung cucunya, tapi untuk Arfen? Itulah yang Thifa takutkan, hukuman untuk suaminya ini.
"Oke Pa oke, Arfen tau, Arfen salah karna kemakan emosi, dan akhirnya penyamaran Arfen terungkap, Arfen tau Arfen bodoh karna egois, Arfen ngaku kalah."
Bukhhh!!
Nathan menendang keras kaki anaknya. "Tadi kamu nendangnya kurang keras, harusnya lebih kuat. Tuh liat dia masih bisa berdiri. Ah kamu malu-maluin papa, ga jago kamu mah."
"Gak punya hati, "
"Gak ada rasa kemanusiaan, "
"Gak baik sih,"
Sahut ketiga perempuan itu bergantian, sekarang Thifa mengerti dari mana suaminya mendapat hobi menendang kepala orang itu, yah tentu dari papanya yang memang hobinya nendang.
"Ada Thifa pa, ntar dia ga mau sekamar sama Arfen takut di tendang." sahut Arfen enteng.
"Kalo hobi nendang, kenapa ga main bola aja?" Thifa melirik ke arah Arfen.
"Ga suka nendang bola, enakan badan atau kepala," jawabnya tanpa dosa.
"Udah uda, kalian jangan bertengkar. Masalah penyamaran, papa maafkan. Dan malah bagus, ini membuktikan Thifa lebih berharga daripada keegoisan Arfen."
Semuanya tersenyum lega.
"Tapi tetap, Arfen kalah bertaruh sama papa. Jadi, hukuman tetap harus ada. Sekarang balik ke pesta, besok akan papa kasih tau hukuman apa," lanjut Nathan yang membuat banyak senyuman itu memudar.
"Bodoamat sih kalo ka Arfen yang di hukum, yang penting jangan ada sangkut pautnya sama kakak ipar Shiren tercinta ini, "
***
Pagi itu badan Thifa terasa berat untuk bangun, dia benar-benar malas. Pagi ini bersembunyi di balik pelukan suaminya itu sangat menyenangkan, apalagi di tambah cuaca pagi ini yang mendung.
Begitu juga Arfen, entahlah dia malas sekali bangkit ke kantor, saat dia sadar di kantor nanti dia tidak bisa melihat wajah istrinya lagi.
Ah tidak! Itu kenyataan yang bahkan lebih buruk dari nightmare.
"Kenapa harus kerja kalau harta udah banyak? Mending tiduran bareng istri," Arfen memeluk erat Thifa, mencoba meraih kehangatan dari sang istri.
Setengah sadar Thifa berbicara, "Karna gak selamanya harta itu akan terus bertahan begitu,"
Apa yang Thifa katakan benar, Arfen mengerti itu. Tapi dia benar-benar malas untuk bangkit. Arfen membuka matanya perlahan, menatap wajah mungil istrinya, sesekali menggeser anak rambut yang mengganggu pemandangan itu.
Sudut bibir Arfen tertarik saat dia sedikit mengingat masa SMA nya, tempat pertemuannya dengan Thifa.
Aku beneran payah dulu yah? Sampe lakuin banyak hal gila cuma biar bisa dapat perhatian kamu? Bodohnya aku karna cinta,
Arfen ingat dia sering menatap Thifa saat upacara berlangsung,
IPA bukan berarti anaknya cupu-cupu, IPS juga bukan berarti isinya adalah orang bandal. Terkadang IPA dan IPS harus besanan biar saling mengenal.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Retno Isusiloningtyas
hehehe
IPA dan IPS besanan
2022-10-06
0
Lutha Novhia
aq anak ips wkwk
2021-06-26
0
Nimranah AB
🤔🤔🤔🤔
2021-06-11
0