***
Thifa duduk di ruangannya, sembari memainkan penanya. Dia sedikit memikirkan tatapan-tatapan rekan kerjanya. Ya, Thifa tau. Tatapan hina itu.
Thifa bangkit dari kursinya, dia menuju ke kafe di depan kantornya. Ini memang jadwal makan siang. Kali ini Thifa sendiri karna Arfen sibuk dengan setumpuk kertas itu.
"Cappuchino coffe, sama wafer ya mbak." pesan Thifa. Baru dia duduk di salah satu kursi kosong, tatapan tak enak sudah menyerbunya. Itu adalah para karyawan kantor.
"Sampai kapan mereka mau menatap ku begitu?" gumam Thifa pelan, ia menggelengkan kepalanya. Thifa mencoba membaca majalah yang ada di meja itu, sekedar melepas kegabutannya sambil menunggu.
"Sendirian kan? Aku boleh duduk di sini ga?" salah satu rekan kantor pria menghampiri Thifa. Thifa mendongak, mata indah Thifa bisa menangkap sosok tegap yang berwajah lumayan. Thifa juga ingat jabatannya cukup bagus di perusahaan itu.
"Gak." sahut Thifa singkat. Dia kembali berfokus pada majalahnya.
"Yakin ga mau? Aku ini murah hati loh."
"Gak." Jawaban Thifa masih tidak berubah.
"Tcih! Apa sih lo ini, ga asik banget. Cewek murahan kayak lo yang cuma mandang harta gak berhak nolak cowok baik-baik kayak gue." ketus pria itu, nada nya dan gaya biaranya sudah mulai berubah.
"Tau deh lo, lo harusnya bersyukur Ari mau deket sama lo. Lo kan bekas om-om gitu. Mandang harta doang." Timpal Manda yang duduk tak jauh dari sana. Thifa menaikkan sebelah alisnya. Hem, Thifa cukup kenal dengan Manda ini. Ya dia si biang gosip. Meski hasil kerjanya selalu bagus dan di atas rata-rata. Tetap saja mulutnya itu tidak beretika.
Pelayannya sudah menyajikan coffe yang Thifa minta.
"Lo itu cuma menang tampang doang, kalo bukan karna itu, bos Faren juga gak bakal mau sama lo. sisanya ju--"
Byurrrr
Thifa melemparkan coffe yang masih panas itu ke badan Ari. Hingga membuat Ari mencak-mencak kepanasan.
"Mbak, ini uangnya. Kembaliannya ambil aja."
Thifa mengambil tasnya dan berjalan keluar dari kafe itu.
"Masih badan, sekali lagi kalian berani menghina ku dari depan. Ku pastikan wajah kalian terbakar air panas."
Thifa membuka pintu kafe, memberikan satu lirikan mematikan untuk wanita bernama Manda itu.
***
Hanya waktu beberapa jam untuk berita siang itu tersebar di seluruh kantor. Bahkan di telinga Arfen.
"Begitulah kejaidannya Tuan, Nona muda tanpa ragu melempar orang itu dengan kopi panas." lapor Arlan lengkap.
Terdengar suara pintu terbuka, dan ternyata itu adalah Thifa. Dengan cepat Arlan mengundurkan diri. Setelah mendengar kisah nona mudanya yang begitu berani, Arlan harus berpikir berkali-kali untuk mengganggu Thifa.
"Ahahaha!!!" Arfen tertawa terpingkal memegangi perutnya.
"Kau kenapa? Bukannya perjanjiannya setelah menikah dengan ku, kau akan waras?" Thifa duduk di depan Arfen.
"Benar juga. Hmmm, tapi itu dulu. Sekarang kita akan ganti, aku akan waras kalau kamu udah kasih aku anak." kata Arfen enteng.
Blushh!!
Wajah Vania langsung merona malu. Arfen benar-benar tau cara membuat pipi putih itu menjadi merah jambu.
"Oh ya Thif, katanya kamu ribut yah sama staff kantor yang cowok. Terus kamu menang kan? Mantap! Emang gaya binik ku. Harimau betina di lawan, nah tau rasa kan dia sekarang." Celetuk Arfen dengan tatapan penuh kebanggan, seolah Thifa sedang meraih prestasi tinggi.
Entahlah, ada rasa yang aneh di hati Thifa saat dia tau respon Arfen bukannya khawatir, malah di bawa bercanda begini.
"Tapi kamu keren loh sayang, kamu lempar cowok itu pake kopi panas. Terus kenapa staff yang ceweknya enggak?"
Thifa menghela napas panjang. "Aku gak sejahat itu Fen. Aku masih punya hati tau. Emangnya kamu, tanpa belas kasih."
"Tapi orang sekantor udah bilang kamu cewek galak loh sayang? Duh..., aku jadi ngeri. Gimana kalau aku telat bangun ter--"
"Aku bakal siram pake air mendidih." Potong Thifa cepat. Salah Arfen sendiri, kenapa begitu hobi mengganggu istrinya.
Thifa meletakkan berkasnya, dan bangkit berdiri untuk pergi. Dengan cepat Arfen sudah berada di depannya, dan menahan langkah wanita itu.
"Siapa yang suruh kamu pergi? Belum ada aku suruh."
"Kamu gak takut sama cewek galak dan jahat ini?"
Arfen merangkulkan tangannya kepinggang Thifa. "Takut sih, cuma kalo secantik ini. Ya, bangun tinggal nama juga ga masalah. Aku ikhlas kok,"
"Terus kalo ada perempuan yang lebih cantik, kamu bakal rela gitu dia siram air mendidih sama dia."
Arfen menarik sudut bibirnya tipis. "Sekarang kasih tau aku. Perempuan mana yang lebih cantik dari kamu? Sebutin namanya, biar kita iris wajahnya bersama-sama." Arfen mendekatkan wajahnya sampai hidung keduanya saling bersentuhan.
Jujur, Thifa emang suka genre horor, namun mendengar ucapan itu dari suaminya cukup mengerikan juga. Meski pada akhirnya Thifa harus menahan rona merah dipipinya karna makna yang ada di dalamnya.
***
Malam ini Ari harus lembur karna kerjaan tambahan yang bos buncitnya berikan. Ari tau, itu adalah hukumannya karna menganggu istrinya.
Hampir tengah malam Ari mengenderai mobilnya berjalan pulang. Tiba-tiba ada beberapa mobil yang menghentikannya di jalan yang sepi.
"Turun lo sampah!" Pria itu, memakai topeng dan pakaian serba hitam membuka paksa pintu mobil Ari. Menyeret pria berseragam rapi itu hingga terjatuh ke tanah. Pria itu memijak mijak tangan Ari tanpa ampun. Menghajar wajahnya sampai babak belur, hingga berubah warna menjadi keunguan.
Pria berpakaian hitam itu hanya sendiri menghajar Ari yang memang tidak begitu bisa bela diri. Sedangkan orang-orang yang memakai topeng lainnya hanya berdiri dan menyaksikannya saja.
Pria berpakaian hitam itu terus menghajar habis Ari. Mungkin ada beberapa tulang yang patah sudah Ari derita. Pria itu berhenti.
"Berikan aku cabainya." titah pria itu. Pengawal nya, si pria bertopeng merah memberikan segenggam cabai pada pria berbaju hitam itu.
Pria berbaju hitam itu, tanpa ragu-ragu memasukkan semua cabainya ke dalam mulut Ari. Memaksa mulutnya untuk mengunyah cabai-cabai super pedas itu. Ughhh... Tulang patah, badan sakit, dan dia harus merasakan pedasnya cabai-cabai itu. Sungguh malang sekali nasib Ari.
"Ini karna akibat kau berani menghina Ifa ku. Ingat ini baik-baik, minta maaf padanya. Kali ini hanya tulang mu saja yang patah, jika ada kejadian berikutnya. Bersiaplah, tukang gali kuburan akan menerima upahnya."
Pria berpakaian hitam itu bangkit, dia melemparkan sejumlah uang yang banyak di wajah Ari. "Ini untuk pengobatan mu, aku sudah menelpon ambulan. Lain kali, jaga sikapmu." pria itu berjalan kembali ke dalam mobilnya.
Di mobil pria itu membuka topengnya.
"Tuan Arfen ingin minum? Kelihatannya tadi begitu lelah." tawar Arlan yang ikut membuka topengnya.
"Tidak, aku hanya ingin pulang dan segera memeluk istrku. Lakukan lah dengan cepat, karna itu lah kau ku jadikan supir."
Arlan segera menjalankan mobilnya, dia menelan salivanya payah. Bagaimana dia bisa tenang saat sedang membawa singa jantan di mobilnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Anonymous
😆😆 gk tw mau koment apa..tpi yg pasti keren abis sih sih arfen..
2022-06-10
0
Fafa Adieq Bosky
Luph luph gaya Arfen . . . .emang anak Nathan bangt
2021-09-19
0
Wanda Revano
lebih sadis arfen kayaknya dri papa nathan
2021-09-05
0