***
Saat ini Thifa di hadapkan oleh Yona, yah memang Thifa baru saja memanggilnya. Rasa kesal sudah memuncak di kepala istri orang itu, geram sekali rasanya melihat ada wanita yang mencoba mengganggu suaminya.
"Perbaiki diri atau angkat kaki dari sini? Itu pilihan mu sendiri. Ini kesempatan terakhir." Kata Thifa sembari membolak-balikan map itu.
Tapi, semua amarah Thifa tahan, itu demi majunya perusahaan kecil ini.
"Ibu salah, saya tidak bermaksud begitu." sangkal Yona percaya diri.
"Kamu ingin berdebat dengan saya?" Thifa menatap mengerikan mata Yona.
"Baik bu, saya salah. Saya tidak akan mengulanginya lagi." Yona pergi dari ruangan itu. Untunhlah, soalnya Thifa benar-benar sudah ingin muntah melihatnya.
Thifa juga segera keluar dari ruangannya, itu karna dia harus segera pergi rapat bersama Arfen di perusahaan tetangga.
***
Malam ini Arfen dan Thifa memutuskan untuk pergi mencari hadiah ulang tahun pernikahan Nathan dan Sheryl.
"Nunggu kak Thifa?" Tanya Shiren yang baru saja pulang. Wajahnya lesu, langkahnya gontai, terlihat benar-benar lelah.
"Iya, kita mau pergi. Kamu mau ikut ga?"
"Gak deh, Shiren capek." Shiren melangkahkan kakinya semakin dekat ke arah pintu.
"Gimana sekolah barunya? Seru kan?"
"Gak sama sekali. Shiren masuk di kelas legend, ketemu dengan orang itu, terus si kang ngadu, kang bacot, narsiser sok ganteng. Arghhh!! Shiren bener-bener mau mijak kepala mereka!!!" amuk Shiren seketika. Dia mempercepat jalannya sebelum dia melampiaskan kekesalannya pada Arfen.
Arfen menaikkan sebelah alisnya. "Jadi penasaran, kisah apa yah, yang di alamin Shiren? Haha! Besok stalk ah, seru kayaknya! Haha!"
"Apa yang kamu ketawain? Apa Shiren ngamuk karna kamu? Arfen, stop ganggu Shiren. Kasihan oke? Dia capek." Tiba-tiba saja sudah ada Thifa di depan Arfen.
"Gak sayang. Aku gak gangg--" Mulut Arfen seketika membisu, wajahnya plonga-plongo, sungguh wajah Arfen kali ini sudah sesuai sekali untuk di jadikan mentahan meme.
"Ya Allah! Damagenya bikin keselek! Cantiknya binik kuu, sumpah cantiknya gak ada obat. Arghh, nge-fly nih Thif." Ujar Arfen seketika, saat kedua matanya bisa menangkap sesosok wanita cantik, ber-dress abu-abu dengan rambut tergerai.
Thifa segera mencubit suaminya itu. Malu-maluin soalnya.
"Berisik Fen, entar papa sama mama malah datang," Thifa sedikit mencubit lengan Arfen.
"Tapi kali ini aku beneran nge-fly. Asli, binik ku cantik banget hari ini. Aku tau kamu cantik Thif tapi hari in--Noh tuh liat, bulan aja sampai sembunyi di awan,"
Harus Thifa akui dia juga sedikit merasa berdebar saat di gombalin orang ini. Padahal Thifa sudah begitu sering di gombalin Arfen. Tetap saja tidak terbiasa, selalu ada hati yang bergetar saat Arfen mulai mengeluarkan ocehannya.
Wajah Thifa sudah merona hangat, ah pasangan muda ini benar-benar bikin iri. "Berisik, udah ayo jalan." Thifa mendorong tubuh kekar suaminya itu mendekat ke mobil.
***
"Thif tau defenisi bahagia gak?" Tanya Arfen untuk memecahkan suasana hening di dalam mobil itu.
"Ada kamu, aku, papa mama, shiren dan anak kita nanti. Kalo itu ada semua, aku bahagia." sahut Thifa enteng.
Arfen terdiam, dia baru mau menyinggung soal anak barusan. "Bisa ga sih, gak usah kacauin dialog romantis aku. Harusnya yang ngomong gitu tuh aku." Arfen menghela napasnya.
"Aku tuh udah hapal gelagat kamu,"
"Bener juga, kamu selalu tau soal aku. Dan tau, apa yang aku butuhin. Tau, kapan aku kesel dan kapan aku senang." Arfen tersenyum miring. Dia tau kalau Thifa akan selalu memeluknya di kala dia terlibat dalam satu masalah. "Makasih, tetap dukung aku, meski kamu gak tau masalahnya apa."
"Arfen bodoh, mau kamu bener, mau kamu salah. Aku bakal tetep belain kamu,"
Sekali lagi Arfen harus terkejut karna ulah istri kecilnya ini. "Percaya gak Thif? Aku bisa jadi orang paling gila kalau sampai kamu terluka. Gak sih, sekarang aku aja udah gila."
"Bagus sih kamu sadar diri, kamu kan emang stress."
"Bahagianya Arfenik Arkasa itu..., Lathifa Kanneira. Setelah papa dan mama tentunya. Orang tua tetep yang prioritas."
"Iya aku tau, itulah kenapa aku juga pengen punya anak. Biar mereka yang memprioritaskan aku ,terus kamu." wajah Thifa menunduk sendu, ada rasa aneh di hatinya. Rasa tidak enak pada Arfen karna belum bisa memberinya keturunan. "Maaf..., aku belum bi--"
"Kita cuma butuh usaha dan doa lagi. Serahkan hasil akhir sama Allah, oke? Jangan di pikirin." Arfen mengecup tangan Thifa. Hanya satu kecupan, tapi dampaknya bisa menenangkan hati wanita itu.
***
Saat ini keduanya ada di atas gedung, memandang bintang-bintang terang yang menghiasi langit gelap.
"Hadiah apa ya untuk ulang tahun papa dan mama?" Celetuk Thifa bingung.
"Sapu tangan jahit sendiri gimana? Atau syal mungkin?"
Thifa menggeleng pelan, entah kenapa dia merasa itu tidak cocok. "Aku ngantuk Fen, nanti ke bawah gendong ya, jangan di bangunin." Thifa bersandar manja di badan suaminya itu. Arfen melepas jasnya untuk di berikan pada istri mungilnya.
Sudah belasan menit berlalu, tapi sama sekali tak ada rasa bosan yang datang pada Arfen, untuk dia terus menatap wajah Thifa. Ada kebahagiaan dan kesenangan tersendiri menatap wajah mungil itu.
Sempat terlintas di pikirannya bahwa bagaimana jadinya dia kalau sampai kehilangan Thifa.
"Gila, iblis, mungkin itu aku kalau gak ada kamu. Aku tau aku cinta kamu, tapi aku gak pernah tau kalau cinta ini terus memuncak sampai tahap di mana bisa buat aku gila. Jangan pernah tinggalin aku Thif..., aku bisa gila, dan aku bisa jadi orang jahat." Arfen meneteskan air matanya, bahkan membayangkan jika Thifa pergi saja sudah membuat hatinya tersayat. Apalagi kalau itu benar-benar terjadi.
***
Shiren memijat kepalanya frustasi. Dia benar-benar muak ada di di sekolah barunya itu. Baru sebulan Shiren menapakkan kaki di sekolah itu, dia harus menerima perlakuan memalukan itu. Andai saja dia bisa berkoar bahwa dia putri bungsu keluarga Arkasa, mungkin orang-orang menjijikan di SMA itu akan tutup mulut.
"Enggak! Aku gak bisa terus menetap di sana! Aku bisa gila. Aku harus pikirin cara gimana aku bisa pindah dari SMA Merah Putih itu." Kebetulan saat itu Shiren melihat koper di atas lemari. Gadis mungil itu langsung mengambilnya, membawa beberapa baju di dalam tasnya.
"Bener juga, Shiren ancam aja papa. Ntar pasti juga papa bakal nurutin mau Shiren. Papa dan mama kan selalu majain Shiren. Mana mereka Mau shiren pergi dari rumah ini. Suh, Shiren cantik bin imut ini terlalu pintar."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
NagHazHaqhy
𝓤𝔀𝓪𝔀, "𝓚𝓮𝓵𝓪𝓼 𝓛𝓮𝓰𝓮𝓷𝓭" 𝓮𝓶𝓪𝓷𝓰 𝓫𝓮𝓷𝓮𝓻² 𝓛𝓮𝓰𝓮𝓷𝓭, 𝓣𝓱𝓸𝓻! 🤗
𝓑𝓮𝓻𝓪𝔀𝓪𝓵 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓴𝓲𝓼𝓪𝓱 𝓟𝓪𝓹𝓪𝓱 𝓝𝓪𝓽𝓪𝓷 𝓭𝓪𝓷 𝓜𝓪𝓶𝓪𝓱 𝓢𝓱𝓮𝓻𝔂𝓵, 𝓽𝓾𝓻𝓾𝓷 𝓴𝓮 𝓪𝓷𝓪𝓴²𝓷𝔂𝓪 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓳𝓪𝓭𝓲 𝓹𝓮𝓷𝓰𝓱𝓾𝓷𝓲 𝓴𝓮𝓵𝓪𝓼 "𝓲𝓽𝓾"😘🥰😍💓💕💞
𝓛𝓮𝓰𝓮𝓷𝓭 𝓫𝓮𝓷𝓮𝓻, 𝓭𝓪𝓱 𝓣𝓱𝓸𝓻. 𝓙𝓪𝓭𝓲 𝓴𝓮𝓴 𝔀𝓪𝓻𝓲𝓼𝓪𝓷 𝓪𝓳𝓪, 𝓹𝓮𝓷𝓰𝓱𝓾𝓷𝓲 𝓷𝔂𝓪 𝓽𝓾𝓻𝓾𝓷-𝓽𝓮𝓶𝓾𝓻𝓾n🤣🤣🤣🤣
2021-08-14
1
Nimranah AB
🤔🤔🤔🤔
2021-06-11
0
M Mawar
kisah shiren thor
2021-03-23
0